Kamis, 28 Mei 2009

Merendahkan Pengetahuan Manusia, Orang Sombong Atau Orang Gila?

Hari ini saya membaca tulisan saya Tentang Kesempurnaan Islam dan Kesempurnaan Alam ditanggapi oleh seorang Gayo yang berdomisili di Medan bernama Ikhwana Mehatdi Kobat. Tanggapan ini meninggalkan sedikit ganjalan bagi saya karena tidak ditanggapi di tempat saya me-post berita tersebut, tapi di tempat lain. Sehingga saya baru mengetahui adanya tanggapan ini dari seorang teman saya yang kebetulan membaca media tempat Ikhwana mem-post tanggapannya tersebut.

Penanggap ini sepertinya adalah orang yang sangat memahami dalil-dalil agama. Orang seperti ini seperti biasa menganggap dengan memahami dalil-dalil agama berarti dia sudah memahami alam secara keseluruhan. Lalu menganggap rendah seluruh ilmu pengetahuan yang sudah dicapai oleh manusia melalui rentang ribuan tahun perkembangan peradaban.

Dalam tanggapannya yang bisa dibaca lengkap di http://gayolinge.com/index.php?open=news&bid=939 , dengan mengutip berbagai ayat Al Qur'an Ikhwana menggambarkan islam menurut ayat-ayat tersebut (yang tentu saja sesuai dengan PENAFSIRANNYA) bahwa orang, kaum, bangsa, atau suku yang menjalankan aturan Islam akan sejahtera.

Apa yang dikatakan Ikhawana ini, meskipun dalam bahasa yang dibuat rumit dan terlihat lebih ilmiah serta terstruktur ala seoarang akademisi, tapi isinya sebenarnya persis sama seperti yang dikatakan tengku dan guru agama yang mengajari saya waktu saya masih SD dulu, seperti yang saya katakan dalam tulisan saya yang dia tanggapi.

Meski berbelit kemana-mana, yang mau Ikhwana katakan sebenarnya tidak lain adalah Islam itu SUDAH SEMPURNA tidak ada alasan lagi untuk meragukannya.

Tapi seperti yang saya tulis dalam tulisan saya yang ditanggapi oleh Ikhwana "SEMPURNA adalah sebuah kata yang maknanya sangat subjektif, pengertian kata ini sangat bergantung sebanyak apa informasi yang ada dalam kepala orang yang memaknai kata SEMPURNA itu".

Maka ketika Ikhwana dengan berani mengajak (bahkan kalau kita amati dengan teliti nada tulisannya ada kecenderungan memaksa) kita memahami manusia dengan mengacu pada penjelasan Allah pada ayat Al Qur'an (QS. 2:30, QS. 6:165). Sebenarnya Ikhwana tidak lain adalah sedang mengajak (memaksa) kita memahami manusia dengan mengacu pada penjelasan Allah BERDASARKAN PENAFSIRAN IKHWANA sendiri. Melalui ajakannya ini, seolah-olah Allah sendiri telah memberi kekuasan eksklusif kepada Ikhwana untuk menjadi satu-satunya PENAFSIR SAH ayat-ayatNYA.

Tapi ketika dia memaksa kita untuk memahami ayat-ayat tersebut berdasarkan cara pandangnya, Ikhwana Mehatdi Kobat yang merasa sebagai satu-satunya PENAFSIR SAH ayat-ayat Allah ini saya lihat kemudian tampak kebingungan sendiri.

Ikhwana mengatakan Ilmu manusia sangat sedikit dan terbatas dan itupun datangnya dari Allah. Jadi untuk menentukan aturan hidup dan penghidupan apakah kita mereferensi kepada Allah atau dengan ilmu “manusia yang sedikit itu dimata Allah” dalam kemasan penggelaran atau sebutan antropologi, sosiologi, psikologi sejarah dan juga ekonomi (menurut sdr. Winwannur. Ref).

Apa yang bisa kita tangkap atas statemen Ikhwana di atas adalah; seolah-olah Ikhwana Mehatdi Kobat Urang Gayo berdomisili di Medan ini merasa sudah sangat menguasai SELURUH Ilmu manusia yang sangat sedikit dan terbatas yang datangnya dari Allah itu. Dengan penguasaannya SELURUH Ilmu manusia yang sangat sedikit dan terbatas itu dia menyimpulkan bahwa semua ilmu manusia itu sama sekali tidak berguna untuk dipakai untuk menentukan aturan hidup dan penghidupan. Sehingga ketika kita akan menentukan aturan hidup dan penghidupan, SELURUH Ilmu manusia sangat sedikit dan terbatas itu sama sekali tidak perlu lagi kita perhitungkan. Sehingga ketika kita akan menentukan aturan hidup dan penghidupan, dia menyuruh kita langsung saja mereferensi kepada Allah yang pengetahuanNYA tidak terbatas.

Tapi benarkah seperti itu?

Saya bukanlah orang yang langsung mudah percaya ketika ada orang seperti Ikhawana ini pamer kesombongan merendahkan ilmu manusia yang terbatas, seolah-olah ilmu manusia itu sama sekali tidak ada artinya sehingga untuk menyelesaikan masalah sehari-hari kita langsung saja mereferensi kepada Allah yang pengetahuanNYA tidak terbatas.

Karenanya saya ingin menguji pengetahuan Ikhwana yang memandang rendah pengetahuan manusia yang terbatas ini.

Pertama saya ingin menanyakan pertanyaan yang hanya merupakan bagian sangat-sangat kecil dari ilmu manusia yang terbatas yang tidak ada setetespun dibandingkan lautan ilmu yang sudah diturunkan Allah.

Bagaimana bisa cahaya matahari bisa sampai ke bumi tanpa membuat kerusakan?
Apa materi yang menyusun bulan?
Faktor genetik apa yang menyebabkan kegemukan?
Apa beda ritual kematian di Togo dengan di Bali?
Apa beda antara Psikoanalisa-nya Freud dengan Psikologi Analitis-nya Jung?

Saya ingin Ikhwana Mehatdi Kobat bisa menjelaskan kepada saya dengan detail ilmu-ilmu manusia yang terbatas yang saya ini dengan detail dan menyeluruh.

Kalau Ikhwana Mehatdi Kobat bisa menjelaskan ini dengan sempurna, baru saya percaya Ikhawana ini memang luar biasa. Kemudian saya akan meningkatkan mutu pertanyaan dari sebagian sangat kecil ilmu manusia ini.

Kalau semua pertanyaan yang berisi sebagian sangat kecil ilmu manusia ini bisa dijelaskan oleh Ikhwana Mehatdi Kobat dan kemudian dia bisa membuktikan kalau semua Ilmu itu memang tidak berguna dalam menyelesaikan masalah manusia. Baru saya bisa yakin kalau untuk menentukan aturan hidup dan penghidupan ILMU MANUSIA yang sedikit dimata Allah itu sama sekali tidak berguna. Dan untuk itu saya akan langsung sepakat dengan Ikhawana bahwa kita harus langsung mereferensi kepada Allah yang pengetahuanNYA tidak terbatas.

Tapi sebaliknya kalau bagian sangat-sangat kecil dari ILMU MANUSIA yang sangat terbatas inipun tidak sanggup dijelaskan oleh Ikhwana Mehatdi Kobat dengan sempurna. Maka tentu saja saya sangat tidak mungkin bisa percaya kalau Ikhwana mampu memahami perkataan Allah yang pengetahuanNYA tidak terbatas itu, persis seperti Allah sendiri memahaminya.

Kalau bagian sangat-sangat kecil dari ILMU MANUSIA yang sangat terbatas inipun tidak sanggup dijelaskan oleh Ikhwana Mehatdi Kobat dengan sempurna, maka bagi saya tanggapan Ikhwana Mehatdi Kobat atas tulisan saya yang dia post BUKAN DI TEMPAT SAYA MEMPOST TULISAN YANG DIA TANGGAPI INI adalah tidak lebih dari ocehan orang gila, yang sama sekali tidak paham apa yang diocehkannya.

Wassalam

Win Wan Nur