tag:blogger.com,1999:blog-9589116286934524652024-03-08T09:16:14.336-08:00Win Wan NurAsal Linge Awal Serulehttp://www.blogger.com/profile/11909340515190603839noreply@blogger.comBlogger148125tag:blogger.com,1999:blog-958911628693452465.post-64190445074046405702010-04-22T18:26:00.000-07:002010-04-22T18:27:12.786-07:00RUU Anti Jilbab Perancis dan Dukungan Yahudi Terhadap JilbabTadi pagi Kamis 22/04/10 di tag berita TV One mengatakan bahwa pada Mei nanti, Presiden Perancis Nicholas Sarkozy akan mengajukan RUU Anti Jilbab. <br /><br />Apa yang dilakukan oleh Sarkozy ini pasti akan segera menjadi berita seru, baik di Perancis sendiri dan terutama di negara-negara yang memiliki rakyat mayoritas penganut Islam termasuk Indonesia (terutama kaum radikal, yang tidak paham duduk permasalahan) yang akan dengan bersemangat mengecam dan mencaci-maki Perancis dan siapapun yang tidak beragama Islam.<br /><br />Sebenarnya di Perancis sendiri, isu Jilbab ini adalah urusan lama yang menjengkelkan. Ada banyak latar belakang sejarah dan sosiologi Perancis yang perlu kita pahami untuk mengetahui dan memahami akar permasalahan Jilbab di Perancis ini. Tapi pada intinya, di mata para pengambil kebijakan di Perancis, Jilbab adalah ancaman bagi paham sekular yang mereka anut. Di Perancis sekularisme ini disebut sebagai prinsip laicite (versi sekularisme ala Perancis yang dengan ketat memisahkan antara gereja dan negara)<br /><br />Bagi sebagian besar orang Perancis, jilbab adalah sebuah bentuk 'pameran' simbol-simbol agama. Oleh mereka ini dimaknai sebagai tantangan dari orang Islam terhadap prinsip utama negara perancis yaitu laicite. Di Perancis,laicite ini dipahami bukan hanya sekedar sekuler, tapi laicite ini adalah sekularisme yang keras yang begitu anti dengan segala sesuatu yang berbau simbol-simbol agama (meskipun pada prakteknya otoritas Perancis yang begitu sengit melihat orang berjilbab, sering menunjukkan sikap toleran pada orang yang memakai kalung salib).<br /><br />Isu jilbab ini meluas sebagai sebuah kontroversi ketika pada tahun 1989, tiga gadis-gadis muslim mengenakan jilbab ke sekolah umum mereka di Creil, sebuah tempat di bagian utara Paris. Kepala sekolah di tempat ketiga gadis tersebut belajar memerintahkan ketiga gadis muslim ini untuk melepaskan jilbab yang mereka kenakan dan memakai "pakaian biasa" seperti murid-murid perempuan lain di dalam kelas. Tapi ketiga murid tersebut dan juga orang tua mereka menolak perintah itu, dengan alasan bahwa memakai jilbab adalah merupakan salah satu ibadah menurut agama yang mereka anut. Berita tentang kejadian itu menyebar dan menjadi perdebatan di seantero Perancis, sehingga akhirnya pada bulan november di tahun yang sama pemerintah Perancis mengeluarkan sebuah peraturan pemerintah yang memperbolehkan murid-murid perempuan mengekspresikan kepercayaan agama agama yang meraska anut di depan publik. <br /><br />Tapi pada tahun 1993 kasus lain mencuat, dan pada bulan september 1994 koalisi tengah -Kanan yang baru terbentuk di pemerintahan memutuskan untuk melarang penggunaan jilbab di sekolah-sekolah umum. Dalam sebuah debat tentang jilbab di parlemen, Menteri pendidikan Perancis Francois Bayroun menyatakan bahwa "identitas nasional Perancis tidak terpisahkan dari institusi sekolah". Dan akibat dari pernyataan ini, pada tahun yang sama beberapa gadis-gadis Muslim mengenakan jilbab diusir dari sekolah umum.<br /><br />Sementara Sarkozy sang Presiden yang akan mengajukan RUU Anti Jilbab ini, sejak masih menjabat sebagai menteri dalam negeri memang sudah dikenal sangat sentimen terhadap jilbab.<br /><br />Pada 19 April 2003, dalam kapasitasnya sebagai Menteri dalam Negeri Sarkozy, pernah menghadiri acara pemilihan ketua Organisasi Islam Nasional yang baru, saat itu dalam kapasitasnya sebagai menteri dalam negeri, dia diminta menyampaikan pidato dihadapan para peserta acara ini. <br /><br />Waktu itu Sarkozy masuk ke auditorium di bawah sorot lampu, penonton bertepuk dan melambaikan tangan. Kehadiran Sarkozy waktu itu adalah sejarah, Dia akan menjadi menteri kabinet pertama yang menghadiri pertemuan semacam ini. Pada awal pidatonya, Sarkozy berpidato memuji-muji orang Islam Perancis, tapi ditengah pidatonya (sepertinya karena Sarkozy telah membayangkan masa depan sebagai presiden dan merasa perlu menarik simpati dari mayarakat yang lebih luas) dia berbalik mengancam umat Islam Perancis agar mematuhi hukum Perancis tanpa protes. Sarkozy mengingatkan ribuan orang yang menonton pidatonya, supaya mengganti foto-foto berjilbab di kartu identitas mereka dengan foto yang menunjukkan kepala terbuka "Hukum ini (hukum sekuler) tidak dapat diubah, hukum ini adalah jantung Republik. Jika Anda menuntut hukum yang berbeda, maka (artinya) Anda tidak bisa menikmati hak-hak yang sama dengan orang yang beragama lain.", kata Sarkozy menegaskan ancamannya.<br /><br />Sebenarnya ada dua macam argumen yang menolak pemakaian jilbab di tempat umum mendominasi debat-debat tentang urusan anti jilbab ini. Argumen pertama adalah klaim yang mengatakan bahwa sekularisme telah ditantang oleh jilbab. Para pendukung argumen pertama ini adalah Orang-orang Perancis dari aliran kiri yang memandang diri mereka sebagai pengawal aliran sekular anti tradisi katolik yang didirikan pada saat terjadinya momen revolusi Perancis. mereka melihat bahwa pendidikan umum adalah sebuah jalan untuk melawan kekuatan gereja. Para feminis (yang ada dalam barisan pendukung kelompok ini) berpendapat bahwa pemakaian jilbab adalah sebuah bentuk tekanan terhadap perempuan. Di mata kelompok ini, memakai jeans adalah simbol kebebasan, sementara memakai jilbab adalah simbol ketertundukan (Moruzzi 1994). Di mata kaum sekuler Perancis ini, Jilbab adalah sebuah ancaman besar bagi prinsip laicite (sekularisme ala Perancis) yang mereka anut. Dalam pandangan kelompok ini, toleransi terhadap keyakinan agama dibatasi hanya dalam lingkungan pribadi saja, dimana perbedaan kultural bebas dari kontrol dan pengawasan. Sementara tempat umum adalah tempat dimana berlakunya aturan-aturan universal, sehingga semua warga perancis yang ada di tempat umum harus terlihat seperti "Orang Perancis"<br /><br />Argumen kedua yang menolak pemakaian jilbab, berasal dari politisi aliran kanan yang juga menentang pemakaian jilbab di tempat umum, tapi dengan alasan dan konteks yang sama sekali berbeda dengan argumen pertama. Mereka memandang isu jilbab ini sebagai pertempuran dan perebutan pengaruh antara Islam dan Kristen. Mereka memandang isu Jilbab sebagai ancaman terhadap identitas Perancis yang disusupkan oleh para Imigran.<br /><br />Tapi bagi kita, umat Islam di Indonesia yang hidup sebagai mayoritas di negeri ini dan terutama bagi kaum radikal yang menganggap siapapun yang berbeda keyakinan agama dengan mereka adalah musuh. Ada sebuah fenomena menarik yang terjadi di Perancis, yang berkaitan dengan urusan jilbab ini yang perlu kita perhatikan.<br /><br />Fenomena menarik di Perancis itu adalah fenomena bersatunya Gereja Katolik konservatif (bukan yang radikal), kaum feminis liberal dan kelompok Yahudi Ortodoks (kelompok-kelompok yang di negeri ini dianggap sebagai musuh Islam) untuk menentang kebijakan pelarangan pemakaian jilbab di tempat umum.<br /><br />Seperti yang saya katakan di atas, di samping kalangan non-agama, kalangan non-Muslim Perancis yang lain yang mendukung dibolehkannya pemakaian jilbab di sekolah-sekolah umum, salah satu yang berada di garis terdepan adalah sebuah kelompok feminis bernama "Les Blédardes" yang memandang kontroversi atas pemakaian cadar sebagai manifestasi dari sentimen kolonial. Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh kelompok ini pada tahun 2003, mereka menuntut kepada pemerintah perancis untuk memberikan kembali status mahasiswa kepada para gadis-gadis muslim bercadar yang sebelumnya pernah dipecat dari kampus tempat mereka belajar akibat dari pilihan pakaian yang mereka gunakan. - Demokrasi dan keadilan Negara akan menjadi lebih dewasa, setelah dimatangkan melaui rehabilitasi Peristiwa Dreyfus- begitu tulis kelompok ini dalam artikel yang sama.<br /><br />Di luar kelompok feminis ini, bersatunya kelompok-kelompok agama dalam mendukung diperbolehkannya pemakaian jilbab di sekolah-sekolah umum adalah sebuah fenomena yang sangat unik jika dipandang dari kacamata kita di Indonesia yang terbiasa dengan berita persaingan dan perebutan pengaruh antar agama.<br /><br />Kenapa bisa demikian?<br /><br />Itu terjadi karena di Perancis, tekanan terhadap ekspresi keagamaan tidak hanya dialami oleh orang Islam. Tekanan semacam itu juga dirasakan oleh orang-orang Perancis penganut Katolik konservatif dan Yahudi.<br /><br />Banyak orang di luar eropa yang melihat eropa sebagai barat, lalu menyamaratakan apa yang terjadi di Perancis ini juga terjadi di semua negara eropa. Padahal kasus yang terjadi di perancis ini adalah sebuah hal yang khusus di eropa. Kasus perancis ini mirip dengan yang terjadi di Amerika, dimana negara dengan jelas memisahkan antara gereja dan agama. <br /><br />Sementara yang terjadi di negara-negara Uni Eropa lain di luar perancis tidaklah seperti itu, sebagai contoh nyata misalnya, negara-negara Eropa di luar Perancis biasanya menyediakan dana khusus dari negara untuk membiayai kegiatan-kegiatan agama. Malah di beberapa negara eropa kita melihat adanya aliansi partai politik dengan sebuah aliran agama, partai kristen misalnya.<br /><br />Inggris malah punya gereja resmi yaitu gereja Anglikan atau gereja Episkopal, yang biasanya dijadikan tempat berlangsungnya upacara perkawinan dan pernikahan. Keberadaan gereja resmi ini membuat warga Inggris penganut kristen dari gereja non Anglikan atau Episkopal atau penganut agama lain seperti islam dan Yahudi juga merasa memiliki hak dan kesetaraan untuk mendapatkan kebebasan yang sama dalam menjalankan ritual agama masing-masing.<br /><br />Sehingga tidak mengherankan kalau beberapa pemuka agama Islam dan yahudi di Inggris, beberapa kali secara terbuka menyatakan dukungan terhadap keberadaan gereja anglikan di Inggris (moodod 1994), mereka beralasan dengan adanya agama resmi di sebuah negara, maka penganut agama tersebut akan merasa nyaman menjalankan ajaran agama mereka lalu merekapun menjadi kurang begitu menekan praktek keagamaan yang dilakukan oleh penganut agama lain. Merka melakukan dukungan itu karena para pemuka agama Islam dan Yahudi di Inggris melihat kalau kristen aliran Anglikan tidak separah aliran sekuler dalam menekan Islam dan Yahudi.<br /><br />Di Perancis, karena sama-sama berada dalam tekanan, di antara para pemeluk agama yang di tempat lain saling berseberangan bahkan bermusuhan dengan hebat ini, muncul suatu sikap senasib sepenanggungan. <br /><br />The IOS Minaret http://www.iosminaret.org/vol-3/issue11/muslim_students.php, sebuah majalah Islam Online memberitakan; Ketika pemakaian jilbab dilarang dilarang di sekolah umum di Perancis, sekolah-sekolah katolik malah mempersilahkan murid-muridnya yang beragama Islam untuk mengenakan jilbab. Selama bulan Ramadhan, bagi para siswa yang beragama Islam, sekolah-sekolah katolik itu menyediakan ruang khusus untuk salat. Sehingga tidak heranlah kalau dari dua juta siswa yang belajar di sekolah-sekolah Katolik di seluruh Perancis, lebih dari 10 persen di antaranya adalah MUSLIM. Bahkan untuk sekolah Katolik Santo Mauront yang terletak di marseille, hampir 80 persen dari siswanya adalah Muslim. <br /><br />Dalam artikel yang sama majalah online ini juga menceritakan bagaimana sikap saling dukung antara kaum tertindas ini juga terlihat di Alsace-Moselle di Strasbourg, wilayah yang memiliki populasi 2,9 juta orang. <br /><br />Wilayah Alsace-Moselle ini adalah sebuah tempat yang unik, karena beberapa kali menjadi rebutan antara jerman dan Perancis. Orang-orang yang berasal dari daerah ini mudah dikenali dengan nama depan Perancis tapi bernama keluarga Jerman. Nama seperti Jean-Mark Moeller atau Thierry Schweinteiger adalah nama khas orang yang berasal dari wilayah ini. <br /><br />Pada tahun 1905 (sesuai prinsip laicite) Perancis mengeluarkan undang-undang utama menetapkan suatu pemisahan yang jelas antara gereja dan negara. Tapi ketika kemudian Alsace-Moselle kembali berada di bawah pendudukan Jerman, prinsip laicite ini dihapus. Dan ketika akhirnya wilayah ini kembali ke Perancis setelah Perang Dunia II, pemerintah daerah di wilayah tersebut tetap melibatkan diri dalam urusan agama dengan menyediakan subsidi untuk pelajaran agama di sekolah-sekolah umum. Dan tidak seperti di semua tempat lain di Perancis, pemerintah setempat menawarkan bantuan dana untuk pembangunan tempat ibadah dan membayar gaji para ulama.<br /><br />Dalam salah satu bagian dari Alsace-Moselle yaitu Alsace-Lorraine, sepertiga dari 15.000 penduduk adalah Muslim. Di sana ada banyak sikap saling memahami dan menjaga harmoni terjalin antara komunitas Muslim, Kristen dan Yahudi. <br /><br />Di tempat ini, pada tahun 1998, empat pemimpin agama non-Islam dari agama Katolik Roma, Kristen Protestan aliran Lutherian, Kristen Protestan aliran Calvinis dan Yahudi-menandatangani surat dukungan atas pembangunan masjid baru di kota ini yang didesain oleh seorang arsitek berkebangsaan Italia bernama Paolo Portoghesi. Mesjid ini dibangun dengan dana yang disediakan oleh pemerintah setempat. <br /><br />Untuk membangun Mesjid ini, Dewan Kota menyediakan sebidang tanah di tepi sungai untuk digunakan selama 50 tahun dan mereka juga setuju untuk menanggung 26% dari total biaya konstruksi. <br /><br />Tapi pada tahun 2001, pemerintah sosialis di Alsace-Moselle kalah dalam pemilu melawan kelompok tengah-kanan yang kemudian menguasai pemerintahan. Sehingga penyelesaian proyek mesjid ini pun mengalami kesulitan. Walikota yang baru menolak untuk mengizinkan pembangunan menara, pusat studi dan auditorium. <br /><br />Pembangunan Mesjid ini akhirnya dimulai kembali pada tahun 2007, tapi kemudian terhenti kembali akibat kekurangan dana dan kekuarangan dukungan dari pemerintah. Tapi menariknya umat Islam setempat, dengan dukungan dari komunitas Kristen dan Yahudi, terus menekan pemerintah setempat untuk menyelesaikan pembangunan kompleks masjid tersebut.<br /><br />Itulah hal yang aneh yang terjadi di Perancis saat ini, sesuatu yang pasti sulit sekali dimengerti oleh para fundamentalis berkacamata kuda yang hidup di negeri yang bernama Indonesia ini.<br /><br />Wassalam<br /><br />Win Wan Nur<br /><br />Orang Aceh, suku Gayo yang suka mengamati apa saja<br /><br />www.winwannur.blog.com<br />www.winwannur.blogspot.com<br /><br />Sumber :<br /><br />http://bostonreview.net/BR29.1/bowen.html<br />http://www.iosminaret.org/vol-3/issue11/muslim_students.php<br />moodod 1994 http://www.march.es/ceacs/ingles/publicaciones/working/archivos/2003_187.pdf<br />Moruzzi 1994 http://www.jstor.org/pss/192043<br />http://en.wikipedia.org/wiki/Islamic_scarf_controversy_in_France<br /> "Les Blédardes" http://www.occidentalis.com/article.php?thold=-1&mode=thread&order=0&sid=2151<br />http://en.wikipedia.org/wiki/Dreyfus_affairAsal Linge Awal Serulehttp://www.blogger.com/profile/11909340515190603839noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-958911628693452465.post-88097195566323187492010-04-19T07:05:00.000-07:002010-04-19T07:06:15.728-07:00Tahafut al-Falasifah dan Kerancuan Filsafat Al-Ghazali (Membongkar Fitnah Teuku Zulkhairi)Sebelum terjadi tsunami, Aceh adalah wilayah yang sangat sepi dari debat-debat intelektual. Perkembangan intelektual di Aceh begitu kering dan nyaris tanpa dinamika, kelompok diskusi hampir tidak bisa ditemukan sama sekali.<br /><br />Tapi pasca tsunami semua berubah total. Aceh yang selama ini oleh pemerintah RI ditutup dengan ketat dari pengaruh luar, tiba-tiba menjadi terbuka, Aceh tiba-tiba dibanjiri berbagai ide dan gagasan. Sehingga dunia intelektual di Aceh yang sebelumnya statis tanpa perkembangan tiba-tiba berubah menjadi dinamis. Aceh tiba-tiba berubah menjadi kuali besar pertarungan gagasan.<br /><br />Dulu, sebelum terjadi tsunami, di Aceh, saya akan terlihat seperti orang aneh jika berbicara tentang masalah-masalah ilmu sosial, semacam psikologi antropologi sampai filsafat. Tapi pasca tsunami, ada banyak sekali pemikiran yang berkembang, mulai yang kekiri-kirian, liberal, moderat sampai yang fundamentalis dan cenderung radikal muncul bersamaan.<br /><br />Suasana ini benar-benar sangat menggairahkan, apalagi kemudian teknologi informasi yang berkembang begitu pesat dalam tahun-tahun belakangan ini membuat setiap gagasan apapun yang ada di kepala menjadi begitu mudah untuk dilemparkan ke publik untuk kemudian diperdebatkan.<br /><br />Beberapa bulan yang lalu, saya pernah melemparkan sebuah gagasan di facebook untuk dijadikan bahan diskusi dan perdebatan. Saat itu saya menyinggung tentang sebuah Karya seorang tokoh besar Islam bernama Al-Ghazali yang berjudul Tahafut al-Falasifah (Kerancuan Filsafat) yang dibantah oleh Ibnu Rushd, tokoh besar lain yang lahir sesudah Al-Ghazali tiada. Karya Ibnu Rushd yang merupakan bantahan terhadap karya Al-Ghazali tersebut oleh Ibnu Rushd diberi judul Tahafut Al Tahafut (Kerancuan di atas Kerancuan).<br /><br />Dalam debat antara kedua tokoh ini, saya dengan tegas memposisikan diri ada di kubu Ibnu Rushd.<br /><br />Masalahnya, Al-Ghazali adalah tokoh pujaan kaum puritan, sehingga pilihan saya berada di kubu Ibnu Rushd membuat kelompok ini tidak senang. Dan dari semua aliran pemikiran dan gagasan yang muncul di Aceh pasca tsunami, kaum puritan ini adalah yang paling aneh. Jika kelompok lain antusias ketika diajak beradu gagasan, maka kelompok ini tidak. Mereka ingin gagasan apapun yang berkembang di Aceh, harus ada dalam jalur yang telah mereka gariskan secara sepihak.<br /><br />Begitulah, ketika gagasan ini saya lemparkan, dengan segera saya pun mendapat serangan. Di antara beberapa orang kelompok puritan yang menyerang saya ini ada satu orang yang sangat bersemangat menyerang saya, namanya Teuku Zulkhairi. Tapi sayangnya semangat Teuku Zulkhairi saat menyerang saya ini tidak didukung oleh kecerdasan, wawasan dan penguasaan data yang memadai, sehingga serangannya terhadap saya pun pada akhirnya bukan lagi pada gagasan tapi lebih mengarah kepada pribadi (Ad Hominem), yang dengan hati saya layani sampai membuatnya terkaing-kaing lari.<br /><br />Pilihan saya mendukung Ibnu Rushd ditambah dengan beberapa debat lain dengan saya yang tidak pernah bisa dia menangkan, membuat Teuku Zulkhairi memaki-maki dan menyebut saya sebagai kaum pengacau keimanan.<br /><br />Dalam banyak pertemuan dengannya di dunia maya, dia begitu sering mempersalahkan saya saat saya mengkritisi Tahafut al-Falasifah karangan Al-Ghazali, yang selalu saya jawab dengan mempersilahkannnya mengambil argumen dari Tahafut al-Falasifah yang nanti akan saya balas dengan mengambil argumen dari Tahafut Al Tahafut.<br /><br />Tapi Teuku Zulkhairi terus mengelak dari tantangan saya dengan berbagai alasan yang dibuat-buat, sambil terus melecehkan ucapan saya yang mengatakan akan mengambil argumen dari Tahafut Al Tahafut.<br /><br />"Kerancuan di atas Kerancuan" yang merupakan terjemahan tulisan Ibnu Rushd ini dalam bahasa Indonesia, terus menerus digunakan oleh Teuku Zulkhairi untuk melecehkan gagasan saya, yang berpuncak pada keluarnya fitnah yang yang dia tulis diam-diam di Kompasiana dengan judul " Membongkar Kerancuan Di Atas Kerancuan Pemikiran Win Wan Nur" yang penuh dengan berbagai fakta yang dia rekayasa untuk menyudutkan saya baca : http://filsafat.kompasiana.com/2010/03/20/membongkar-%E2%80%9Ckerancuan-di-atas-kerancuan%E2%80%9D-pemikiran-win-wan-nur-oleh-teuku-zulkhairibersambung/<br /><br />Karena itu, supaya masalah ini tidak berlarut-larut karena saya terus menunggu ditanggapinya tantangan saya, kali ini saya memilih untuk langsung menjawab pertanyaan Teuku Zulkhari kepada saya tentang bagaimana sebenarnya pandangan saya pribadi terhadap Al-Ghazali dan Tahafut al-Falasifah karangan tokoh besar Islam ini.<br /><br />Untuk menjawab pertanyaan Teuku Zulkhairi tentang bagaimana saya menilai Imam Ghazali.<br /><br />Saya harus terlebih dahulu menjelaskan, kalau soal sosok Al-Ghazali ini, sangatlah tidak mungkin saya membuat sebuah kesimpulan tunggal, karena cara pandang dan pemikiran tokoh ini banyak berevolusi sepanjang masa hidupnya. Dalam menilai ide-ide dalam karya Al-Ghazali, penilaian yang bisa kita lakukan sangat tergantung pada kapan karyanya tersebut dikeluarkan dan sudah sejauh apa evolusi spiritual yang dia alami saat karya itu ditulis. Sebab Abu-Hamid Muhammad Al-Ghazali yang lahir pada 450 H /1058 M dan wafat pada 505/1111 M ini adalah seorang manusia multi dimensi, dia adalah seorang Asy‘ariah ketika sedang ada bersama kaum Asy‘ariah, dia adalah seorang Sufi ketika bergabung dengan kaum Sufi, dan diapun adalah seorang filsuf ketika berada bersama para filsuf.<br /><br />Jadi kalau kita ingin menilai pribadi tokoh yang satu ini secara komprehensif, maka akan ada banyak sekali dimensi yang harus disatukan, dan karena alasan inilah saya sama sekali tidak tertarik untuk menjadi seorang penilai terhadap pribadi tokoh besar Islam yang satu ini.<br /><br />***<br /><br />Dunia Islam di masa Al-Ghazali hidup, beberapa generasi sebelum kelahirannya dan beberapa generasi sesudah kematiannya adalah dunia intelektual yang penuh dinamika. Ada banyak sekali ragam isu yang diperdebatkan antara sesama cendekia zaman itu. Entah itu ilmu kedokteran, kimia, fisika, matematika, astronomi, psikologi, tasawuf, tauhid dan segala macam ilmu yang kita kenal sekarang.<br /><br />Tapi dari sekian banyak pemikiran tokoh-tokoh Islam pada masa abad pertengahan ini, terus terang minat terbesar saya lebih banyak tertuju pada bidang filsafat yang mereka kembangkan pada masa itu. Saya menaruh minat besar pada bidang ini karena dalam pandangan saya, kesalahan pengambilan pilihan pemikiran filsafat untuk dianut oleh umat Islam pada masa inilah yang menjadi kunci penyebab kemunduran peradaban Islam sampai hari ini.<br /><br />Maka ketika saya berbicara tentang Al-Ghazali, fokus pembicaraan saya adalah pada PEMIKIRANNYA dalam kapasitasnya sebagai FILSUF, bukan pemikiran atau sosoknya sebagai seorang Asy'ariah (meskipun tentu saja akan tetap ada bagian Asy'ariah Ghazali yang akan saya singgung karena pandangan filsafat Al Ghazali memang tidak bisa dilepaskan dari cara pandang khas kaum Asy'ariah) atau sosoknya sebagai seorang Sufi (yang sangat diminati oleh musisi Ahmad Dhani).<br /><br />Kehadiran Al-Ghazali sebagai FILSUF adalah sebagai antitesis untuk aliran Mu‘tazilah, yang merupakan aliran kritis pertama dalam Islam yang lahir kira-kira pada tahun 723 Masehi (orang-orang penganut paham ini disebut Mutakalimun).<br /><br />Filsafat kaum Mu'tazillah ini banyak dipengaruhi oleh filsafat yunani kuno dari tokoh-tokoh semacam Plato dan terutama Aristoteles.<br /><br />Seperti yang saya katakan di atas, Al-Ghazali adalah pengikut aliran kritis yang lain bernama Asy‘ariah yang muncul kira-kira satu generasi setelah kemunculan Mu'tazillah. Aliran ini dinamai demikian dengan mengambil nama Al Asy‘ari, tokoh yang lahir pada tahun 873 masehi.<br /><br />Asy'ariyah ini adalah aliran kritis yang mencoba berada di tengah-tengah antara pandangan tradisional yang yang maunya melarang penggunaan segala hal yang berbau rasional dalam memahami agama (seperti paham Salafi dan wahabi yang marak belakangan ini) dengan pikiran rasional. Aliran Asy'ariah ini terkenal dengan konsepnya yang mengatakan bahwa akal tanpa dibantu dengan wahyu tidak akan bisa menjelaskan kebenaran yang sesungguhnya.<br /><br />Nah ketika Al-Ghazali menghantam filsafat kaum Mu'tazillah, Al-Ghazali bersandar pada cara pandang kaum Asy'ariyah ini.<br /><br />Sebagaimana filsafat Mu'tazillah yang banyak bersintesa dengan alam pikiran Yunani, konsep Asy'ariah yang diadopsi oleh Al Ghazali sendiripun sebenarnya tidak bisa melepaskan argumennya dari pengaruh pemikiran para filsuf Yunani dari kelompok Skeptis dan terutama dari aliran filsafat Stoisisme-nya Zeno dari Citium (334-262 SM) [dalam sejarah sekolah filsfat Stoi (baca : STOA) ada dua Zeno, selain Zeno dari Citium ada lagi Zeno dari Tarsus yang merupakan pemimpin keempat sekolah filsafat Stoi yang hidup sekitar tahun 200 SM] .<br /><br />Dari aliran filsafat Stoisme ini, aliran Ays'ariyah yang dianut oleh Al-Ghazali mengadopsi epistemologi, sensasionalisme, nominalisme dan materialisme mereka.<br /><br />Contoh besarnya pengaruh filsafat Stoi dalam cara pandang aliran ini adalah konsep Asy'ariah tentang kehendak Allah.<br /><br />Dalam Tahafut al-Falasifa, halaman. hal 237, Al-Ghazali mengatakan "Manusia tidak (bisa dikatakan) baik atau jahat karena pembawaan, meskipun pada dasarnya manusia itu lebih cenderung menjadi baik ketimbang menjadi jahat". Ucapan Ghazali ini merujuk pada pandangan Asy'ariah yang mempercayai bahwa benar dan salah adalah urusan manusia yang tidak bisa disangkut pautkan dengan Tuhan.<br /><br />Pandangan Asy'ariah ini jelas sangat dipengaruhi oleh aliran filsafat Stoisisme (Aliran filsafat yang pada masanya menentang habis ajaran aliran filsafat Epicurus yang menyatakan Hedonisme yang menganggap bahwa kesenangan dan kenikmatan materi adalah tujuan utama hidup).<br /><br />Apa yang dikatakan oleh Al Ghazali yang didasari oleh konsep Asy'ariah ini kurang lebih sama dengan "Cui mali nihil est nec esse potest quid huic opus est dilectu bonorum et malorum?" yang artinya kurang lebih "Pilihan apa yang bisa membantu seseorang (berbuat jahat) bagi orang yang tidak memiliki sifat jahat dan juga tidak dimiliki (oleh sifat-sifat jahat itu)" yang merupakan argumen Skeptis dari Carneades yang pernah menjadi mahasiswa di sekolah filsafat Stoi, yang belajar logika di bawah bimbingan Diogenes (Kepala sekolaf filsafat Stoi ke-lima yang hidup sekitar tahun 230-150 SM). Perkataan Carneades ini disampaikan oleh Cicero dalam De natura deorum, iii. 15. 38.<br /><br />Beberapa detail epistemologi khas Stoi ini misalnya disampaikan oleh Ghazali dalam Ihya’ ‘Ulum al-Din Ihya’ dimana Al-Ghazali mengatakan, Jiwa saat lahir adalah putih seperti kertas dan disanalah sifat dicetak (ini yang menjadi dasar konsep tabula rasa) , kemudian Al-Ghazali juga mengatakan manusia memperoleh akan dan pengetahuan tentang baik dan benar pada umur 7 tahun (ini kemudian menjadi dasar anggapan dan cara pandang terhadap anak-anak selama ini yang belakangan oleh Jean Piaget, Erik H Eriksson dan para psikolog perkembangan lainnya telah dibuktikan salah, karena ternyata bayi sudah punya sifat dan karakter sejak masih di dalam perut)<br /><br />Belakangan, oleh pengikutnya, apa yang dimaksud oleh Al-Ghazali sebagai Kehendak Allah yang menjadi rahasiaNya yang tidak bisa ditimbang dengan perhitungan-perhitungan yang berdasarkan akal itu juga termasuk hal-hal semacam jenis kelamin bayi di dalam perut, apakah hujan akan turun atau tidak di saat mendung. Konsep tauhid semacam ini yang merupakan warisan pemikiran Al-Ghazali tersebut masih sering diajarkan kepada saya oleh guru-guru ngaji saya semasa kecil di Takengen.<br /><br />Pandangan Al-Ghazali yang semacam inilah yang ditentang oleh Ibnu Rushd dalam Tahafut Al Tahafut, yang salah satu diantaranya seperti contoh yang saya ambil dari ucapan Ibnu Rushd mengatakan ; Seluruh basis argumen Al-Ghazali salah, karena Al-Ghazali berasumsi bahwa kehendak Allah itu sama seperti kehendak manusia. Padahal Nafsu dan kehendak hanya bisa dimengerti oleh makhluk yang memiliki kebutuhan; Sementara untuk Zat yang Maha Sempurna yang tidak membutuhkan apa-apa, kita tidak memiliki pilihan lain selain mengatakan bahwa ketiak Dia melakukan sesuatu maka yang Dia lakukan itu adalah hal yang paling sempurna. Jadi kehendak Allah harus dipahami dengan makna yang lain dibanding kehendak manusia.<br /><br />Ketika kemudian ucapan Ibnu Rushd ini saya post di status facebook saya, membuat kaum puritan radikal yang dimotori oleh Teuku Zulkhairi menuduh saya sebagai kaum pengacau keimanan dan berbagai sebutan buruk lainnya.<br /><br />Jadi ketika Zulkhairi menanyakan bagaimana saya memandang Al-Ghazali, kalau dipandang dari sudut pandang ini, maka saya memandang Al-Ghazali sebagai tokoh yang berperan besar dalam mempertentangkan antara Iman dan Akal. Dan berkat Al-Ghazali, dalam pertarungan ini Iman lah yang menang. Sehingga merusak semua semangat eksplorasi dan penggalian ilmu pengetahuan yang pada masa itu begitu menggairahkan.<br /><br />Meneruskan apa yang sudah dilakukan oleh gurunya, Ibnu Thufayl dalam novel eksperimental pemikiran Hayy Ibn Yaqzan (dalam novel ini Ibnu Thufayl tampaknya sepakat dengan konsep Ghazali soal tabula rasa), Ibnu Rushd yang hadir belakangan mencoba untuk memperbaiki apa yang telah dirusak oleh Al-Ghazali ini, tapi usahanya tidak berhasil.<br /><br />Oleh para pengikut Al-Ghazali, Ibnu Rushd malah dicap sesat, dimaki dituduh dan difitnah dengan berbagai dakwaan. Oleh orang-orang ini Ibnu Rushd dituduh sebagai pengacau keimanan dengan menyebarkan ilmu-ilmu Yunani. Rakyat Cordoba yang termakan fitnah kelompok ini mengejek dan menghina Ibnu Rushd dengan berbagai kalimat buruk dan tuduhan yang tidak berdasar.<br /><br />Pernah satu kali, ketika Ibnu Rushd melaksanakan shalat Ashar bersama sahabatnya, dia diejek dan diusir dari masjid Cordoba. Masyarakat membakar karya-karyanya. Dan pada puncaknya, Khalifah al-Mansur yang menjadi penguasa di Cordoba waktu itu, sepakat dengan tuduhan masyarakat ini dan kemudian menghukum Ibnu Rushd. Sebagai hukuman atas "kesalahannya" Khalifah al-Mansur memerintahkan Ibnu Rushd untuk dibuang ke perkampungan Yahudi "Lucena".<br /><br />Memang setahun setelah hukuman itu dikeluarkan, para ulama mengadakan protes agar Ibnu Rushd dibebaskan karena diantara kalangan ulama itu banyak yang meyakini kalau Ibnu Rushd tidak bersalah. Tekanan dari ulama yang pro Ibnu Rushd tersebut membuat Khalifah al-Mansur mengeluarkan surat pengampunan terhadap Ibnu Rushd.<br /><br />Setelah dibebaskan, Ibnu Rushd kembali ke Cordoba dan berkumpul lagi dengan keluarganya dan para sahabatnya. Namun tidak lama kemudian ia wafat pada tahun 1198 Masehi dalam usia 72 tahun.<br /><br />Sementara itu fitnah yang dilakukan terhadap Ibnu Rushd yang sudah terlanjur menyebar.<br /><br />Dalam bukunya Mr. Peabody Apple, Madonna penyanyi pop Amerika yang terkenal itu menggambarkan Fitnah itu ibarat sebuah bantal berisi bulu angsa yang di belah di sebuah tanah lapang dalam cuaca berangin.<br /><br />Oleh Madonna digambarkan, bulu yang sebelumnya terkurung dalam bantal, ketika dibelah, diterbangkan angin ke segala penjuru, tanpa bisa diatur kemana arah terbangnya. Dan ketika bulu-bulu angsa pengisi bantal tersebut sudah terlanjur diterbangkan angin, bulu-bulu itupun hinggap di mana-mana, bahkan sampai ke tempat-tempat yang tidak diketahui oleh orang yang membelah bantal itu, bulu-bulu yang sudah terbang itu tidak akan pernah bisa lagi dikumpulkan untuk kembali disatukan menjadi sebuah bantal.<br /><br />Hal seperti yang digambarkan oleh Madonna dalam bukunya itulah yang terjadi pada Ibnu Rushd yang sudah terlanjur dicap sesat oleh orang-orang yang merasa diri beriman. Orang-orang 'beriman' yang sudah termakan fitnah terhadap Ibnu Rushd yang disebarkan oleh orang yang merasa diri PALING BERIMAN tidak bisa lagi satu persatu dikumpulkan untuk diberi penjelasan, tentang duduk perkara yang benar.<br /><br />Akibatnya, meskipun telah diberi pengampunan, ide dan pemikiran Ibnu Rushd sama sekali tidak bisa lagi diterima oleh sebagian sangat besar kalangan Islam (sampai hari ini). Setelah Ibnu Rushd diampuni dan dibebaskan, kalangan umat Islam tetap lebih suka mempertahankan ide-ide Al-Ghazali yang menyerahkan penjelasan dari hampir semua rahasia alam kepada kebijaksanaan Allah dan mempercayai kalau semua rahasia Allah itu tidak akan bisa dipecahkan oleh Manusia dengan mengandalkan akal.<br /><br />Jika di kalangan Islam pemikirannya ditolak, sebaliknya, ide dan pemikiran Ibnu Rushd justru diterima dengan luas dan malah kemudian diadopsi oleh kaum Kristen dan Yahudi. Ide-ide dan pemikiran Ibnu Rushd kemudian diteruskan bukan oleh para pemikir dan filsuf Islam, melainkan oleh para pemikir dan filsuf Kristen dan Yahudi.<br /><br />Di Barat Tahafut al-Tahafut ini telah memengaruhi para filosof untuk mengkritik doktrin Gereja yang sangat dominan. Dari sinilah filsafat pencerahan itu dimulai.<br /><br />Memang, kalau materi yang dibahas dalam filsafat Ibnu Rushd yang khas zaman itu yang melulu mengangkat tema-tema metafisika dan ketuhanan dinilai dengan kacamata filsafat modern, materi yang diangkat oleh Ibnu Rushd sekitar lebih dari 800 tahun yang lalu sudah sangat usang dan sudah tidak relevan lagi untuk diperdebatkan karena apa yang dibahas oleh Ibnu Rushd bahkan logika klasik Aristoteles yang begitu dipuja oleh Ibnu Rushd pun sudah banyak dibantah dan ditolak oleh filsafat modern.<br /><br />Tapi dalam menilai filsafat Ibnu Rushd, materi yang dibahas 800 tahun yang lalu tidaklah terlalu menarik bagi saya, apa yang menarik dari filsafat Ibnu Rushd di mata saya adalah IDE besar dari filsafat yang dikembangkan oleh tokoh yang satu ini, mulai dari rasionalitasnya, penghargaannya yang tinggi terhadap akal dan metode kritisismenya dalam menilai sebuah permasalahan. IDE BESAR filsafat Ibnu Rushd inilah yang telah menginspirasi para filsuf modern, mulai dari Thomas Aquinas sampai pada Immanuel Kant, filsuf positivis terbesar dengan karya fenomenalnya Critique of Pure Reason yang mengubah cara pandang manusia secara keseluruhan terhadap ilmu pengetahuan.<br /><br />Voltaire dan Rousseau yang merupakan pelopor era Renaissance di Perancis, gerakan yang berhasil mengubah wajah eropa sehingga mencapai puncak demilang peradaban, bahkan mengatakan kalau mereka bukan hanya sekadar terpengaruh oleh pemikiran filsafat Ibnu Rushd, tapi mereka terang-terangan mengaku mendapat inspirasi setelah membaca karya-karya Ibnu Rushd.<br /><br />Jadi tidaklah berlebihan kalau kita katakan bahwa pemikiran filsafat Ibnu Rushd inilah sebenarnya menjadi dasar dari kegemilangan peradaban eropa dan barat secara keseluruhan.<br /><br />Inilah yang disebut ironi, dalam Islam, pemikiran dan ide gemilang Ibnu Rushd ini tidak mendapat tempat, bahkan untuk di Indonesia, kalau kita merujuk pada ucapan Teuku Zulkhairi, pemikiran filsafat seperti ini malah diharamkan oleh MUI.<br /><br />Begitulah, kalau ada orang yang menanyakan pendapat saya tentang Tahafut al-Falasifah yang merupakan karya besar Al-Ghazali, maka menurut saya buku ini adalah sebuah karya yang hebat yang dibuat oleh Ghazali untuk mempertahankan IMAN terhadap AKAL, yang dibuat oleh Al-Ghazali berdasar kegelisahannya menyaksikan banyaknya pemikiran intelektual Islam masa itu yang beberapa di antaranya sudah terlalu mendewakan akal.<br /><br />Tapi sayangnya dalam usahanya ini, dalam buku Tahafut al-Falasifah, Al-Ghazali malah menyerang seluruh perilaku orang-orang yang melakukan proses berpikir menggunaan akal dalam menjelaskan segala fenomena alam. Dalam Tahafut al-Falasifah, Al-Ghazali mencela perilaku seperti itu sambil mengajak umat Islam untuk hanya menyerahkan segala permasalahan dan penjelasan terhadap segala fenomena dan rahasia alam semata pada Allah.<br /><br />Dalam Tahafut al-Falasifah, Al-Ghazali membahas dua puluh masalah. Enam belas masalah metafisik dan empat masalah fisik. Dari dua puluh masalah yang dibahas oleh Al-Ghazali tersebut, tujuh belas diantaranya berisi tuduhan terhadap para filsuf yang dikatakan oleh Al-Ghazali telah melakukan bid’ah. Sementara di tiga masalah sisanya, Al-Ghazali dengan yakin mengatakan bahwa para filsuf telah keluar dari Islam, alias KAFIR.<br /><br />Dalam buku berikutnya, Ihya’ ‘Ulum al-Din (yang sedikit potongannya saya kutip di atas), Al-Ghazali mengatakan bahwa hanya ilmu agamalah yang wajib dipelajari secara pribadi (fardlu ‘ain) olah para muslim. Sementara ilmu dunia,hanyalah fardlu kifayah yang kalau sudah ada orang Islam lain yang melakukannya, maka orang Islam sisanya sudah tidak lagi memiliki kewajiban untuk mempelajarinya.<br /><br />Ihya’ ‘Ulum al-Din yang merupakan simbol pemikiran tasawuf, yang sesuai dengan namanya menganjurkan umat Islam untuk mendalami ilmu-ilmu agama saja, telah menjadi senjata pamungkas yang sukses mematikan pemikiran rasional di dunia Islam. Kemudian, ketika pemikiran tasawuf Al-Ghazali kemudian semakin diperkuat oleh Ibnu ‘Arabi. Sejarah kegemilangan dunia Islam-pun resmi berakhir.<br /><br />Alasan-alasan seperti inilah yang membuat saya berpandangan, kalau buku Tahafut al-Falasifah memiliki lebih banyak sisi negatif daripada sisi positifnya, sehingga menurut saya, buku ini lebih bersifat merusak daripada membangun, sebab ide-ide dalam buku ini mengajak orang Islam untuk berhenti berpikir, hal yang menurut saya merupakan sumber keterpurukan umat Islam sejak pudarnya pengaruh Mu'tazillah di abad ke-12 M, sampai hari ini dan belum ada tanda-tanda akan bangkit lagi.<br /><br />Ibarat kisah dalam cerita silat karangan Asmaraman S Kho Ping Hoo, Tahafut al-Falasifah adalah jurus sakti milik umat Islam yang saat dikeluarkan malah berbalik menghantam dan menghancurkan pemilik jurus itu sendiri.<br /><br />Wassalam<br /><br />Win Wan Nur<br /><br />Orang Aceh berdomisili di Jakarta.<br /><br />Sumber :<br /><br />Abu Bakr Ibn Tufail, The History of Hayy Ibn Yaqzan, (New York : Frederick A. Stokes Company)<br />“L'atomisme antique face a l'amour,” Revue philosophique de la France et de l’Étranger (Morana, Cyril, 1996).<br />AL Ghazali/ghaz-mn.htm<br />Tahafut Al-Falasifah (Kerancuan para Filosof) Penulis: Al-Gazali Pengantar: Dr Sulaiman Dunya Penerbit: Marja’ Bandung, Maret 2010<br />TAHAFUT AL-TAHAFUT The Incoherence of the Incoherence http://evans-experientialism.freewebspace.com/averroes03.htm<br />Mengembalikan Masa Kejayaan Islam http://www.albarokah.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=226&Itemid=2<br />Carneades http://www.informationphilosopher.com/solutions/philosophers/carneades/<br />Epicureanism http://en.wikipedia.org/wiki/Epicureanism<br />Ash'ariyya and Mu'tazila http://www.muslimphilosophy.com/ip/rep/H052Asal Linge Awal Serulehttp://www.blogger.com/profile/11909340515190603839noreply@blogger.com14tag:blogger.com,1999:blog-958911628693452465.post-80599436918136470772010-04-19T07:04:00.000-07:002010-04-19T07:05:48.417-07:00Nasaruddin, Mentalitas Kekuasaan Golkar dan Politisi Tuna Nuranihttp://www.theglobejournal.com/kategori/politik/nasaruddin-mentalitas-kekuasaan-golkar-dan-politisi-tuna-nurani.php<br /><br />Nasaruddin, Mentalitas Kekuasaan Golkar dan Politisi Tuna Nurani<br />Win Wan Nur I OPINI | Jum`at, 16 April 2010<br /><br />Takengen - Setelah melalui beberapa manuver politik yang agak sulit diterima oleh akal sehat kaum non politisi Musyawarah Daerah (Musda) VIII Partai Golkar yang digalar di Bale Pendari, Takengon, Minggu (11/4) akhirnya berhasil memilih Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Aceh Tengah periode 2010-2015.<br /><br />Pemilihan Ketua DPD Golkar Aceh Tengah pada Musda VIII ini diikuti oleh tiga kandidat dengan latar belakang beragam.<br /><br />Kandidat pertama adalah Ir. Sukur Kobat, politisi senior yang sudah kenyang makan asam garam dunia perpolitikan Aceh Tengah ini sekarang menjabat sebagai Rektor Universitas Gajah Putih. Sebagai seorang kader Golkar, diantara ketiga kandidat ini Sukur Kobat adalah kandidat yang memiliki karir politik paling panjang di Golkar. Bersama Golkar Sukur Kobat telah mengalami berbagai pasang surut perpolitikan negeri ini, termasuk saat melewati masa-masa sulit pasca runtuhnya Orde Baru.<br /><br />Secara pribadi bisa dikatakan, Sukur Kobat yang mantan ketua DPRD Aceh Tengah periode lalu ini adalah kandidat yang memiliki wawasan yang paling luas, paling mengerti seluk-beluk Golkar di Aceh Tengah serta memiliki tingkat intelektual paling tinggi kalau dibandingkan dengan kedua pesaingnya.<br /><br />Kandidat kedua, Taqwa Wahab adalah politikus muda Golkar yang sudah cukup lama berkecimpung dan aktif di Golkar tapi baru belakangan ini benar-benar fokus dan serius membangun karir politiknya di Aceh Tengah. Taqwa, politikus dari trah Wahab ini memiliki latar belakang sebagai seorang pengusaha yang bergerak dibidang produksi dan penjualan bahan kimia pembersih yang digunakan di hotel-hotel, restoran sampai bandara.<br /><br />Usaha yang dikelola Taqwa bersama keluarganya ini terbilang sukses. Produk mereka sempat menjadi leader dalam persaingan diantara produk-produk sejenis di berbagai kota penting di Indonesia mulai dari Jakarta, Medan, Batam sampai Bali. Tapi usaha yang terbilang sukses ini ditinggalkan oleh Taqwa untuk mengejar karir politiknya di Aceh Tengah.<br /><br />Keputusan Taqwa untuk fokus kepada karir politik ini berbuah manis ketika pada Pemilu 2009 lalu, Taqwa yang oleh Golkar ditempatkan sebagai Caleg nomer urut 5 untuk daerah pemilihannya berhasil menduduki kursi DPRK Aceh Tengah periode tahun ini, dengan mengungguli caleg Golkar yang bernomor urut di atasnya sekaligus juga rival dari partai lain. Dalam pemilihan kali ini, Taqwa jelas menawarkan semangat muda yang segar dan ide-ide pembaharuan.<br /><br />Kandidat ketiga adalah Ir. H Nasaruddin MM, yang sekarang menjabat sebagai Bupati Kabupaten Aceh Tengah. Dibandingkan kedua pesaingnya, kandidat ketiga ini terbilang yang paling cetek pengalaman organisasi Golkar. Nasaruddin maju ke pemilihan ketua DPD Partai Golkar Aceh Tengah ini dengan bermodalkan pengakuannya sendiri bahwa dia pernah menjadi pengurus Partai Golkar saat bertugas di Aceh Barat, tapi pengakuannya ini banyak diragukan oleh beberapa kalangan.<br /><br />Keraguan beberapa kalangan ini cukup masuk akal karena Nasaruddin memiliki latar belakanga karir sebagai PNS, tanpa banyak terlibat di organisasi. Dalam waktu cukup lama Nasruddin hanyalah seorang PNS biasa yang memulai karir dari bawah sampai kemudian meningkat menjadi asisten I Pemkab Aceh Tengah.<br /><br />Terjunnya Nasaruddin ke dunia politik pun bisa dikatakan sebagai sebuah kebetulan, dimulai dari titik balik perjalanan karir Nasaruddin yang terjadi pada tahun 2002, di masa pemerintahan Bupati Mustafa M Tamy. Oleh Mustafa Tamy saat itu, Nasaruddin diangkat menjadi Sekdakab Aceh Tengah menggantikan Ibnu Hajar Lauttawar. Jabatan ini diduduki oleh Nasaruddin sampai 2004, ketika masa jabatan Mustafa Tamy habis. Saat masa jabatan Mustafa M Tamy habis, Nasaruddin naik menggantikan posisinya meski hanya berstatus pejabat bupati. Inilah yang menjadi titik balik bagi Nasruddin untuk menggeluti dunia politik.<br /><br />Berakhirnya masa jabatan Nasaruddin sebagai pejabat bupati ditandai dengan perubahan fundamental sistem pemilihan bupati di Aceh Tengah, yang sebelumnya melalui penunjukan langsung, kini memasuki babak baru dengan pemilihan langsung. Situasi ini membuat Nasaruddin yang ingin melanjutkan jabatan sebagai bupati secara permanen mau tidak mau harus mendekati partai-partai politik sebagai kendaraan untuk mencalonkan dirinya sebagai bupati pada Pilkada 2006 lalu.<br /><br />Saat itu Nasaruddin yang tidak pernah punya latar belakang aktivitas politik praktis ini gagal mendekati Golkar dan PPP yang menjadi kekuatan politik utama di Aceh Tengah waktu itu. Tapi Nasaruddin berhasil mendekati empat partai gurem yaitu PBR, PAN, PKPI, Partai Patriot Pancasila untuk menjadi kendaraan politik untuk maju sebagai calon bupati Aceh Tengah dengan menggandeng Drs.H.Djauhar, putra dari seorang ulama berpengaruh di Takengen.<br /><br />Golkar, pada pemilu tahun 2006 tersebut menetapkan Mahreje Wahab sebagai calon bupati. Mahreje adalah abang kandung dari Taqwa Wahab yang juga merupakan salah satu kandidat dalam pemilihan Ketua DPD Golkar Aceh Tengah pada Musyawarah Daerah (Musda) VIII ini.<br /><br />Di dalam Golkar sendiri, penunjukan Mahreje sendiri ternyata menimbulkan gejolak di dalam tubuh partai yang meraih kursi terbanyak untuk DPRD Aceh Tengah pada pemilu legislatif sebelumnya. Di internal Golkar sendiri, dalam proses pengajuan untuk menjadi calon bupati yang mewakili Golkar, Mahreje Wahab menyingkirkan Sukur Kobath, salah satu tokoh sentral di tubuh Golkar Aceh Tengah yang juga salah satu kandidat yang bertarung dalam dalam pemilihan Ketua DPD Golkar Aceh Tengah pada Musda VIII ini.<br /><br />Tersingkir dari persaingan di internal partai Golkar ini ternyata tidak membuat pudar ambisi Sukur Kobath yang saat itu menjabat ketua DPRD untuk menjadi bupati Aceh Tengah. Gagal naik dari Golkar, Sukur Kobath kemudian bergerilya dan akhirnya berhasil menggandeng partai demokrat untuk menjadikan dirinya sebagai calon bupati untuk bertarung di Pilkada 2006.<br /><br />Sebagaimana kita ketahui bersama, Pilkada 2006 ini kemudian dimenangi oleh Nasaruddin.<br /><br />Pasca memenangi pilkada, tidak serta merta membuat jalan Nasaruddin menuju kursi bupati menjadi mulus. Setelah Nasaruddin dipastikan memenangi pilkada 2006, di Takengen terjadi gejolak yang berpunca pada tuduhan bahwa kemenangan yang diraih Nasaruddin selama pilkada tidak didapat dengan cara-cara jujur.<br /><br />Dengan membawa bukti-bukti, partai pendukung dan para calon bupati yang kalah pada Pilkada 2006 tersebut menuduh Nasaruddin melakukan banyak kecurangan. Salah satu yang paling sengit melancarkan tuduhan kecurangan ke arah Nasaruddin waktu itu tentu saja Golkar yang perolehan suaranya paling mendekati perolehan suara Nasaruddin.<br /><br />Suasana semakin tidak menentu ketika tuduhan melakukan kecurangan yang diarahkan kepada Nasaruddin tersebut semakin memuncak, tiba-tiba secara ajaib kantor KIP Aceh Tengah terbakar. Kebakaran yang terjadi sekitar jam 4 subuh di kantor KIP yang terletak di belakang kediaman Kapolres Aceh Tengah itu, meludeskan seluruh dokumen pilkada yang bisa digunakan untuk menjadi bukti kecurangan Nasaruddin.<br /><br />Kejadian ini jelas membuat gusar para calon yang kalah yang merasa dicurangi oleh Nasaruddin dalam pilkada 2006 tersebut. Kegusaran para calon yang kalah atas kejadian itu diberitakan secara lugas oleh koran online Kapanlagi.com<br /><br />"Kami merasa dirugikan dengan terbakarnya kantor KIP. Kami minta Bapak Kapolres menuntaskan persoalan ini," tutur Sukur Kobath kepada media ini.<br /><br />"Patut diduga ini dibakar, karena selain dijaga petugas dari kepolisian dan pamong praja, di kantor KIP tersimpan sejumlah dokumen yang akan sama-sama diteliti tentang adanya kecurangan dalam Pilkada. Dari dulu aman, kenapa ketika kami mau menegakkan kebenaran justru kantor ini terbakar atau dibakar," sebut Sukur di Kapanlagi.com<br /><br />"Bagaimana mau duduk, kantornya sudah dibakar. Kami akan melakukan aksi turut berduka cita, atas matinya demokrasi dan kejujuran di Aceh Tengah," sebut Mahreje.<br /><br />Peristiwa ini membuat penolakan terhadap kemenangan Nasaruddin semakin membesar, sehingga pelantikannya sebagai bupati terus tertunda dan semakin berlarut-larut. Para calon yang kalah dan partai politik yang menaunginya dengan didukung oleh masyarakat yang menjadi konstituen mereka menuntut pemilihan ulang. Pada 24 Desember massa bahkan sempat menyandera beberapa anggota KIP Aceh Tengah, mendesak mereka untuk menandatangani pernyataan bahwa KIP Aceh menyetujui Pilkada ulang.<br /><br />Tapi, ketua KIP Aceh Tengah, Abdullah Ahmad yang menghubungi KIP Aceh tentang masalah tuntutan masyarakat tersebut mengatakan bahwa pilkada ulang tidak bisa dilakukan, menurutnya meskipun dokumen di Kantor KIP Aceh Tengah sudah ludes terbakar namun dokumen hasil penghitungan suara masih ada, karena dibawa oleh Ketua KIP Aceh Tengah ke Banda Aceh.<br /><br />Keadaan seperti ini membuat situasi perpolitikan di Aceh Tengah tidak menentu dan penuh ketidak pastian, keadaan seperti ini terus berlangsung sampai lebih dari tiga bulan. Dalam masa ini Nasaruddin dan para pendukungnya juga tidak tinggal diam, mereka mulai mendekati para mantan anggota GAM yang memiliki akses ke gubernur Aceh yang baru yaitu Irwandi Yusuf, dan ternyata pendekatan itu berhasil.<br /><br />Akhirnya di tengah berbagai ketidak pastian politik tersebut untuk mengakhiri polemik, pada 3 april 2007 dalam sebuah Sidang Paripurna Istimewa di itu Gubernur NAD, drh Irwandi Yusuf melantik Nasaruddin sebagai bupati Kabupaten Aceh Tengah yang baru.<br /><br />Melihat latar belakang politik Nasaruddin ditambah dengan apa yang telah dia lakukan yang pernah sangat menyakitkan partai Golkar. Maka, pada pemilihan Ketua DPD Golkar Aceh Tengah pada Musyawarah Daerah (Musda) VIII, siapapun yang berpikir dengan logika dan etika normal di dunia beradab, pasti langsung memperkirakan kalau Sukur Kobath dan Taqwa Wahab lah yang akan bersaing ketat dalam usaha menduduki kursi ketua.<br /><br />Di antara ketiga calon ini, Sukur Kobath jelas yang paling berpengalaman dan tahu segala detail kecil urusan Golkar di Aceh Tengah, Taqwa Wahab sendiri dikenal sebagai pendukung setia Akbar Tanjung yang sempat agak tersisih saat Jusuf Kalla menjadi ketua, tapi sekarang ketika Aburizal Bakri yang adalah orangnya Akbar Tanjung berkuasa, maka logikanya para kader Golkar tentu akan melihat ini sebagai nilai plus Taqwa.<br /><br />Tapi, dunia politik di Indonesia ini logika dan etika normal di dunia beradab itu sama sekali tidak berlaku. Di negeri ini, atas nama politik pelecehan terhadap logika, akal sehat apalagi logika menjadi sah. Dalam dunia politik indonesia kepentingan jangka pendek nan pragmatis ada di atas segalanya.<br /><br />Apalagi kali ini kita berbicara tentang partai Golkar, partai penyokong utama Orde Baru yang memang tidak didesain untuk menjadi sebuah partai oposisi, menjadi penguasa sudah menjadi DNA partai ini. Elite Golkar tidak bisa melepaskan diri dari mentalitas dan tradisi sebagai penguasa karena sejak awal kelahirannya, Partai Golkar memang didesain sebagai partai negara (state party) yang dibangun dengan semangat dari atas ke bawah, bukan sebaliknya. Golkar memang didesain untuk menjadi partai yang menyuarakan kehendak penguasa untuk didengarkan oleh rakyat, bukan sebaliknya.<br /><br />Seorang tokoh di Golkar hanya dihargai kalau si tokoh tersebut memiliki kekuasaan, sebesar apapun jasanya terhadap partai di masa lalu, jika si tokoh tidak memiliki kekuasaan, maka di mata para kader Golkar nilainya adalah 'Nol Besar'. Akbar Tanjung, tokoh yang paling berjasa di Golkar pasca jatuhnya Orde Baru pernah merasakan ini.<br /><br />Ketika Golkar dihujat habis-habisan oleh segala penjuru angin, ketika semua orang Golkar menghilang karena takut, Akbar membuktikan diri sebagai nahkoda yang handal. Sendirian Akbar menghadapi serangan-serangan itu dan Golkar terbukti selamat, malah pada Pemilu pertama Pasca Orde Baru, Golkar masih mampu menduduki posisi kedua. Bahkan lebih hebat lagi, Pemilihan Umum 2004, kepemimpinan AKbar berhasil membawa Golkar menjadi pemenang. Meskipun kemudian kalah di pemilihan Presiden yang kita ketahui bersama saat itu dimenangi oleh SBY dengan wakilnya Jusuf Kalla, seorang kader Golkar yang membelot bergabung dengan SBY dan bertarung melawan Wiranto yang merupakan kandidat pilihan Golkar.<br /><br />Pasca terpilihnya SBY-Kalla, Golkar sempat menjadi partai oposisi bersama PDIP yang merupakan pemenang kedua dalam Pemilu 2004. Koaliasi kedua Partai ini benar-benar kuat, koalisi ini menyapu bersih semua jabatan yang ada di DPR.<br /><br />Lalu diselenggarakanlah Musyawarah Nasional VII Partai Golkar di Bali, Jusuf Kalla yang secara resmi masih merupakan anggota Golkar ikut mencalonkan diri menjadi ketua. Saat itu, siapapun yang berpikir dengan logika dan etika normal di dunia beradab, pasti langsung memperkirakan kalau Jusuf Kalla tidak akan berkutik di pemilihan ini menghadapi Akbar Tanjung yang telah begitu banyak memberikan jasa kepada Golkar.<br /><br />Tapi sekali lagi, elite Golkar tidak bisa melepaskan diri dari mentalitas dan tradisi sebagai penguasa. Sosok Akbar Tanjung yang saat itu tidak memiliki jabatan apa-apa, menjadi terlihat sama sekali tidak menarik di mata para elite Golkar. Sebaliknya Jusuf Kalla yang saat itu menjabat wakil presiden, jelas memancarkan sinar yang begitu kemilau. Kemudian politisi Golkar sendiri rata-rata adalah manusia tuna nurani.<br /><br />Sehingga ketika pemilihan ketua umum partai Golkar dalam Musyawarah Nasional VII Partai Golkar di Bali itu berakhir, Akbar terpelanting dengan mengenaskan, lawannya Jusuf Kalla terpilih secara telak.<br /><br />Dalam Munas VII Partai Golkar di Bali waktu itu, bukan hanya orang yang anti Akbar yang memilih Kalla, bahkan orang seperti Syamsul Mu�arif yang dikenal sebagai "orang dekat" Akbar, yang menjadikannya Ketua Fraksi Golkar di DPR. Lalu oleh Akbar bahkan namanya disodorkan kepada Presiden Megawati untuk diangkat sebagai Menteri Negara Komunikasi dan Informasi. Di Munas Golkar ini, membelot ke kubu Jusuf Kalla.<br /><br />Maka tidak heranlah ketika pasca terpilihnya Jusuf Kalla waktu itu Akbar Tandjung dalam wawancaranya dengan sebuah stasiun televisi dengan lemas berkata "Saya seperti dikepung dari delapan penjuru angin!"<br /><br />Hal seperti ini pula terjadi di Takengen pada saat Musyawarah Daerah (Musda) VIII Partai Golkar Aceh Tengah kemarin. Sukur Kobath boleh telah berjasa banyak buat Golkar, boleh memiliki tingkat intelektual yang tinggi. Taqwa Wahab boleh punya masa depan cemerlang dan memiliki kedekatan dengan pengurus pusat partai Golkar. Tapi di mata para kader partai berlambang beringin, tiada cahaya yang lebih kemilau dibanding kemilau cahaya kekuasaan.<br /><br />Sehingga ketika, Nasaruddin yang berstatus sebagai orang nomor satu di kabupaten ini maju sebagai calon ketua, mudah ditebak segala kelebihan alias nilai plus yang dimiliki oleh Sukur Kobath dan Taqwa Wahab langsung terlihat tidak memiliki nilai apa-apa di mata sebagian besar kader Golkar yang memilik hak suara. Sehingga tanpa banyak kesulitan Nasaruddin mempecundangi dengan telak kedua calon ini sekaligus.<br /><br />Bagi Sukur Kobath yang telah banyak makan asam dan garam dan telah terbiasa dengan kalah dan menang, kekalahan ini mungkin sakit tapi pasti sudah dia perkirakan dari awal. Tapi bagi Taqwa Wahab, kekalahan ini adalah tamparan keras di wajah, kekalahannya dalam pemilihan ketua Golkar kali ini adalah bukti Nasaruddin sekaligus bukti ketidak berdayaan trah Wahab saat berhadapan dengannya. Dalam pemilihan kali ini, Taqwa seolah menapak tilasi jejak abangnya Mahreje Wahab yang dipecundangi oleh orang yang sama pada pilkada Bupati Aceh Tengah yang lalu.<br /><br />Kemudian karena kultur "jilat" dan "ABS" selama puluhan tahun memang sangat mencolok dalam tubuh Golkar, terpilihnya Nasaruddin ini sudah pasti akan menumbuh suburkan kultur itu. Contoh nyata tumbuh suburnya kultur ini langsung bisa kita saksikan beberapa saat setelah Nasaruddin terpilih.<br /><br />Begitu Nasaruddin telah terpilih secara resmi di facebook langsung muncul ucapan selamat terhadap Nasaruddin. Dalam status ini Nasaruddin yang tidak pernah memberi kontribusi apa-apa kepada Golkar ini disebut sebagai "seorang kader terbaik partai", dan penulis status ini adalah seorang anak muda yang selama ini dikenal sebagai demonstran yang sering menyerang kebijakan pemerintah, bernama Hendra Budian.<br /><br />Lalu, kalau sudah begini keadaannya, buat kita rakyat jelata yang menyaksikan, apa yang bisa kita dapat dari peristiwa ini?. Ya tidak ada apa-apa, karena dunia politik ini memang bukan dunia rakyat jelata.<br /><br />Seperti kata Iwan Fals di lagu "Asik Nggak Asik"<br /><br />Dunia politik punya hukum sendiri<br />Colong sana colong sini atau colong colongan<br />Seperti orang nyolong mangga<br />Kalau nggak nyolong nggak asik<br /><br />Rakyat lugu kena getahnya<br />Buah mangga entah kemana<br />Tinggal biji tinggal kulitnya<br />Tinggal mimpi ambil hikmahnya<br /><br />Dunia politik dunia bintang<br />Dunia pesta pora para binatang<br /><br />Wassalam<br /><br />Win Wan NurAsal Linge Awal Serulehttp://www.blogger.com/profile/11909340515190603839noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-958911628693452465.post-89929287804961886672010-04-19T07:03:00.002-07:002010-04-19T07:04:20.776-07:00SD Karang Jadi, Sekolahku dan Cik Jon Sahabat Keluarga KamiPada awal dekade 80-an, aku tinggal di desa Fajar Harapan, sebuah desa kecil yang terletak di kaki gunung Bur Ni Telong yang saat itu berada dalam Kecamatan Timang Gajah, kabupaten Aceh Tengah. Tapi sekarang desa ini masuk ke dalam wilayah administrasi Kabupaten Bener Meriah.<br /><br />Aku bersekolah di SD Negeri Karang Jadi, sebuah SD Inpres yang saat itu merupakan satu-satunya sekolah Dasar dalam radius 10 kilometer (antara Lampahan dan Simpang Balik). Saat aku masuk di kelas I, kelas tertinggi di sekolah ini baru sampai kelas IV, kelas V dan kelas VI masih kosong.<br /><br />Rumahku cuma terpisah jarak 200 meter dari sekolahku ini, jadi aku tidak poernah terlambat masuk sekolah, dan oleh guruku aku sering dititipi kunci ruangan kelas dan membuka ruangan itu setiap pagi. Sementara banyak teman-teman sekelasku tidak seberuntung aku, beberapa dari mereka tinggal di kebun-kebun kopi di daerah Bur Lah yang jaraknya sekitar 6 atau 7 kilometer dari sekolah kami. Jadi teman-temanku itu, agar tidak terlambat harus bangun lebih pagi dan berjalan kaki ke sekolah kami. Seringkali mereka terpaksa menenteng sepatu yang dikenakan, karena jalan setapak yang mereka lalui becek diguyur hujan.<br /><br />Secara etnisitas, teman-teman sekelasku cuma terdiri dari dua suku, yaitu suku Gayo dan suku Jawa yang semuanya memiliki orang tua yang berprofesi sebagai petani.<br /><br />Pada waktu itu, profesi petani bukanlah sebuah profesi yang menghasilkan banyak uang meskipun tidak sampai membuat orang kelaparan. Meskipun tidak kekurangan makan, tapi rata-rata teman sekalasku bahkan tidak memiliki cukup uang untuk sekedar membeli sabun mandi, aku tahu itu karena tidak satupun rumah di desa tempatku tinggal itu yang memiliki kamar mandi. Kami semua mandi di tempat pemandian umum, dan setiap kali mandi kulihat, cuma aku satu-satunya yang memiliki sabun mandi (merk Camay) dan shampo bubuk (merk Tancho) dalam kotak perlengkapan mandi. Teman-temanku yang lain semuanya menggunakan sabun cuci Cap Sampan untuk mandi dan air perasan jeruk yang biasa digunakan untuk bumbu sayuran sebagai pengganti Shampo untuk membersihkan kulit kepala.<br /><br />Karena situasinya seperti ini, saat guru kami mengajarkan cara menjaga kesehatan mulut, kami tidak diajari untuk menggunakan sikat gigi yang benar dengan pasta gigi berfluoride. Dalam ruangan kelas, guru kami mengajari kami untuk menjaga kebersihan mulut dengan cara menggosok gigi menggunakan sejenis rumput yang dalam bahasa Gayo disebut 'tetusuk'atau yang agak lebih elit menggunakan arang.<br /><br />Teman-teman sekelasku jarang sekali yang memiliki uang jajan. Saat itu teman-teman saya termasuk saya sendiri hanya diberikan uang oleh orang tua sebatas untuk keperluan sekolah saja, seperti untuk membeli buku dan alat tulis. Bagi kami bahkan memiliki banyak buku tulis pun sudah terhitung sebuah kemewahan, tidak sedikit teman sekelasku yang hanya memiliki satu buah buku tulis yang digunakan untuk mencatat semua pelajaran.<br /><br />Mainan juga demikian, kami sama sekali tidak memiliki mainan plastik apalagi mainan elektronik. Satu-satunya anak yang memiliki mainan elektronik di kampung kami ini cuma aku sendiri. Waktu itu aku punya mainan semacam video tanpa suara yang dijalankan dengan tenaga baterai dan ditonton dengan cara diintip. Aku punya tiga buah kaset untuk alat ini, yang satu ceritanya tikus dan kucing yang kejar-kejaran, satu lagi orang berkostum aneh yang berloncat-loncatan di gedung-gedung, kata ayahku namanya Spiderman, satu lagi aku lupa.<br /><br />Teman-temanku selalu berebutan untuk melihat mainanku ini, tapi ayahku bilang satu hari mainanku ini cuma bisa dipakai sekali. Karena mainan ini harus dijalankan dengan menggunakan baterai yang harganya mahal. Karena itulah aku membuat giliran untuk teman-temankku yang ingin melihat film dalam mainanku ini, yang sudah pernah menonton tidak boleh menonton lagi sampai gilirannya datang lagi.<br /><br />Aku mendapat mainan ini dari seorang teman keluargaku yang biasa kupanggil Cik Jon, yang kukenal pada tahun 1979, saat aku masih tinggal bersama dengan kakekku di Isaq.<br /><br />Cik Jon, sahabat keluarga kami ini memiliki ciri fisik yang sangat berbeda dengan semua orang yang pernah kukenal. Misalnya, secara ukuran tubuh saja Cik Jon benar-benar berbeda dengan orang yang pernah kulihat. Cik Jon bahkan lebih tinggi dari ayahku, padahal sebelum bertemu Cik Jon, aku belum pernah melihat ada satu orangpun yang lebih tinggi dari ayahku. Ciri fisik lain yang sangat berbeda dari Cik Jon adalah hidungnya yang sangat mancung, jauh lebih mancung dibanding hidung semua orang yang pernah kukenal.<br /><br />Hal aneh lain yang kulihat dari fisik Cik Jon adalah kulitnya yang berwarna merah jambu, padahal selama ini kebanyakan orang yang kulihat memiliki kulit berwarna hitam seperti kulit ayahku, coklat seperti kulitku atau putih seperti kulit ibuku. Rambut dan semua bulu di tangan dan kaki Cik Jon berwarna kuning, tidak hitam seperti milikku dan hampir semua orang yang kukenal.<br /><br />Warna kulit dan warna rambut Cik Jon ini mirip seperti warna kulit dan warna rambut Cina bisu yang bekerja sebagai pengayuh becak barang yang selalu lewat di depan rumah bibiku di Jalan Mersa Takengen. Yang selalu kuingat dari Cina bisu ini adalah dia selalu memicingkan mata setiap kali matahari bersinar terik.<br /><br />Dulu waktu pertama kali melihat cina bisu pengayuh becak itu, aku pernah menunjukkan keherananku. Oleh bibiku yang bekerja sebagai perawat, aku dijelaskan kalau si Cina bisu itu kulitnya seperti itu karena satu kelainan (waktu menjelaskan padaku bibiku mengatakan kelainan itu sebagai "penyakit" )yang dia dapat sejak lahir, bukan cuma kulitnya, tapi matanya juga tidak tahan kena matahari langsung, karena itulah dia selalu memicingkan mata, kata bibiku itu.<br /><br />Aku tidak begitu mengerti penjelasan bibiku ini, tapi aku tahu cina bisu terlihat berbeda dengan kami karena dia sakit, dia yang tidak bisa berbicara juga kupikir pasti karena sakitnya ini.<br /><br />Karena itulah dulu waktu pertama bertemu Cik Jon aku menyimpulkan kalau Cik Jon juga sakit seperti Cina Bisu yang biasa kulihat lewat mengayuh becaknya di depan rumah bibiku. Tapi aku benar-benar kaget ketika mengetahui Cik Jon ternyata bisa bicara, lalu setelah kuperhatikan lagi Cik Jon tidak pernah memicingkan mata di bawah matahari yang bersinar terik.<br /><br />Aku sempat merasa bingung dan penasaran melihat keanehan Cik Jon ini. Tapi karena kulihat Cik Jon sangat dihargai oleh orang-orang dewasa di keluargaku, aku takut untuk menanyakan kepada mereka kenapa Cik Jon bisa seperti itu. Belakangan ketika sudah ada televisi dan di televisi sering diputar film-film Amerika, baru aku tahu kalau di dunia ini ada banyak orang seperti Cik Jon di negara yang namanya Amerika itu, negara tempat Cik Jon berasal yang kutahu sangat jauh letaknya tapi tidak aku tahu persis dimana.<br /><br />Waktu aku tinggal di Isaq itu, setiap malam sehabis shalat Isya, Cik Jon yang pulang shalat dari mesjid bersama kakekku, yang juga seperti kakekku masih mengenakan kain sarung selalu berbincang-bincang dengan kakekku di bale-bale dapur kami. Saat mereka berbincang-bincang, biasanya aku selalu berada di sana untuk mendengarkan, tapi meskipun Cik Jon dan Kakekku berbincang dalam bahasa Gayo, tidak satupun kalimat yang mereka bicarakan yang aku mengerti. Aku sendiri cukup akrab dengan Cik Jon, dia sering menggendongku dan pernah sekali memberiku uang jajan tapi dilarang oleh kakekku dan sejak itu dia tidak pernah lagi memberiku uang jajan.<br /><br />Satu hari tiba-tiba Cik Jon menghilang dari kampung kami, aku tidak tahu dia kemana dan aku juga tidak pernah menanyakannya kepada kakekku. Hampir bersamaan dengan menghilangnya Cik Jon, aku juga kembali tinggal dengan orang tuaku untuk bersekolah. Aku bertemu kembali dengan Cik Jon di Medan, pada sekitar tahun 1981 ketika aku mengantarkan kakekku naik haji. Ketika itulah dia memberikan mainan kebanggaanku itu yang katanya dia beli di Hongkong yang tidak kutahu di mana letaknya itu.<br /><br />Belakangan ketika aku dewasa aku tahu kalau Cik Jon ini memiliki nama lengkap John Richard Bowen, seorang profesor Antropologi yang banyak menulis karya antropologi tentang Gayo, diantaranya Sumateran Politics and Poetics, Muslim Through Discourse, Islam and The Equality in Indonesia dan lain-lain, beliau sekarang mengajar di University Of Washington di St. Louis, Missouri di Amerika sana. Belakangan pula aku ketahui kalau perbincangannya dengan kakekku yang dulu tidak kumengerti itu adalah wawancara yang Cik Jon lakukan sebagai bahan untuk menyelesaikan disertasinya untuk mendapatkan gelar doktor.<br /><br />Perbincangan antara Cik Jon dan kakekku di bale-bale dapur rumah kami itu, yang dulu sama tidak kumengerti itu sekarang tercatat di dalam dua buku karya Cik Jon yang dia beri judul, Sumateran Politics and Poetics Gayo History 1900-1989 yang diterbitkan oleh Yale University Press pada tahun 1991 dan Muslim Through Discourse.<br /><br />Sekarang aku masih sering berhubungan dengan Cik Jon via E-mail, dari cerita-cerita di E-Mail aku meminta Cik Jon mengirimiku buku-bukunya dan dalam buku itu aku membaca kembali dialog Cik Jon dengan Kakekku yang sekarang sudah almarhum setiap malam sehabis shalat Isya pada tahun 1979 lalu.<br /><br />Seperti dulu aku yang selalu mendengarkan dialog Cik Jon dengan almarhum kakekku dengan khusuk, sekarang pun aku menyimak dialog itu dengan penuh rasa ingin tahu, tapi bedanya dengan tahun 1979 lalu, sekarang aku sudah sangat paham apa yang mereka perbincangkan. Meskipun perbincangan yang mereka lakukan dalam bahasa Gayo itu, dalam buku ini sudah diterjemahkan oleh Cik Jon ke dalam bahasa Inggris.<br /><br />Wassalam<br /><br />Win Wan NurAsal Linge Awal Serulehttp://www.blogger.com/profile/11909340515190603839noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-958911628693452465.post-1389300658865727642010-04-19T07:03:00.001-07:002010-04-19T07:03:46.522-07:00Jaringan Teroris Asal Aceh Versi Jawa PosSetiap kali ada berita seperti ini saya selalu suka membandingkan cara penyampaian berita oleh berbagai media.<br /><br />Dan selalu cara penyampaian berita itu selalu terkait dengan suasana emosional pembaca berita tersebut.<br /><br />Hari ini kebetulan saya ada di Bali, jadi saya mencoba membaca beberapa media lokal untuk mengetahui cara mereka menggambarkan peristiwa ini, dan seperti biasa, saya juga penasaran dengan cara JAWA POS dalam memberitakan peristiwa ini.<br /><br />Pembaca di Bali yang tidak memiliki hubungan emosional yang kentara dengan Aceh dan secara umum bisa dikatakan memiliki hubungan yang tidak terlalu harmonis dengan suku Jawa yang merupakan mayoritas pendatang di provinsi tersebut, dalam menuliskan berita tertangkapnya 6 teroris di Medan ini sama sekali tidak menekankan pentingnya kata ACEH.<br /><br />Surat Kabar terbesar di Bali, Bali Post misalnya, menurunkan berita ini di halaman pertama dengan judul "Enam Tersangka Teroris Ditangkap, Dua Kabur". Dalam seluruh isi berita kisah penangkapan teroris di Medan ini, Bali Post hanya menyebut kata Aceh satu kali, dalam kalimat " Setelah dibawa dan diperiksa di Mapoltabes Medan, pihaknya menemukan peta Sumut dan Aceh yang dimiliki tersangka itu"<br /><br />Surat kabar terbitan Bali yang lain yang memiliki Oplag cukup signifikan, Nusa Bali juga menurunkan berita ini di halaman pertama, dengan judul utama (ditulis dengan huruf berukuran besar dan tebal ) "6 Teroris Ditangkap, 1 Tertembak". Lalu dibawahnya ada judul pendukung yang ditulis dengan huruf berukuran lebih kecil " Teroris Medan Mengaku Rencana Ledakkan Cikeas"<br /><br />Di Nusa Bali nama Aceh disebut beberapa kali, tapi oleh Nusa Bali, penyebutan nama Aceh tersebut sama sekali tidak disebutkan sebagai tempat asal teroris.<br /><br />Kata Aceh disebut di Nusa Bali dalam kalimat-kalimat berikut :<br /><br />* Setelah serangkaian penggerebekan di Aceh, 6 teroris Medan Sumatera Utara, sabtu (11/4 subuh)<br />* Melintas dengan mobil Toyota Kijang plat BL (Aceh)<br />* Sebagaimana rekannya yang digrebek di Aceh<br />* Mobil Kijang plat Aceh yang digunakan teroris sudah disita polisi<br />* Peta Nanggroe Aceh Darussalam<br />* Sebuah Mobil Toyota Kijang Plat Aceh<br />* Dicari terkait jaringan teroris yang masuk ke Aceh<br /><br />Dalam menjelaskan jati diri keenam teroris itu Nusa Bali menjelaskan " Untuk dua teroris berasal dari Bandar Lampung sedang empat lainnya berasal dari Jawa"<br /><br />Bandingkan kedua penggambaran berita penangkapan teroris di medan ini dengan berita Jawa Pos yang dimuat di berita utama di halaman belakang surat kabar terbitan Surabaya ini<br /><br />Enam Teroris DPO Aceh Tertangkap (ditulis dengan huruf berukuran besar dan tebal)<br />Dalam Razia di Medan (ditulis dengan huruf berukuran kecil)<br /><br />MEDAN - Sekelompok orang yang diduga sebagai anggota jaringan teroris asal Aceh dan masuk DPO (daftar pencarian orang) tertangkap polisi dalam razia di Medan dini hari kemarin (11/4). Enam orang yang ditangkap itu langsung dibawa ke Mapoltabes Medan. Dua orang lainnya kabur.<br /><br />Berdasar laporan Rakyat Aceh (Jawa Pos Group), enam orang tersebut ditangkap di depan eks pool ANS di Jalan Sisingamangaraja, Medan, sekitar pukul 03.00. Saat itu petugas Sabhara Poltabes Medan dibantu personel Polsek Medan Kota melakukan razia di tempat kejadian perkara (TKP).<br /><br />Lengkapnya baca di http://www.jawapos.com/halaman/index.php?act=detail&nid=127870<br /><br />Dengan membandingkan berita di dua surat kabar terbitan Bali ini dan surat kabar terbitan Surabaya ini, kita jelas melihat ada dua sikap yang berbeda. Bali yang tidak memiliki tendensi apa-apa terhadap Aceh sama sekali tidak mensangkut-pautkan kejadian penangkapan teroris di medan tersebut dengan Aceh. Untuk berita di Nusa Bali, Malah orang Medan yang ketiban sial mendapat cap teroris, nusa Bali juga dengan lugas menyebutkan kalau Empat dari enam teroris itu berasal dari Jawa.<br /><br />Sementara Jawa Pos yang berita-beritanya tentang Aceh sejak zaman konflik dulu yang memang selalu tendensius terhadap Aceh, kali ini pun tidak berbeda.<br /><br />Jawa Pos dengan lugas mengatakan bahwa tersangka teroris yang ditangkap di Medan tersebut sebagai "Sekelompok orang yang diduga sebagai anggota jaringan teroris ASAL ACEH"<br /><br />Tapi karena memang sudah dari dulu demikian, saya tidak terlalu heran. Yang membuat saya penasaran adalah bagaimana cara harian Rakyat Aceh yang merupakan kaki tangan Jawa Pos di Aceh dalam memberitakan peristiwa ini.<br /><br />Wassalam<br /><br />Win Wan NurAsal Linge Awal Serulehttp://www.blogger.com/profile/11909340515190603839noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-958911628693452465.post-25645975903094306622010-04-19T07:02:00.000-07:002010-04-19T07:03:02.457-07:00TV One dan Teroris Asal ACEH Warga MAGETANBeberapa waktu yang lalu saya pernah menulis sebuah artikel tentang cara beberapa media di Indonesia dalam menurunkan berita tentang pelatihan teroris di Aceh. Baca : http://polhukam.kompasiana.com/2010/03/23/berita-terorisme-di-aceh-dan-opini-yang-dibentuk-media/<br /><br />Di situ saya mengkritisi beberapa media yang secara konsisten menyebut para teroris iti sebagai teroris Aceh, padahal jelas-jelas mayoritas dari para teroris itu berasal dari Jawa.<br /><br />Akibat penyebutan yang semena-mena seperti ini ada banyak warga Aceh yang dirugikan.<br /><br />Misalnya ketika tulisan tersebut saya post di facebook, seorang mahasiswi asal Aceh yang kuliah di UNIMED (Universitas Negeri Medan) mengatakan kepada saya kalau sejak istilah TERORIS ACEH itu di blow oleh media, dia dijadikan bulan-bulanan oleh teman-temannya, dia diejek sebagai saudaranya teroris. Mahasiswi yang sama juga mengatakan kalau sejak berita itu diblow oleh media, banyak orang di Medan yang menyebut Mie Aceh yang cukup terkenal di kota itu sebagai Mie buatan teroris.<br /><br />Komentator lain adalah orang Aceh yang tinggal di Surabaya, yang mengatakan juga mengalami tekanan yang sama seperti yang dihadapi oleh mahasiswi Aceh yang kuliah di Medan itu.<br /><br />Entah punya sentimen atau rasa tidak senang apa media-media tersebut terhadap Aceh sehingga penyebutan yang sangat mengganggu ini sepertinya sudah menjadi standar media di Indonesia entah itu media cetak ataupun elektronik sampai hari ini.<br /><br />Tadi ketika saya pulang ke rumah, saya menyalakan televisi dan memilih channel TV One. Di layar kaca tampak berita penangkapan tersangka teroris oleh polisi di kota Medan, Sumatera Utara.<br /><br />Dalam menggambarkan penangkapan itu, pembawa acara berita itu mengatakan kurang lebih seperti ini.<br /><br />"Siang tadi, di Medan, polisi berhasil menangkap 6 orang Teroris asal Aceh", kemudian TV One menampilkan gambar saat orang-orang tersebut diinterogasi dan kita dengan mudah mengenali aksen bicara mereka yang khas dengan pengucapan huruf D, B yang tebal.<br /><br />Berikutnya di layar kaca muncul nama-nama ke enam orang tersebut.<br /><br />Dalam menjelaskan nama-nama ke enam tersangka teroris itu wanita cantik pembawa acara berita tersebut menjelaskan<br /><br />"Keenam teroris asal ACEH tersebut adalah<br /><br />1. Komaruddin alias Abu Musa (35) penduduk Bandar Lampung,<br />2. Ibrahim alias Deni (31) warga Sidoarjo,Jawa Timur.<br />3. Yusuf Arifin (25) warga Bandar Lampung,<br />4. Bayu alias Budi (26) warga Solo,Jawa Tengah<br />5. Pandu alias Abu Asama (26) warga Solo,Jawa Tengah<br />6. Lutfi alias Jafar (30) warga Magetan Jawa Timur. "<br /><br />Mendengar penjelasan wanita cantik pembawa acara ini, saya yang lahir dan besar di Aceh yang menghabiskan hampir 3/4 masa hidup saya di Aceh jadi merasa bingung.<br /><br />Saya bingung karena saya sudah pernah berkeliling ke semua kabupaten yang ada di Aceh, tapi saya sama sekali tidak pernah mengetahui ada sebuah tempat di Aceh yang bernama Bandar Lampung, Sidoarjo Jawa Timur, Solo Jawa Tengah dan Magetan Jawa Timur di Provinsi itu.<br /><br />Saya memang mengenal nama-nama Kota itu, tapi kota yang saya kenal dengan nama itu terletak ribuan kilometer jauhnya dari Aceh.<br /><br />Tapi saat menyaksikan berita tersebut di televisi, saya jadi ragu apakah tempat tinggal para TERORIS ASAL ACEH tersebut adalah sebuah nama tempat baru di Aceh, atau sebenarnya itu adalah kehebatan TV One yang berhasil memindahkan Magetan yang terletak lebih dari 4000 kilometer jauhnya dari pangkalan susu (batas provinsi Aceh) ke wilayah teritori Aceh.<br /><br />Entahlah hanya Tuhan dan TV One yang bisa menjawabnya...<br /><br />Wassalam<br /><br />Win Wan NurAsal Linge Awal Serulehttp://www.blogger.com/profile/11909340515190603839noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-958911628693452465.post-59112754803630814382010-04-09T12:23:00.001-07:002010-04-09T12:23:38.291-07:00Beginilah Cara Seorang FUNDIES Menikam dari Belakang (sebuah tanggapan untuk Teuku Zulkhairi)Belakangan ini sering terjadi, tulisan saya di blog dan facebook dikutip oleh orang lain tanpa pemberitahuan apalagi izin dari saya. Mereka mengutip tulisan-tulisan tersebut untuk berbagai keperluan, kebanyakan untuk ditempatkan di website-website yang menampilkan iklan.<br /><br />Terhadap kejadian seperti ini saya tidak terlalu ambil pusing, terserahlah orang mau mengambil untung dari apa yang telah saya tulis selama saya sendiri tidak dirugikan.<br /><br />Tapi ada kelompok kedua yang mengutip tulisan saya, kemudian dimuat di blog, milis atau website untuk kemudian dihajar beramai-ramai tanpa memberi saya hak jawab untuk memberikan klarifiksi.<br /><br />Untuk alasan yang kedua ini saya jelas dirugikan, karena itulah belakangan ini saya sering meng-google nama saya sendiri, supaya kalau saya menemukan hal seperti ini, saya bisa ikut nimbrung untuk memberi klarifikasi.<br /><br />Tadi iseng-iseng hal ini (meng-google nama saya sendiri ) saya lakukan dan menarik sekali, saya menemukan hal baru yang merugikan diri saya. Kali ini saya menemukan (di kompasiana) bukan tulisan saya yang dikutip, tapi orang yang lari terkencing-kencing lari dari debat melawan saya di facebook lalu memfitnah dan menyerang saya dari belakang secara sembunyi-sembunyi. Baca : http://filsafat.kompasiana.com/2010/03/20/membongkar-%E2%80%9Ckerancuan-di-atas-kerancuan%E2%80%9D-pemikiran-win-wan-nur-oleh-teuku-zulkhairibersambung/ .<br /><br />Orang yang melakuan hal yang sedemikian pengecut dan tanpa harga diri ini siapa lagi kalau bukan Teuku Zulkhairi, si FUNDIES ayam sayur, caleg PKS yang gagal terpilih di Pemilu 2009 lalu, yang sekarang kuliah S2 di IAIN Arraniry dengan beasiswa dari pemerintah Aceh, pemerintah yang pernah dia fitnah dengan semena-mena. Orang yang mendaftar menjadi teman di facebook saya, untuk kemudian menghujat dan memaki-maki saya, lalu lari sembunyi dan menggonggong dari jauh ketika mendapati bahwa dia tidak memiliki cukup argumen ketika tantangannya saya layani.<br /><br />Oleh Teuku Zulkhairi, tulisan ini diberi judul “Membongkar Kerancuan di Atas Kerancuan Pemikiran Win Wan Nur” judul tulisan ini diambil dari judul tulisan Ibnu Rushd Tahafut Al Tahafut yang dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai Kerancuan di atas Kerancuan. Tulisan ini dibuat oleh Ibnu Rushd sebagai kritik terhadap pemikiran seorang Al Ghazali yang berjudul Tahafut Al falasifa yang merupakan kritik Al Ghazali terhadap pemikiran filsafat yang dikembangkan oleh kaum Mu'tazillah (terutama Ibnu Sina).<br /><br />Dalam perdebatan kedua tokoh besar Islam ini, saya dengan tegas menempatkan diri di kubu Ibnu Rushd.<br /><br />Pilihan saya ini tampaknya sangat tidak disukai oleh Teuku Zulkhairi, sehingga dia pun mengata-ngatai saya dengan bermacam-macam sebutan yang tidak enak.<br /><br />Supaya debat kusir tidak berlanjut, saya kemudian menantangnya untuk memperdebatkan pemikiran kedua tokoh besar Islam yang hidup berbeda zaman ini. Saya mempersilahkan dia memaparkan pemikiran Al Ghazali dalam Tahafut Al Falasifa untuk saya balas dengan pemikiran Ibnu Rushd dalam Tahafut Al Tahafut. Tapi tantangan saya tersebut selalu dihindari oleh Teuku Zulkhairi.<br /><br />Tapi meskipun menghindar, di belakang saya Teulu Zulkhairi terus menyerang pilihan saya ini, seperti tulisan di kompasiana yang saya komentari ini.<br /><br />Di samping menyerang pilihan saya tersebut, dalam tulisannya di Kompasiana ini, saya mendapati Teuku Zulkhairi juga menyebarkan berbagai fitnah yang berdasarkan informasi yang tidak benar terhadap saya.<br /><br />Bersyukur sekali saya bisa mengetahui keberadaan tulisan ini, sehingga saya bisa memberi klarifikasi dan lebih bersyukur lagi, dengan menjawab di Kompasiana ini, teuku Zulkhairi tidak akan bisa seenaknya menghapus berbagai perkataan yang telah dia keluarkan untuk dimodifikasi buat menydutkan saya.<br /><br />Dalam “Membongkar Kerancuan di Atas Kerancuan Pemikiran Win Wan Nur” , Teuku Zulkhairi sebagai penulis artikel menafsirkan pemikiran saya dengan seenak perutnya, lalu (penafsirannya itu) dia komentari sendiri dengan seenak perutnya pula. Lalu tulisan ini mendapat komentar dari orang bernama Azhari yang membacanya, yang kemudian dengan serta merta menyimpulkan (berdasarkan informasi dari tulisan Teuku Zulkhairi) bahwa "WWN sejenis dg makhluk Islam liberal yg menyamaratakan semua agama, ini bertentangan dg aqidah agama Islam"<br /><br />Apa yang dilakukan oleh Teuku Zulkhairi ini mengingatkan saya kepada sifat khas kaum fundamentalis yang mau menghalalkan segala cara (termasuk yang bertentangan dengan ajaran agama yang mereka anut) untuk memaksakan pendapat mereka.<br /><br />Bagi kaum fundamentalis itu (jangan tersinggung kalau anda tidak merasa termasuk dalam golongan itu) memaksakan pendapat membom dan membunuhi orang yang nggak ngerti urusan apa-apa saja boleh, apalagi kalau kurang dari itu.<br /><br />Teuku Zulkhairi seperti biasa selalu menolak sebutan fundamentalis disematkan terhadap dirinya, tapi ciri-ciri kaum fundamentalis yang suka menghalalkan segala cara (termasuk yang bertentangan dengan agama yang dia anut) selalu tergambar jelas dalam setiap tulisannya.<br /><br />Ciri khas kaum fundamentalis (yang mau menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan yang mereka yakini) dalam tulisan ini. Pertama; jelas tulisan ini di post oleh Teuku Zulkhairi tanpa memberitahukan kepada saya sebagai orang yang dia hujat untuk memberi hak jawab terhadap segala hal yang dia katakan.<br /><br />Dalam tulisan (mengenai saya) yang dia post di luar sepengetahuan saya ini, Teuku Zulkhairi dengan bebas menafsirkan dan menilai dan menghakimi saya dengan segala imajinasinya sendiri.<br /><br />Kedua, tulisan-tulisan dan komentarnya yang membuat Teuku Zulkhairi berseteru dengan saya pun dengan licik telah dia modifikasi redaksinya tanpa dia memberi link kepada pembaca untuk membuktikan bahwa benar komentar yang dia tulis memang seperti itu dan kronologisnya memang seperti yang dia gambarkan.<br /><br />Dalam tulisan ini, Teuku Zulkhairi melakukan banyak penipuan data untuk memaksakan diterimanya ide-ide fundamentalis yang dia anut.<br /><br />Misalnya pada paragraf ketiga dalam tulisan ini, "Awal dari perdebatan itu adalah koment ringan saya pada notes-nya yang bercerita tentang budaya Bali. Dalam koment tsb, sambil bercanda saya menulis “ Orang Hindu di Bali memang tidak layak menganggap diri sebagai umat terbaik lho, sebab mereka masih menyembah berhala di era modern seperti sekarang ini, he he he”. Koment ini ternyata mebuat WWN murka."<br /><br />Ini jelas penipuan dan pemalsuan fakta. Dalam redaksi yang dia tuliskan di sini, Teuku Zulkhairi menggambarkan seolah-olah orang Bali menganggap diri sebagai umat terbaik. Padahal, hal seperti yang digambarkan oleh Teuku Zulkhairi itu sama sekali tidak eksis dalam budaya dan agama orang Bali, karena agama orang Bali bukanlah agama DAKWAH yang mencari umat agama lain untuk berpindah menganut agama mereka. Agama orang Bali itu justru sangat berbeda dengan agama-agama yang memiliki akar di Timur Tengah (Islam, Kristen dan Yahudi ) yang hanya mengakui adanya satu kebaikan yaitu kebaikan agama itu sendiri.<br /><br />Agama orang Bali sebaliknya, mereka menganggap kebaikan ada dimana-mana termasuk di luar agama mereka (mirip dengan ide-ide kaum pluralis semacam Ulil). Saya tahu itu dan tentu saja karenanya "Orang Hindu di Bali menganggap diri sebagai umat terbaik" sebagaimanai yang anda katakan itu sangat tidak mungkin saya tuliskan.<br /><br />Redaksi kalimat ASLI yang ditulis oleh Teuku Zulkhairi di link saya http://www.facebook.com/note.php?note_id=271545243965&id=1524941840&ref=share yang kemudian memunculkan debat panjang yang diakhiri dengan pilihan Teuku Zulkhairi untuk kabur seperti anjing kurap yang dipukuli orang sekampung adalah "cara hidup dgn bertelanjang seperti di pantai Kuta atau memuja makhluk (dlm tradisi hindu) memang tdk layak dibanggakan... dlm masyarakat modern hal tsb dianggap sbg budaya jahiliyah... he he he "<br /><br />Komentar saya menanggapi tulisan tersebut yang disebutnya merupakan MURKA itu adalah;<br /><br />"Lalu selanjutnya karena menurut bos mereka memuja makhluk (dlm tradisi hindu) memang tdk layak dibanggakan dan masih menganut budaya jahiliyah.<br /><br />Apa menurut Bos Teuku Zulkhairi dua kali pengeboman yang dilakukan Jihadis Islam yang sangat patriotis sebagaimana layaknya Bos Teuku Zulkhairi ini terhadap mereka masih perlu ditambah lagi?"<br /><br />Modifikasi redaksi kedua tulisan ini jelas mengubah makna dan esensi komentar tersebut. Perubahan redaksi ini jelas membuat efek psikologis yang sangat berbeda bagi orang yang membaca. Dalam tulisan yang telah dimodifikasi oleh Teuku Zulkhairi ini, terbaca orang Bali lah yang sedang memprovokasi, sementara kalau kita baca redaksi asli yang ditulis oleh Teuku Zulkhairi, adalah sebaliknya, justru Teuku Zulkhairi sedang melecehkan orang Bali dan agama yang mereka anut.<br /><br />Kemudian ketiga, seluruh bangun argumen dalam tulisan Teuku Zulkhairi ini juga jelas-jelas adalah kesimpulan sepihak yang dia ambil atas interpretasi sepihak (yang data aslinya telah dimodifikasi tentunya) atas semua yang pernah saya katakan.<br /><br />Contoh mengenai interpretasi sepihak yang data aslinya telah dimodifikasi ini dapat dibaca dengan jelas pada paragraf kelima tulisan ini, di sini Teuku Zulkhairi mengatakan "Sebab WWN memandang bahwa semua aturan dalam Islam adalah berdasarkan interpretasi(tafsiran) ulama secara sepihak, sehingga muaranya adalah perihal AKIDAH-pun menurut WWN hanya persoalan interpretasi."<br /><br />Di sini Teuku Zulkhairi menggambarkan dengan gamblang seolah-olah kesimpulan yang berdasarkan imajinasinya tersebut adalah ide yang dikatakan oleh Win Wan Nur sendiri, padahal kalau kita bertanya pada Teuku Zulkhairi, mana bukti Win Wan Nur pernah berkata seperti itu, jelas dia tidak bisa menunjukkan.<br /><br />Dalam tulisan ini, Teuku Zulkhairi dengan licik menggambarkan bahwa seolah-olah Win Wan Nur memandang bahwa semua aturan dalam Islam adalah berdasarkan interpretasi(tafsiran) ulama secara sepihak. Padahal kenyataannya yang saya kritisi hanyalah aturan Syariat Islam yang berlaku di Aceh, yang memang jelas adalah aturan dalam Islam, yang ditafsirkan oleh Ulama lalu dipaksakan menjadi sebuah Hukum Positif di Aceh. Saya mengkritisi ini karena sejak sebelum hukum yang memuat empat pasal yang mengatur empat perkara (judi, minuman keras, shalat jum'at dan berkhalwat alias berdua-duaan di tempat sepi) diterapkan pun sudah banyak orang yang mempertanyakan urgensinya kenapa hukum ini harus diterapkan.<br /><br />Qanun ini saya kritisi karena saya sama sekali tidak paham , kenapa di negeri yang baru dicabik-cabik konflik, dimana korupsi tumbuh subur, rakyat tidak terurus justru empat pasal yang mengurusi tetek bengek itu yang justru diprioritaskan. Kemudian kalau kemudian hukum ini diterapkan, saya dan banyak orang yang mengkritisi Qanun yang mengatur urusan moral ini mengkhawatirkan bukannya memmbuat keadaan lebih baik, tapi justru akan banyak terjadi penyelewengan oleh aparat polisi moral yang ditugaskan mengawalnya. Tapi semua kritikan ini seperti masuk kuping kiri dan keluar kuping kanan, sama sekali tidak dihiraukan oleh para ulama penggagas Qanun ini.<br /><br />Kemudian beberapa hal yang telah saya dan orang-orang yang mengkritisi Qanun ini khawatirkan terjadi, para Ulama yang dulu dengankeras kepala tidak mau mendengarkan kekhawatiran itu dengan santai buang badan menyalahkan oknum.<br /><br />Jadi sama sekali bukan seperti yang dituduhkan oleh Teuku Zulkhairi dalam tulisannya yang seolah sengaja disembunyikan dari pantauan saya ini bahwa "WWN memandang bahwa semua aturan dalam Islam adalah berdasarkan interpretasi(tafsiran) ulama secara sepihak, sehingga muaranya adalah perihal AKIDAH-pun menurut WWN hanya persoalan interpretasi."<br /><br />Semua hal yang saya kritisi ini dapat anda baca di sini : http://www.facebook.com/note.php?note_id=290444563965&id=1524941840&ref=share dan dari tulisan inilah sebenarnya semua sikap sentimen Teuku Zulkhairi kepada saya berasal. Tulisan ini memecahkan rekor tulisan saya yang paling banyak dikomentari (total ada 148 komentar)<br /><br />Tulisan saya tersebut telah membuat Teuku Zulkhairi dan kelompoknya emosi, mati kutu dan kehilangan akal, karena biasanya dia berhasil mengintimidasi orang yang berseberangan pandangan dengan kelompok mereka dan memilih diam tidak mau mencari masalah, tapi di sini justru intimidasi mereka saya layani.<br /><br />Alasan utama saya ketika melayani intimidasi mereka adalah untuk menunjukkan kepada orang-orang di Aceh yang selama ini selalu mundur ketika mereka intimidasi, bahwa untuk menghadapi kelompok yang suka memaksakan kehendak seperti ini, kita tidak boleh takut ketika mereka intimidasi. Karena memang itulah tujuan mereka, sebab ide-ide garis keras yang mereka sebarkan hanya bisa tumbuh subur dalam masyarakat yang diliputi ketakutan.<br /><br />Harapan saya setelah intimidasi mereka ini saya layani, akan semakin banyak orang Aceh yang berani menghadapi intimidasi mereka.<br /><br />Karena itulah, ketika mereka emosi, mereka semakin saya kompori supaya komentar yang mereka keluarkan pun semakin ngawur dan mereka jadi kehilangan simpati.<br /><br />Harapan saya itu benar-benar terjadi, karena emosi kelompok ini ternyata demikian mudah dipermainkan. Ketika itu saya lakukan, berbagai komentar ngawur dari mereka pun berhamburan.<br /><br />Salah satu komentar ngawur itu misalnya ketika Teuku Zulkhairi mengatakan " si Win gila ini pengen Aceh kayak Bali tempat dia bekerja sekarang jadi BUDAK di negri umat penyembah BERHALA(umat Hindu Bali) , kalo bicara syari'at dia pasti bermaksud utk menghujat dan mencari titik lemah utk menolaknya secara total, baca semua tulisan dia, pemikiran dia 100 persen copy paste dari pemikiran Cak Nur, jd dia seorang yg taqlid juga, bukan pemikir, hanya pengekor...<br /><br />Dia ngomong ttg IPTEK dan menyalahkan para ulama atas ketinggalan umat Islam dlm bidang IPTEK, pdhl dia sendiri jg tdk memberikan sumbangsih apa2 utk kemajuan umat Islam, yg dia lakukan hanya MENGACAUKAN AKIDAH GENERASI ISLAM saja meski baru lewat Facebok."<br /><br />Komentar-komentar semacam ini membuat mereka semakin kehilangan simpati. Dari orang-orang yang kehilangan simpati kepada kelompok mereka inilah saya mendapatkan informasi tentang kelompok Teuku Zulkhairi ini. Informasi yang saya sebutkan itulah yang kemudian membuat Teuku Zulkhairi, pergi diam-diam dan menghilang dari daftar friendlist saya.<br /><br />Selanjutnya alhamdulillah setelah peristiwa itu, ada banyak yang berani menantang ide-ide kelompok ini, contohnya seperti yang sekarang yang sedang hangat-hangatnya berlangsung di www.acehinstitute.org , sekarang di sana ada banyak orang yang berani menantang kelompok Teuku Zulkhairi ini berdebat.<br /><br />Sementara terhadap saya, pasca kaburnya dia dari account facebook saya, Teuku Zulkhairi hanya berani menghantam saya melalui berbagai tulisan dari jauh dan secara diam-diam tanpa saya ketahui.<br /><br />Salah satu dari tulisan tersebut adalah tulisan ini (http://filsafat.kompasiana.com/2010/03/20/membongkar-%E2%80%9Ckerancuan-di-atas-kerancuan%E2%80%9D-pemikiran-win-wan-nur-oleh-teuku-zulkhairibersambung/.)<br /><br />Wassalam<br /><br />Win Wan Nur<br /><br />www.winwannur.blog.com<br />www.winwannur.blogspot.comAsal Linge Awal Serulehttp://www.blogger.com/profile/11909340515190603839noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-958911628693452465.post-13205384531421096472010-03-30T10:19:00.000-07:002010-03-30T10:20:10.406-07:00Cina - Amerika : Menonton Pertarungan Koboi Versus NagaTanggal 22 dan 23 maret kemarin, dalam artikel http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/03/22/03405994/china.juga.merangsek.ke..asia.tengah dan http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/03/23/03222371/Rintis.Kembali.Jalan.Sutra Kompas dua hari berturut-turut menurunkan berita tentang ekspansi Cina membangun pengaruh di Asia Tengah.<br /><br />Sebelumnya pada awal tahun 2009, Hu Jintao, presiden RRC melakukan safari ke Afrika yang kemudian diikuti dengan aksi menebarkan investasi yang hampir merata di semua negara afrika, mulai yang terkecil sebesar 330 juta euro untuk investasi di bidang pertambangan uranium, minyak dan konstruksi di Niger, sampai yang terbesar untuk Sudan dan Ethiopia masing-masing sebesar 15 miliar Euro. Di Sudan Cina menggelontorkan uang sebanyak itu untuk berinvestasi di bidang perminyakan, pertanian dan konstruksi, sementara di Ethiopia Cina menginvestasikan uang sebanyak itu untuk membangun bendungan, perumahan, jalan dan telekomunikasi (lengkapnya lihat http://www.lefigaro.fr/assets/pdf/090210-AFRIQUE-CHINE-V2.pdf ). Apa yang dilakukan oleh Cina di Afrika ini benar-benar membuat gentar eropa, terutama perancis yang memiliki hubungan khusus dengan Afrika karena hampir setengah benua ini adalah bekas jajahan mereka dan sampai saat ini pun tetap menggunakan bahasa Perancis sebagai bahasa Nasional. Le Figaro, salah satu koran paling berpengaruh di negara ini sampai merasa perlu menurunkan berita khusus untuk mengulas apa yang dilakukan oleh Cina di Afrika ini dalam artikel ini le Figaro menyalahkan sikap perancis yang selama ini kurang begitu mempedulikan Afrika sehingga peluang pun disambar oleh Cina (baca : http://www.lefigaro.fr/economie/2009/02/10/04001-20090210ARTFIG00462-pekin-profite-des-faiblesses-francaises-en-afrique-.php)<br /><br />Berita-berita yang diturunkan oleh Kompas dan Le Figaro ini menunjukkan tanda-tanda yang begitu jelas kalau di abad ke 21 ini Cina akan dengan serius menggerogoti dominasi eropa dan terutama Amerika dalam politik dan ekonomi internasional yang telah menjadi hegemoni sejak berakhirnya perang dunia kedua. Sekarang dunia melihat Cina begitu giat berusaha membangun pengaruh kuat dalam pergaulan internasional.<br /><br />Dari segi ekonomi apa yang dilakukan Cina ini bisa dipahami sebagai usaha Cina untuk membuka pasar baru bagi produk-produk yang mereka hasilkan. Karena sebagaimana ekonomi Amerika belakangan ini semakin lama semakin tidak sehat karena begitu bergantung pada konsumsi, ekonomi Cina juga juga tidak sehat, tapi dengan alasan yang berbanding terbalik dengan Amerika. Ekonomi Cina tidak sehat karena justru sangat tergantung pada produksi tanpa didukung oleh kemampuan konsumsi yang memadai.<br /><br />Ekonomi bisa dikatakan sehat wal afiat adalah ketika kemampuan produksi bisa diimbangi oleh kemampuan konsumsi. Situasi seperti inilah yang membuat Indonesia secara konyol selamat dari terjangan krisis global yang terjadi beberapa waktu yang lalu. Saya katakan konyol karena situasi seperti ini terjadi bukan karena didesain sedemikian rupa oleh pemerintah Indonesia, tapi situasi seperti ini terjadi justru karena ketidak mampuan pemerintah Indonesia memacu ekspor. (Jadi teringat ketika dulu ketika krisis ini terjadi saya sempat berdebat dengan beberapa miliser perihal efek krisis ini terhadapa Indonesia, saat itu banyak miliser yang Amerika sentris yang melecehkan pendapat saya yang mengatakan kalau krisis ini tidak akan memiliki dampak yang cukup berarti untuk Indonesia)<br /><br />Krisis yang sama telah membuat negara-negara yang menggantungkan ekonominya pada ekspor (di kawasan katakan saja SIngapura dan Thailand) benar-benar babak belur dan menderita.<br /><br />Cina adalah negara yang ekonominya didorong oleh ekspor, bukan impor. Impor Cina memang cukup besar juga, tapi barang-barang yang diimpor oleh Cina seperti gas, minyak, karet, baja dan berbagai bahan mentah lainnya bukan untuk sekedar dikonsumsi sendiri, melainkan digunakan untuk membuat produk yang diolah dan kemudian dilempar kembali ke pasar luar negeri.<br /><br />Pada sisi lain, pada kenyataannya, ekonomi dunia adalah "buyer market" - bukan "seller market". Di pasar Internasional, jauh lebih mudah menemukan penjual ketimbang pembeli.<br /><br />Cina sendiri bukan hanya sekedar negara produsen, tapi negara produsen raksasa yang benar-benar menggantungkan ekonominya pada kekuatan produksi. Lalu dengan status se-raksasa itu kita pun tentu bertanya, siapakah yang menjadi pembeli terbesar yang memiliki kemampuan memadai untuk menampung produk Cina yang memiliki skala raksasa itu?... jawabannya adalah AMERIKA.<br /><br />Walmart jaringan supermarket terbesar di Amerika adalah distributor terbesar di dunia untuk barang-barang produksi Cina, sebegitu besarnya sampai nilai produk Cina yang didistribusikan Walmart bahkan lebih besar daripada ekspor Cina ke Jerman.<br /><br />Dari segi ini, kita bisa melihat bahwa antara Cina dan Amerika terjadi hubungan yang dalam pelajaran biologi disebut simbiosis mutualisme, orang Amerika senang ke Walmart karena harga produk di sana murah. Dan bagi Cina - Walmart adalah motor penggerak ekspor yang menopang ekonomi negara itu.<br /><br />Tapi masalahnya hubungan seperti ini sifatnya sangatlah rentan alias rapuh, karena dalam situasi seperti ini, nasib Cina adalah nasib Amerika. Amerika berhenti membeli berarti produk Cina tidak akan laku, artinya menjadi sampah.<br /><br />Rentannya hubungan seperti ini tampaknya sangat disadari oleh Cina, pada sisi lain, mereka juga sadar, adalah sama sekali tidak mungkin untuk memacu kemampuan konsumsi warganya secara instant agar mampu mengimbangi dahsyatnya kemampuan produksi negara itu.<br /><br />Lalu apa solusi yang harus diambil dalam menghadapi situasi seperti ini, PERLUAS dan kalau perlu CIPTAKAN PASAR BARU! Dan inilah yang tampaknya belakangan ini sedang dilakukan dengan gencar dan agresif oleh Cina (salah satunya dengan bergabung di CAFTA). Untuk mencapai maksud ini Cina bahkan merambah wilayah Asia Tengah dan Afrika, yang selama ini banyak dilupakan oleh kekuatan tradisional ekonomi dunia, seperti<br /><br />Melihat perkembangan aktivitas yang dilakukan oleh Cina ini, Amerika patut ketar-ketir. Karena dengan agresifnya Cina menyebarkan pengaruh ini, negara-negara yang selama ini bisa dengan mudah disetir oleh Amerika dengan memaksakan demokrasi ala mereka dengan berbagai ancaman, sekarang jadi punya alternatif lain. Sekarang, kalau Amerika menekan sebuah negara terlalu keras dengan alasan HAM dan demokrasi, negara yang bersangkutan akan dengan mudah berpaling ke Cina.<br /><br />Ambil contoh Indonesia misalnya, sekarang Amerika pasti ketar-ketir jika terlalu keras menekan Indonesia. Mereka pasti berhitung, bagaimana kalau nanti Indonesia mengancam balik dan mengatakan bukan hanya ingin sekedar menandatangani perjanjian perdagangan dengan Cina, tapi juga berencana melakukan kerja sama militer. Jika ini dilakukan oleh Indonesia, Cina juga pasti akan sennang sekali, karena dengan posisi geografisnya yang sangat strategis, Indonesia akan bisa menghadang pengaruh Australia di Selatan. Apalagi kemudian faktanya Indonesia memiliki sumber daya energi yang sangat dibutuhkan Cina.<br /><br />Keagresifan Cina ini bisa jadi semakin membuat gusar Amerika karena faktanya selama ini, sejarah menunjukkan, dari semua musuh Amerika, hanya Cinalah yang benar-benar bisa membuat Amerika limbung.<br /><br />Dulu suatu ketika (seperti AC Milan) pernah ada Uni Sovyet yang pernah menjadi superpower menandingi Amerika, tapi sejarah juga menunjukkan kalau dalam perkembangan selanjutnya Uni Soviet hancur berantakan, kalah dalam permainan politik internasional dengan Amerika.<br /><br />Dulu ada Sukarno yang begitu garang menyuarakan sikap anti Amerika, tapi kemudian dia pun selesai, digulingkan oleh Soeharto yang oleh banyak peneliti independen disinyalir dibekingi CIA, dan secara tragis Soeharto juga kemudian dia pun terjembab oleh orang yang dulu menaikkannya.<br /><br />Lalu dalam kelompok anti Amerika ini, ada negara-negara Islam seperti Iran, tapi sayangnya negara ini hanya bisa melawan dengan sikap dan kata-kata tanpa pernah benar-benar bisa menyakiti Amerika. Dalam kelompok ini ada juga Iraq dengan Saddam Hussein-nya, tapi sejarah kembali menunjukkan kalau di amblas remuk hancur lebur dihina Amerika dan Irak yang dulu tampak begitu perkasa pun menjadi negara tak bertuan yang babak belur sampai hari ini.<br /><br />Di belahan dunia lain ada Che Guevara dan Fidel Castro yang setengah mati melawan pengucilan Amerika, di Chili ada Alliande yang senasib dengan Soekarno terkapar di K.O oleh Pinochet yang seperti Soeharto sama-sama dibekingi CIA.<br /><br />Lalu bagaimana dengan Cina?. Saat masih dipimpin oleh Mao Tse Tung, Cina pernah secara gemilang berhasil mengalahkan Amerika dalam perang Korea. Saat itu tentara Cina berhasil membunuh banyak tentara Amerika yang dipimpin oleh Jendral Mac Arthur yang legendaris, yang mencari gara-gara untuk berperang melawan Cina.<br /><br />Tapi meskipun menang, Cina malah menjadi sangat menderita sebagai akibat dari pertempuran yang dimenangkannya itu. Akibat dari perang melawan Amerika itu, Cina jadi berhutang banyak pada Uni Soviet yang memberinya hutang senjata. Kemudian, Amerika yang sangat malu karena dikalahkan Cina pun semakin parah mengucilkan Cina. Lebih parah lagi kemudian hubungan antara Cina dan Soviet pun merenggang.<br /><br />Masalah yang bertubi-tubi ini tentu membuat situasi yang dihadapi Cina menjadi sangat sulit. Tapi anehnya, meskipun begitu Cina di bawah pimpinan Mao tidak malah mengemis-ngemis minta dikasihani oleh Uni Soviet. Mereka juga sama sekali menolak untuk pun mundur dari tantangan Amerika. Dalam menghadapi situasi seperti itu, Cina malah menutup diri, bekerja keras dan kemudian Cina membayar lunas semua hutangnya kepada Uni Soviet.<br /><br />Cina di bawah Mao saat itu mirip seperti tim Inter Milan yang merupakan tim favorit saya di Liga Italia. Dipuntir begini, diisolasi begitu, di kata-katain begini begitu, tetap saja tidak bergeming.<br /><br />Setelah diperlakukan sedemikian rupa, tapi tidak juga hancur. Seperti Juventus dan AC Milan di Liga Italia yang mati kutu menghadapi Inter Milan dengan Jose Mourinho-nya (sayangnya dua hari yang lalu Inter dikalahkan Roma), Amerika sendiri pun akhirnya mati kutu menghadapi Cina dengan Mao-nya.<br /><br />Dua kali berperang melawan Cina di bawah Mao, Amerika kalah total, baik di Korea maupun di Vietnam. Di Vietnam Cina membantu menyelundupkan senjata, tapi akhirnya Cina ikut masuk memerangi dan mengalahkan Vietnam setelah Vietnam mulai membunuhi orang-orang etnis Cina di Vietnam.<br /><br />Keberhasilan Cina mengalahkan Vietnam ini seperti menampar Amerika dengan telak di wajah. Dengan keberhasilannya di Vietnam itu, Cina seolah-olah sedang mengajari Amerika berperang. Karena sebagaimana kita ketahui bersama, selain John Rambo yang perkasa dan tak terkalahkan, tentara yang tergabung dalam pasukan Amerika yang lain semua mati kutu di Vietnam (baca : http://www.onwar.com/aced/data/charlie/chinavietnam1979.htm)<br /><br />Akhirnya, mau tidak mau, Amerika melalui Nixon terpaksa berkunjung ke Cina pada tahun 1972. Presiden Amerika, mengunjungi negara penganut ideologi komunias yang sagat dibencinya, membuat orang pun tidak bisa tidak, membaca kalau kunjungan Amerika ini tidak lain adalah "pengakuan Amerika atas kehebatan Cina di bawah Mao".<br /><br />Dalam pertarungan melawan Amerika, Cina pasca Mao malah makin menggila. Cina pasca-Mao ini malah berhasil menisbikan kebijakan moneterisme di Amerika dengan cara meng-peg mata uangnya (ini membuat Amerika sangat gusar, bahkan beberapa hari yang lalu kita membaca berita Amerika mengancam akan melaporkan Cina ke WTO). Cina berhasil memaksa Inggris dan Portugis mengembalikan Hong Kong dan Makau kepada mereka, Cina berhasil menggerogoti pengaruh Amerika di Asia Tenggara. Cina juga berhasil menggoyang loyalitas sekutu Amerika, contohnya Australia yang takut ekspor bajanya terganggu secara nyata mengatakan kalau mereka tidak akan ikut-ikutan kalau Amerika berperang melawan Cina.<br /><br />Sial untuk Amerika, ketika Cina demikian lucu-lucunya, yang dengan agresif melebarkan pengaruh dalam politik luar negeri, Amerika si super power malah dipimpin oleh Barrack Hussein Obama, presiden yang meskipun memiliki latar belakang sangat menginternasional tapi kenyataannya spesialisasinya adalah pada isu-isu domestik saja. Bukti paling nyata dari hal ini adalah bagaimana Obama menghabiskan satu tahun pertama masa pemerintahannya hanya untuk menggoalkan UU jaminan kesehatan yang adalah permasalahan domestik. Pilihan yang membuat mereka semakin tertinggal oleh Cina dalam berebut pengaruh di dunia.<br /><br />Wassalam<br /><br />Win Wan Nur<br />Fans Inter Milan yang Suka Mengamati Apa Saja.<br /><br />www.winwannur.blog.com<br />www.winwannur.blogspot.comAsal Linge Awal Serulehttp://www.blogger.com/profile/11909340515190603839noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-958911628693452465.post-55132824891132516222010-03-09T16:02:00.001-08:002010-03-09T16:02:49.198-08:00Masalah Kopi di Tanoh Gayo, Penghasil Kopi Arabika TERBESAR di AsiaTadi saya membaca sebuah diskusi menarik di Forum Diskusi Prospek Kopi Arabica di Tanoh Gayo.<br /><br />Melihat diskusi ini, saya salut melihat kawan-kawan yang berpikir begitu panjang soal masa depan kopi Gayo.<br /><br />Ada macam-macam persoalan perkopian yang dibicarakan dalam forum ini dari yang konyol sampai yang serius.<br /><br />Misalnya di forum ini ada yang meragukan keterkenalan Kopi Gayo dan membandingkannya dengan terkenalnya Kopi UK alias Kpoi Ulee kareng yang tidak menggunakan Kopi Gayo, alias Ulee Kareeng, padahal ini jelas seperti membandingkan keterkenalan M. Basir mantan kiper Persiraja (kiper Persiraja yang sekarang saya tidak tahu namanya) dengan Sebastien Frey Kiper Fiorentina. Yang satu adalah Kiper terbaik yang sangat terkenal di Aceh, sementara yang satu lagi adalah kiper kelas menengah yang meskipun nggak dipanggil ke Timnas Perancis, tapi bermain di klub menengah di salah satu liga terbaik dunia.<br /><br />Kopi UK hanyalah kopi konsumsi lokal yang kualitas dan penangananannya sama sekali tidak memenuhi persyaratan ekspor. Kopi ini hanya dikenal oleh para peminum kopi lokal yang karena beberapa kali diulas di TV kemudian jadi terkenal juga secara nasional. Tapi, para konsumen kopi Internasional yang memilih Kopi yang diminum dengan panduan ahli pencicip rasa, yang berlangganan majalah kopi untuk memastikan kopi yang dia minum adalah kopi terbaik jelas sama sekali tidak mengenal kopi Ulee Kareeng dan kalau pun mengenalnya tidak akan pernah berpikir untuk mengklasifikasikan kopi Ulee Kareeng menjadi salah satu jenis kopi unggulan. Sementara Kopi gayo meskipun bukan yang terbaik, tapi termasuk salah satu jenis kopi yang sangat dikenal dan sering diulas oleh para pecinta kopi dunia.<br /><br />Seperti M. Basir yang merupakan Kiper terbaik di Aceh, dia sangat terkenal di Aceh, tapi tentu saja tidak ada pelatih yang cukup gila untuk menjadikannya kiper di sebuah klub yang berada di zona degradasi di sebuah liga eropa tidak terkenal, semacam liga Latvia.<br />Kemudian ada peserta forum yang mengaitkan masa depan Kopi Gayo dengan adanya CAFTA dan menghubungkannya dengan produksi kopi Vietnam. Beberapa dari teman-teman ini rupanya khawatir dengan masa depan pasar Kopi Gayo dengan adanya CAFTA ini.<br /><br />Menanggapi ini ada dua orang yang bernama hadian dan Pak Sahrial Wahab yang sama sekali tidak khawatir dengan prospek kopi Gayo dengan adanya pasar bebas Cina dan ASEAN ini.<br /><br />Dalam diskusi ini saya berada dalam kubu yang sama dengan Hadiyan dan Pak Sahrial Wahab dan bersepakat dengan mereka bahwa CAFTA ini sebenarnya sangat tidak nyambung kalau dikaitkan dengan kopi Gayo, sebab keberadaan CAFTA memang sama sekali tidak membawa pengaruh signifikan terhadap pangsa pasar Kopi Gayo, karena negara-negara CAFTA bukanlah pasar yang secara tradisional merupakan pasar yang menjadi tujuan Kopi Gayo.<br /><br />Kemudian ketakutan dengan adanya CAFTA dalam kaitannya dengan produksi kopi robusta Vietnam yang dikhawatirkan akan menurunkan daya saing kopi Gayo di pasar dalam negeri juga saya pikir sama sekali tidak ada dasarnya. Sebab Kopi Gayo adalah kopi arabica yang memang tidak dipasarkan di dalam negeri. Bahkan sepengetahuan saya, Kopi Gayo yang dijual di Starbuck-pun mereka beli dari Importir Kopi Gayo di Amerika sana, tidak langsung dari Takengen, jadi apa yang perlu ditakutkan dari Vietnam.<br /><br />Kekhawatiran ini juga tidak ada dasarnya meskipun sekarang katanya Vietnam sudah mulai mengembangkan kopi Arabika.<br /><br />Kita tidak perlu khawatir karena untuk mengembangkan Kopi Arabica tidaklah gampang, banyak syarat khusus yang dibutuhkan, terutama yang berkaitan dengan ketinggian dan jenis tanah Vulkanik. Ketinggian minimal untuk menanam kopi Arabica bermutu lumayan adalah 800 mdpl. Tapi untuk menghasilkan Kopi Arabica bermutu baik, dibutuhkan lokasi dengan ketinggian antara 1200-1700 Mdpl. Ketinggian lokasi tanam inilah yang mutu Kopi Singah Mulo an Ronga-ronga jauh di bawah mutu kopi Arabica produksi Lukup Sabun.<br /><br />Syarat yang khas ini pula yang membuat di Asia, tidak banyak tempat yang bisa memenuhi persyaratan ini. Itulah sebabnya kenapa DATARAN TINGGI GAYO merupakan penghasil Kopi Arabica TERBESAR di ASIA.<br /><br />Meskipun dikatakan Vietnam telah mampu meningkatkan produktivitasnya lebih dari 5 kali lipat seperti harapan menterinya, tapi masalah kopi ini bukanlah hanya sekedar urusan produktivitas, tapi yang terpenting di atas semuanya adalah KUALITAS RASA yang disukai pasar.<br /><br />Untuk sebagai perbandingan bisa dilihat dalam komentar dalam diskusi yang berlangsung di www.coffeeforums.com<br /><br />Untuk Kopi Vietnam baca di sini : http://www.coffeeforums.com/viewtopic.php?f=10&t=7203<br /><br />Any ''experts'' out there who can give me information about the taste of Vietnamese coffee versus coffees from other countries.<br /><br />I find Viet coffee never tastes the same when I bring it home, maybe it''s the water there/here ?<br /><br />from what I know about Vietnamese coffee's, they are mostly robusta's :oops:<br /><br />3rd biggest producer globally, but indeed mainly robusta (including now some "gourmet" robustas that are washed, polished etc...but still taste like robusta :evil: ). Some Arabica being produced n the highlands, the government is now trying to focus energies on developing the Arabica sectors. Strong internal consumption of mainly robusta- maybe harks back to the French colonial periods. Despite the French being known for their cuisine, their coffee have traditionally been low grade arabica, robusta or anything spiced up with roasted chicory. I think the French generally got the short end of the stick when the Colonial powers carved up the Coffee growing world- with the exception of perhaps Martinique<br /><br />Untuk Kopi Gayo, baca di sini : http://www.coffeeforums.com/viewtopic.php?f=10&t=7014<br /><br />Indonesia obviously grows a lot of coffee. However most of this is Robusta, only around 13% is Arabica. Of this 13% around 60% of all Arabica comes out of Aceh (the PKGO coop, PT Hollands Gayo Mountain, Gayoland etc) or North Sumatra (Mandehlings, Lintongs, Sidikalangs etc).<br /><br />The Acehnese Arabica's are periennial favorites, and a lot make their way to the USA through companies such as Fairtrade advocate ForesTrade...<br /><br />Personally I rate Acehnese Arabica in the top 5 of coffee I roast from Indonesian origins. However I also think there are some really great origins out there that do not get the benefit and support through NGO funding that Aceh gets. With little more funding shared out through the rest of Indonesia, it would benefit coffee in general here.<br /><br />Komentator di kedua diskusi ini adalah orang yang sama.<br /><br />Di pasar Dunia, Kopi Gayo dikenal sebagai jenis Kopi Premium dengan produksi terbatas sebagaimana halnya kopi Ijen, Kolombian Supremo, Jamaican Blue Mountain, Kona Hawai, Harar dan lain-lain. Kopi-kopi jenis ini bisa dikatakan tanpa pesaing karena masing-masing punya ciri khas tersendiri yang tidak dimiliki oleh kopi yang berasal dari daerah lain.<br /><br />Kopi jenis ini berbeda dengan Kopi Brazil atau Kolombia biasa yang dianggap sebagai barang kodian. Meskipun memang harga Kopi Premium inipun fluktuatif mengikuti harga kopi produksi massal.<br /><br />Jadi daripada pusing tidak berguna memikirkan Vietnam dan CAFTA, saya pikir justru jauh lebih penting kita pikirkan adalah bagaimana cara meningkatkan KUALITAS kopi yang diproduksi oleh petani Tanoh Gayo.<br /><br />Karena sebagaimana disampaikan seorang peserta forum ini yang bernama Zulfikar Ahmad, menurut laporan International Coffee Organization (ICO) Jepang dan USA menunjukan angka penurunan komsumsi dari tahun ke tahun.<br /><br />Perlu kita ketahui bersama bahwa penurunan ini bisa terjadi adalah akibat dari penurunan kualitas kopi yang diproduksi dunia, sehingga peminum fanatik kopi beralih ke minuman lain.<br /><br />***<br /><br />Sepuluh tahun silam, saya diundang oleh FAO untuk mengikuti Konferensi meja Bundar Kopi se- Asia pasifik di Chiang Mai, Thailand.<br /><br />Dalam forum yang saya ikuti itu, panitia juga mengundang kalangan roaster yang menjadi sasaran akhir ekspor biji kopi sebelum mereka ubah menjadi kopi siap konsumsi.<br /><br />Salah seorang yang hadir dari kalangan roaster itu bernama DR. Ernesto Illy (yang saat itu berumur 75 tahun, beliau meninggal pada 3 februari 2008 lalu) http://coffeegeek.com/opinions/coffeeatthemoment/02-04-2008 . DR. Illy yang sangat dihormati semua peserta konferensi ini adalah penemu mesin espresso pertama sekaligus pemilik Illy Cafe yang merupakan salah satu roaster Kopi terbesar dan paling berpengaruh di dunia. Dr Illy, mewarisi perusahaan yang sebelumnya memproduksi Coklat ini dari bapaknya.<br /><br />Dalam forum ini dan dilanjutkan dengan bincang-bincang sesudah acara, DR. Illy menceritakan kepada saya kalau menurunnya konsumsi kopi di beberapa negara pengkonsumsi kopi terbesar diakibatkan oleh meluasnya pembudidayaan kopi Catimor dalam industri pertanian kopi dunia. Menurut DR. Illy, saat kami berbicara waktu itu sudah lebih dari setengah produksi kopi dunia adalah jenis Catimor.<br /><br />Dalam bahasa DR. Illy (bahasa Inggris berlogat Italia), jenis kopi Catimor ini dideskripsikan sebagai "High yield but bad in taste, makes farmers happy but not consumers"<br /><br />Menurut DR. Illy, Catimor ini memang menarik jika dilihat dari jumlah produksi, tapi sangat tidak menarik dari segi kualitas. Meskipun kopi varietas ini telah secara resmi dikategorikan sebagai kopi arabica, tapi karena secara genetik Kopi ini memiliki gen kopi Robusta, maka dalam karakter rasa Kopi catimor ini masih tersisa karakter robusta yang kurang disukai oleh penikmat kopi Eropa dan Amerika yang merupakan pangsa pasar terbesar kopi Dunia (lebih dari 70%). Kata Dr. Illy, biji Kopi Catimor ini banyak mengandung minyak sebagaimana halnya biji Kopi Robusta.<br /><br />Keluhan DR. Illy ini juga merupakan keluhan dari semua roaster yang hadir dalam konferensi itu, mereka semua mengeluhkan hal yang sama. Kalau ingin merebut kembali pangsa pasar peminum kopi, para Roaster itu menyarankan para petani untuk menanam kopi jenis Bourbon (Seperti jenis kopi yang ditanam di Gayo sekitar 40 tahunan yang lalu). Kopi jenis Bourbon inilah yang sebenarnya telah membuat nama Kopi Gayo melejit di kalangan penggemar kopi dunia.<br /><br />Dalam konferensi itu, delegasi Vietnam menjadi bulan-bulanan seluruh peserta konferensi (termasuk saya) karena mereka seperti orang autis yang hanya berfokus pada peningkatan produksi semata (dalam makalah yang disampaikan wakil mereka dalam konferensi itu, Vietnam melulu menceritakan tentang usaha mereka memperluas dan meningkatkan produksi kopi). Padahal pada saat itu seluruh peserta konferensi datang ke konferensi tersebut dengan sebuah isu besar bernama OVER PRODUCTION alias kelebihan produksi yang tidak terserap pasar, yang pada tahun itu sudah mencapai 3,7%.<br /><br />Pada tahun itu produksi kopi dunia ada 113.033.000 karung yang setara dengan 6.781.980 Ton. Sementara Produksi Kopi Indonesia pada tahun itu adalah 6.987.000 Karung yang setara dengan 419.220 Ton. Jadi kalau ada 3,7 % dari jumlah itu yang tidak terserap pasar artinya jumlah itu adalah 4.182.221 atau hampir 60% jumlah produksi Kopi Indonesia.<br /><br />Atau kalau kita bandingkan dengan produksi kopi Gayo, Kalau di tanah Gayo kita asumsikan ada 90 ribu hektar lahan Kopi (pembulatan ke atas) dengan produksi antara 700-1000 Kg per tahun, kita hitung maksimal ada 1.500.000 Karung kopi per tahun, maka artinya setiap tahun ada kopi sebanyak tiga kali lipat produksi seluruh kopi Gayo yang tidak terserap pasar.<br /><br />Jadi begitulah kira-kira peta perkopian di kawasan ini, sehingga kalaupun Vietnam kemudian mengembangkan Kopi Arabica (sebagaimana yang telah dilakukan Thailand), jelas mutunya tidak akan dapat menyaingi mutu Kopi Gayo dan pasarnya juga nantinya tidak akan mengganggu pasar Kopi Gayo. Karena dengan karakter tanah dan ketinggian tempat yang ada di Vietnam, paling banter mereka hanya akan bisa maksimal menghasilkan Kopi Arabica dengan mutu paling tinggi seperti Kopi Singahmulo.<br /><br />Sementara di berbagai belahan dunia, orang mulai menyadari pentingnya kualitas ini.<br /><br />Contohnya misalnya terjadi pada beberapa perkebunan Kopi di Jawa.<br /><br />Sadar akan pentingnya kualitas dalam industri perkopian ini, beberapa perkebunan kopi besar di Jawa (yang memiliki luas lahan di atas 1000 hektar) belakangan juga mulai mengubah strategi dalam pemilihan jenis tanaman kopi. Contohnya perkebunan Kali Klatak yang karena menyadari harga Kopi Arabica yang dua kali lipat lebih mahal dibanding Kopi robusta, dulu menanam kopi Arabica di lahan mereka yang memiliki ketinggian di bawah 800 Mdpl, tapi karena mutu kopi yang dihasilkan tidak bagus dan memiliki banyak defects (biji kopi rusak), ujung-ujungnya ternyata lebih menguntungkan menanam Robusta, karena itulah tahun ini mereka membongkar semua kopi Arabica di kebun mereka dan menggantinya dengan Robusta.<br /><br />Contoh lain adalah Burma yang sejak beberapa tahun sebelum konferensi itu telah mem-ban kopi jenis Catimor dan hanya menanam Bourbon, sehingga mereka berhasil mendapatkan harga yang baik untuk kopi mereka (bersyukurlah bahwa lahan yang cocok untuk ditanami Kopi di Burma itu sedikit sekali).<br /><br />***<br /><br />Sangat menarik ketika peserta forum yang bernama Hadiyan mengaitkan Kopi Gayo dengan Kopi Blue Mountain, menurut hadiyan Kopi gayo harus mempertahankan dan meningkatkan kwalitas dan menjaga brand image produk supaya bisa seperti Blue Mountain yang harganya jauh lebih mahal dibanding kopi Gayo (kopi gayo sekitar US$ 5/kg sedangankan Jamaica coffee blue mountain bisa mencapai US$ 160/kg)<br /><br />Saya sangat sepakat dengan Hadiyan meskipun saya tidak sepakat perbandingan harga antara kopi gayo dan coffee blue mountain yang dia sebutkan, karena meskipun Blue Mountain jauh lebih mahal ketimbang kopi Gayo tapi perbedaannya tidak seekstrim yang digambarkan oleh Hadiyan, karena beda harga antara gayo Mountain Coffee dengan Jamaican Blue Mountain Coffee 'hanya' sekitar 3 kali lipat saja, contohnya bisa dilihat pada harga yang dipatok oleh perusahaan Joe's di http://www.joescoffeehouse.com/catalog.aspx?id=100 dimana Gayo Mountain dipatok seharga $16.95 dan Jamaica Blue Mountain dipatok seharga $51.95.<br /><br /><br />Apa yang membuat perbedaan harga yang mencolok antara Kopi Gayo dengan Kopi Blue Mountain itu adalah KESERAGAMAN dalam hal kualitas.<br /><br />Kopi Gayo kualitasnya tidak seragam. Ketidak seragaman itu dimulai dari apa yang disebut dengan Kopi Gayo ini sendiri sebenarnya adalah berbagai ragam jenis dan kualitas Kopi dengan berbagai jenis karakter tanah dan ketinggian tumbuh yang terbilang ekstrim. Sekitar 700-an Mdpl di Singah Mulo, sampai 1500-an Meter di Lukup Sabun. Mulai dari yang tumbuh di lahan Vulkanis (Lukup Sabun, Bandar lampahan, Simpang balik sampai di bener Meriah) dan bukan vulkanis di Jagong Jeget, Batu Lintang dan sekitarnya. Lalu Kopi Gayo juga terdiri dari berbagai varietas Kopi yang berbeda-beda.<br /><br />Kemudian juga ketidak seragaman dalam penanganan pasca panen sehingga kualitasnya tidak pernah bisa standar.<br /><br />Atas dasar itulah, kalau kita memang ingin membangun Brand Kopi Gayo yang kuat, saya pikir yang pertama kali harus kita lakukan bukanlah memacu produktivitas, tapi meningkatkan kualitas yang bisa kita mulai dengan mengklasifikasikan kopi di tanoh Gayo berdasarkan daerah tumbuhnya, dan mulai mengembangkan varietas sesuai dengan selera konsumen, bukan bersikap autis dengan pikiran hanya untuk menggenjot produksi seperti Vietnam.<br /><br /><br />Wassalam<br /><br />Win Wan NurAsal Linge Awal Serulehttp://www.blogger.com/profile/11909340515190603839noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-958911628693452465.post-54313116703481106172010-03-06T01:49:00.001-08:002010-03-06T01:49:59.498-08:00Mengintip Sejarah Gayo Melalui Silsilah KeluargaKarena tidak ada catatan, aku tidak tahu persis sejak kapan keluargaku mulai menetap di Isaq.<br /><br />Bagi kami orang Isaq dan juga orang Gayo yang tinggal di tempat lain, masa sebelum abad ke 20 adalah masa pra sejarah. Seperti apa keadaan Gayo sebelum abad ke-20, hanya bisa kami ketahui melalui dongeng, kisah dan legenda yang kami sebut kekeberen.<br /><br />Jadi asal-usul bagaimana keluargaku sampai menetap di Isaq pun, aku hanya tahu dari 'kekeberen' yang kudengar dari kakekku. <br /><br />Ada dua versi tentang asal-usul keluarga kami yang kudengar dari kakekku.<br /><br />Pertama, kata kakekku kami adalah keturunan Datu Merah Mege, anak bungsu dari Muyang Mersa yang merupakan penguasa Linge (sebagaimana juga banyak diklaim oleh orang Isaq lainnya). Karena merasa iri, oleh abang-abangnya, Datu Merah Mege yang merupakan anak kesayangan Muyang Mersah ini pernah dijatuhkan oleh abang-abangnya ke dalam sebuah goa berbentuk sumur yang sampai hari ini dinamakan Loyang Datu (Gua Datu). Datu merah Mege bisa bertahan hidup karena bantuan seekor anjingnya yang setia.<br /><br />Dalam kisah Datu merah Mege ini diceritakan kalau sejak Datu Merah Mege menghilang, anjingnya yang setia itu hanya mau diberi makan nasi kerak dan kemudian langsung menghilang setelah kerak nasi itu diberikan. Kerak nasi itu ternyata tidak dimakan sendiri oleh sang Anjing tetapi kerak nasi itu dia antarkan untuk makanan tuannya Datu Merah Mege yang dijatuhkan oleh kakak-kakaknya ke dalam gua.<br /><br />Perilaku aneh anjing ini membuat Muyang Mersa yang bersedih hati karena kehilangan anak kesayangannya menjadi curiga. Suatu hari, setelah memberi makan kerak nasi, Muyang Mersa yang merasa penasaran dengan perilaku ini mengikuti anjing ini untuk mengetahui kemana kerak nasi itu dibawa sehingga Muyang Mersa pun sampai ke Gua tempat datu Merah Mege dijatuhkan dan menemukan anak kesayangannya tersebut masih hidup.<br /><br />Tahu kejahatan mereka terbongkar, abang-abang dari Datu Merah Mege yang bermaksud mencelakakannya itu melarikan diri dari Isaq sebelum Muyang Mersa kembali ke rumah. Dalam kisah ini diceritakan kalau di kemudian hari, abang-abang dari Datu Merah Mege ini kemudian menjadi raja di tempat lain. Salah satu dari abang Merah Mege ini konon bernama Merah Silu yang kemudian lebih dikenal dengan nama Malikussaleh, yang merupakan penguasa pertama kerajaan Islam Pasai.<br /><br />Kemudian, kakekku juga pernah bilang, kami adalah keturunan langsung dari Maulana Ishaq, seorang Mubaligh yang pertama kali membawa Syi'ar Islam ke Tanoh Gayo, yang dari namanyalah nama ISAQ diambil. <br /><br />Bisa jadi kisah tentang asal-usul keluarga kami seperti yang diceritakan kakekku ini ada kaitannya dengan posisi keluarga kami yang merupakan keluarga Imem (pemimpin agama) dalam stuktur sosial masyarakat Isaq di masa lalu.<br /><br />Sebagaimana kampung-kampung Gayo di masa lalu, di Isaq, sebuah kampung, selain merupakan sebuah wilayah alias teritori, kampung juga merupakan satu wilayah politik. Di masa lalu, orang yang tinggal di satu kampung yang sama selalu memiliki asal-usul alias nenek moyang yang sama (mirip seperti karakter desa di Bali). Karena berasal dari nenek moyang yang sama inilah, di masa lalu, orang Gayo dilarang keras untuk menikah dengan orang sekampungnya. Pernikahan seperti ini adalah aib besar yang membuat pelaku pernikahan seperti ini diusir dari kampung. <br /><br />Di Isaq, ada 5 buah kampung, Kute Riem, Kute Robel, Kute Kramil, Kute Dah dan Kute Rayang. Tapi kalau di Isaq kita menyebut KAMPUNG maka yang dimaksud adalah Kute Rayang yang merupakan kampung asalku. Penduduk Isaq percaya kalau kute Rayang adalah kampung pertama yang ada di Isaq, kemudian ketika penduduknya bertambah banyak mereka menyebar dan mendirikan kampung-kampung lain.<br /><br />Di Gayo, kadang-kadang orang yang tinggal di dua kampung atau lebih, berasal dari nenek moyang yang sama dan dikelompokkan menjadi satu. Kelompok yang tinggal di kampung yang berbeda tapi memiliki nenek moyang yang sama ini disebut dengan istilah belah. Istilah belah ini digunakan untuk menjelaskan pembagian dari suatu benda yang panjang, misalnya batang kayu yang dibagi dari pusatnya (Baca : Sumatran Politics and Poetics: Gayo History, 1900-1989; Bowen 1991)<br /><br />Yang terjadi di Isaq juga demikian, dari 5 kampung di Isaq terdapat 3 belah yaitu: Belah Imem, Belah Reje dan Belah Ciq. Seperti kukatakan sebelumnya, keluargaku termasuk dalam Belah Imem.<br /><br />Di masa lalu, dalam pembagian kekuasaan di Isaq, kekuasaan politik dipegang oleh orang dari Belah Reje yang disebut Kepala Akal (salah seorang keturunan kepala akal terakhir pernah menjadi Bupati Aceh Tengah) dengan orang dari belah Ciq sebagai wakilnya. Tapi hukum dipegang dan ditegakkan oleh orang dari Belah Imem yang disebut Imem Ciq. Semua perkara hukum, semua pertentangan antar warga diselesaikan melalui keputusan yang dibuat oleh Imem Ciq. <br /><br />Imem Ciq terakhir di Isaq adalah muyangku (kakek dari kakekku) yang bernama asli Muhammad Ali tapi di Isaq sendiri beliau lebih dikenal dengan nama Tengku Due Puluh Due. <br /><br />* Ada dua versi yang kudengar tentang asal usul nama Due Puluh Due (22) yang disandang Muyang-ku ini. Yang pertama mengatakan nama Due Puluh Due itu menunjukkan kalau beliau adalah Imem Ciq keturunan yang ke-22. Versi kedua mengatakan kalau nama Due Puluh Due itu merefer kepada jumlah penjahat, pencuri, perampok, pengacau dan para pelanggar Hukum berat lainnya di dalam teritori Isaq baik yang berasal dari luar atau dari dalam Isaq sendiri yang dibunuh oleh muyangku. Entah mana yang benar dari kedua versi itu.<br /><br />Muyangku ini cuma punya satu anak yang sekaligus satu-satunya pewaris di garis keluarga muyangku ini. Tapi anak satu-satunya muyangku yang tidak lain adalah Datu Awanku (bapak dari kakekku) ini pun sebenarnya bukanlah anak kandung Muyangku Tengku Due Puluh Due. Datuku ini sebenarnya adalah anak dari abang Muyangku yang kupanggil dengan sebutan Muyang Pedih (Muyang yang asli) yang merupakan Imem Ciq sebelumnya.<br /><br />Beserta dengan Istrinya (Muyang ananku), Muyang Pedihku meninggal bersama dengan banyak penduduk Isaq lainnya, saat Isaq terserang penyakit kolera. Ketika beliau meninggal, posisinya sebagai Imem Ciq digantikan oleh Muyang Tengku Due Puluh Due. Kisah asal usul keluargaku hanya aku tahu sampai sebatas ini, bagaimana keadaan keluargakun di generasi sebelum kedua muyangku ini lahir, aku tidak pernah tahu.<br /><br />Saat Muyang Pedih-ku meninggal, datuku masih bayi dan langsung dirawat dan sangat dimanjakan oleh Muyang-ku Tengku Due Puluh Due yang sebenarnya adalah Ama Ucak(Paman)-nya yang tidak pernah punya keturunan langsung. <br /><br />Semua sistem sosial kemasyarakatan di Isaq sebagai mana kuceritakan di atas, berlangsung dengan tertib sampai masa sebelum kedatangan Belanda. <br /><br />Ketika Belanda datang, salah seorang keturunan mantan penguasa di Isaq yang disebut kejurun, bekerja sama dengan Belanda. Dia menjual kampung kami kepada Belanda yang kemudian menempatkan dirinya sebagai penguasa seluruh Isaq, baik secara politik maupun Hukum dan menghancurkan semua sistem yang sudah ada sebelumnya. <br /><br />Sebelum kedatangan Belanda, memang ada beberapa konflik perebutan pengaruh kekuasaan politik antar beberapa belah di kampung kami. Kakekku tidak menjelaskan dengan detail Kejurun ini dari belah mana (dan akupun tidak pernah tertarik untuk menanyakan karena waktu itu aku tidak menganggap hal ini sebagai sesuatu yang penting), tapi sepertinya dia adalah keturunan mantan penguasa di Isaq yang kalah bersaing dengan kepala akal dalam perebutan pengaruh politik. <br /><br />Kejurun inilah yang menyambut kedatangan Marsose ke Isaq dengan tari Seudati sebagaimana terdokumentasi dalam foto yang sempat di-post oleh I Love Gayo.<br /><br />Sikap Kejurun yang Pro Belanda, yang menekan masyarakat Isaq dengan pajak-pajak berat ini membuat Kejurun berseteru berat dengan kakekku. Dalam perseteruan ini Kejurun melibatkan Belanda sehingga kakekku pun terpaksa melarikan diri ke Takengen dan tinggal menumpang di sebuah keluarga asal Minang, sehingga orang-orang di Takengen menyangka kakekku adalah orang Minang juga (kakekku bisa masuk ke keluarga Minang, karena guru yang mengajari kakekku baca tulis yang dikirim oleh Belanda ke Isaq adalah orang Minang). <br /><br />Waktu itu, tidak satupun orang Gayo di Takengen yang tahu kalau kakekku adalah pelarian dari Isaq, sebuah kampung yang jauhnya beberapa hari perjalanan melewati Hutan. Situasi seperti ini membuat Belanda yang mencari-cari kakekku juga tidak tahu, kalau kakekku yang menjadi buronan di Isaq itu sebenarnya ada di Takengen, tinggal di tengah-tengah Masyarakat Minang. Kakekku juga sangat terbantu karena pada saat itu, belum ada kewajiban untuk memiliki KTP yang dilengkapi Pas Foto, jadi Belanda tidak yang tidak punya dokumentasi foto kakekku tidak bisa mencocok-cocokkan wajah kakekku dengan wajah yang ada dalam KTP.<br /> <br />Sikap sewenang-wenang Kejurun yang dibekingi oleh Belanda ini terjadi ketika Muyangku Tengku Due puluh Due sudah wafat. <br /><br />Saat muyangku Tengku Due Puluh Due masih hidup, Belanda tidak pernah bisa masuk sampai ke Isaq dan keluarga kejurun juga tidak bisa berkutik. Pajak yang memberatkan rakyat Isaq seperti yang dikenakan oleh Kejurun dengan dukungan Belanda, tidak pernah ada semasa kekuasaan di Isaq dipegang oleh Kepala Akal dan Muyangku.<br /><br />Karena Isaq belum bisa dimasuki Belanda inilah, ketika Belang Kejeren diserang Belanda (Kejadian ini banyak diingat orang karena adanya foto pasukan Marsose yang berpose di tengah tumpukan Mayat penduduk Gayo), banyak penduduk Belang Kejeren yang mengungsi ke Isaq. Saat berada di Isaq, rombongan pelarian dari Belang Kejeren ini diterima dengan baik oleh muyangku. <br /><br />Pada waktu itu, di antara para pengungsi dari Belang Kejeren itu terdapat dua orang puteri Reje dari Rema yang kedua orang tuanya tewas dalam pertempuran melawan Belanda. Kedua puteri Reje Rema ini melarikan diri bersama para pengawal dan rakyatnya yang masih hidup. <br /><br />Kebetulan waktu itu datu awanku masih lajang alias belum menikah. Melihat di antara para pengungsi itu ada dua puteri dari Blang Kejeren yang telah menjadi yatim piatu. Muyangku kemudian melamarkan salah satu dari dua puteri itu untuk menjadi istri datu awanku yang saat itu masih lajang. Dari kedua puteri itu, yang dilamarkan oleh muyangku untuk menjadi istri datu awanku ini adalah puteri yang lebih muda dan lamaran itupun diterima dengan baik oleh keluarga sang puteri. <br /><br />Begitulah, kemudian mereka menikah, puteri yang lebih muda inipun kemudian menjadi Datu Ananku (yang cuma bisa aku ingat dalam sosoknya yang sudah sangat tua dan renta) dan tinggal di Isaq sampai akhir hayatnya. <br /><br />Setelah kedua datuku menikah, sang kakak bersama para pengawalnya melanjutkan pelarian sampai ke Uning, yang letaknya tidak terlalu jauh dari Takengen. Ketika situasi di Belang Kejeren sudah kembali kondusif, mereka kembali ke Rema dan sejak saat itu komunikasi antara datu ananku dan kakaknya serta semua anggota keluarganya di Rema terputus. <br /><br />Saat sudah dewasa, kakekku pernah ingin ke berkunjung ke Belang Kejeren untuk menelusuri jejak keluarga kami di sana. Tapi niat kakekku ini selalu dihalangi oleh Datu Ananku "enti Win, i amat ni pakea kase ko iso, gere i osah pakea kase ko ulak kuini", yang artinya "jangan nak, nanti kamu ditahan oleh mereka di sana dan tidak diperbolehkan lagi kembali ke sini", begitu selalu kata Datu Ananku, setiap kali kakekku ingin pergi berkunjung ke Belang Kejeren. Datu ananku sangat takut kalau kakekku yang saat itu terhitung cukup berpendidikan itu sampai berkunjung ke sana. Datu ananku takut nanti kakekku akan dipaksa oleh keluarga datu ananku yang ada di sana untuk tinggal di Rema menggantikan posisi Muyangku yang meninggal saat bertempur dengan Belanda.<br /><br />Ketika itu wajar Datu Ananku tidak memperbolehkan Kakekku menelusuri jejak keluarga kami di Blang kejeren. Itu karena pada waktu itu, perjalanan ke Belang kejeren tidaklah segampang sekarang. Saat itu untuk pergi ke Blang Kejeren, dibutuhkan perjalanan berhari-hari menembus hutan. Jadi tidak mungkin kalau begitu sampai di sana langsung pamit untuk pulang. Datu Ananku juga takut kakekku tidak pulang karena kedua datuku ini cuma punya dua anak dan kakekku adalah anak laki-laki satu-satunya, sehingga karena menghormati keinginan Datu Ananku, setahuku sampai akhir hayatnya (beliau meninggal dunia tahun 2002) kakekku tidak pernah menginjakkan kaki di Belang Kejeren.<br /><br />Akibatnya sampai hari ini aku tidak pernah tahu jejak keluargaku di Belang Kejeren.<br /><br />Tahun 1996, aku bersama teman-teman sekampusku dari Fakultas Teknik Unsyiah, pernah mengadakan acara PBMT (Pekan Bakti Mahasiswa Teknik) di Rema yang tidak lain adalah kampung asal Datu Anan-ku. Sambil mengikuti acara ini, aku menyempatkan diri untuk menelusuri silsilah keluargaku di Kampung itu, tapi dari beberapa orang Tua (seumuran ayahku) yang kuajak bicara, termasuk bapak Geuchik Rema sendiri, tidak seorangpun yang familiar dengan sejarah Datu Anan-ku ini.<br /><br />Kembali ke kisah Datu merah Mege dan Maulana Ishaq.<br /><br />Kemungkinan latar belakang keluarga kami yang merupakan keturunan Imem inilah yang membuat asal-usul keluargaku dikaitkan kepada sosok Maulana Ishaq yang kata kakekku adalah Mubaligh yang pertama kali membawa Syi'ar Islam ke tanoh Gayo.<br /><br />Cuma masalahnya, ketika menceritakan asal-usul keluargaku ini. Ketika skala waktunya sudah di atas abad ke- 20, cara kakekku bercerita sudah sebagaimana layaknya orang yang menceritakan kekeberen. Cerita kakekku bukan lagi berdasarkan fakta yang beliau alami sendiri, tapi sudah bersandar pada kata orang melalui kata orang yang dikisahkan turun-temurun tanpa tercatat.<br /><br />Dalam bercerita mengenai kisah yang terjadi sebelum abad ke- 20, kakekku tidak pernah bisa memberikan skala waktu yang tepat, contohnya adalah pada cerita tentang silsilah keluarga kami yang kata kakekku merupakan keturunan datu Merah Mege dan juga keturunan langsung Maulana Ishaq. <br /><br />Dulu saat kakekku masih hidup, aku tidak pernah menanyakan bagaimana kejanggalan ini bisa terjadi. bagaimana mungkin kami yang katanya merupakan keturunan Datu Merah Mege tapi juga sekaligus adalah keturunan langsung Maulana Ishaq (Ini janggal karena di Gayo, silsilah keturunan diurutkan secara paterilineal)<br /><br />Tapi sekarang aku jadi bingung sendiri, bagaimana ceritanya ini. Apakah Maulana Ishaq itu sebenarnya adalah Muyang Mersa, atau apakah Maulana Ishaq itu adalah bapak dari Muyang Mersa, aku tidak pernah tahu.<br /><br />Tidak adanya skala waktu yang jelas ini membuatku bingung siapa yang lebih dulu ada, datu Merah Mege atau Maulana Ishaq. Karena kalau kita mengamati kisah Datu Merah Mege yang memelihara anjing dan bertahan hidup dengan makanan yang diantarkan oleh anjing, kemungkinan besar ini adalah kisah dari masa sebelum orang Gayo memeluk Islam.<br /><br />Kalau benar Muyang Mersa adalah Maulana Ishaq dan Merah Silu yang lebih dikenal dengan nama Malikussaleh adalah Merah Silu anaknya Muyang Mersa, maka seharusnya dia sudah memeluk Islam waktu datang ke Pasai.<br /><br />Masalah lain yang tidak kurang besar dari semua cerita kakekku ini adalah, kakekku dan orang Gayo lainnya sama sekali tidak bisa menunjukkan bukti tertulis atau benda-benda warisan tokoh-tokoh dalam cerita ini untuk dijadikan bukti tentang keberadaan sosok-sosok tersebut dalam sejarah. <br /><br />Selain kakekku, orang lain juga banyak yang menceritakan kisah ini, tapi biasanya redaksi dan beberapa detail cerita ini berbeda-beda pada setiap pencerita, sehingga kita jadi tidak bisa sepenuhnya yakin dengan kebenaran cerita-cerita itu.<br /><br />Kisah yang berbeda-beda ini membuat kita tidak bisa memastikan, Muyang Mersa, Datu Merah Mege, Maulana Ishak dan tokoh-tokoh lain hidup sebelum abad ke -20 yang kisah dan kekeberen tentang mereka disampaikan secara turun-temurun ini benar-benar tokoh yang nyata. Jangan-jangan sebenarnya kisah Datu Merah Mege yang mirip dengan kisah Nabi Yusuf ini adalah cerita rakyat dari tradisi pra islam yang telah disesuaikan dengan cerita-cerita dalam kisah para nabi. Untuk pertanyaan-pertanyaan semacam ini, sampai hari ini kita tidak pernah tahu jawaban yang sebenarnya seperti apa.<br /><br />Mungkin kita perlu melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui apakah tokoh-tokoh dalam cerita ini benar-benar nyata atau cuma rekaan saja. <br /><br />Hanya masalahnya lagi, karena minimnya data, kita pun sulit menentukan untuk memulai penelitian itu dari mana.<br /><br />Wassalam<br /><br />Win Wan Nur<br />Suku Gayo asal IsaqAsal Linge Awal Serulehttp://www.blogger.com/profile/11909340515190603839noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-958911628693452465.post-1750158256480246542010-03-06T01:47:00.000-08:002010-03-06T01:49:18.978-08:00Isaq, Kampungku yang Bersuhu HangatIsaq, adalah nama ibu kota kecamatan Linge yang masuk ke dalam wilayah administrasi kabupaten Aceh Tengah. Tapi meskipun statusnya adalah ibu kota kecamatan, jangan membayangkan Isaq itu sebagaimana layaknya ibukota kecamatan di pulau jawa yang ramai. Karena meskipun statusnya ibu kota kecamatan, tapi Isaq letaknya terpencil di tengah hutan pinus di pedalaman Tanoh Gayo yang ditinggali penduduk yang lebih sedikit dari sebuah RW di Jakarta. <br /><br />Dari Isaq inilah keluargaku secara turun-temurun berasal.<br /><br />Kampungku ini berjarak 30 kilometer dari Takengen, yang merupakan ibu kota kabupaten Aceh Tengah yang sekaligus merupakan kota terbesar dan paling ramai di Tanoh Gayo. <br /><br />Isaq terletak di sebuah lembah di dataran rendah yang hangat. Suhu yang hangat ini membuat Isaq berbeda dengan Takengen yang dingin. Untuk lansekap dan kondisi alam, secara sekilas saja orang langsung bisa melihat perbedaan antara Isaq dan Takengen. Banyaknya pohon kelapa yang merupakan tanaman khas daerah pesisir yang tumbuh di Isaq, adalah perbedaan yang paling mencolok antara alam Isaq dan alam Takengen. <br /><br />Suhu yang lebih hangat membuat mata pencaharian orang Isaq juga berbeda dengan penduduk Takengen. Jika di Takengen dan sekitarnya yang bersuhu dingin orang banyak mengusahakan kebun kopi sebagai seumber mata pencaharian, kami di Isaq tidak. Di Isaq kami lebih banyak mengusahakan sawah, membuat gula aren (Di Takengen gula ini dikenal dengan nama Gule Isaq) dan memelihara kerbau.<br /><br />Untuk menuju ke kampungku ini, dari Kota Takengen, orang harus melintasi gunung berhutan primer bernama Bur Lintang. <br /><br />Dulu, saat kakekku masih muda, untuk bisa mencapai kampungku ini, orang dari Takengen harus menempuh beberapa hari perjalanan berjalan kaki melewati hutan Bur Lintang dengan resiko diterkam harimau.<br /> <br />Aku bersama kakekku tinggal di Isaq antara tahun 1978-1979, saat itu aku masih kecil dan belum bersekolah. Pada waktu itu, di seluruh kecamatan kami itu, sekolah yang ada hanya sampai tingkat sekolah dasar dan itupun hanya ada satu dalam radius 50 kilometer. SMP baru dibangun setelah aku tidak lagi tinggal di sana. <br /><br />Untuk melanjutkan sekolah ke SMP dan SMA, saat itu warga kampungku harus berangkat ke Takengen. Tidak banyak orang yang berpendidikan tinggi di kampungku ini. Orang berpendidikan paling tinggi di sana adalah Camat, tapi aku tidak pernah mengenal sosoknya, karena dia bertempat tinggal di tepi hutan yang terpisah sekitar satu kilometer di luar kampung kami dan dari yang sering kudengar sepertinya Pak Camat lebih sering ada di Takengen ketimbang di Isaq. <br /><br />Rumah camat ini berada satu lokasi dengan kantor camat sendiri, kantor Koramil, Polsek dan juga tempat kediaman para personelnya. <br /><br />Dibandingkan dengan Camat, aku lebih mengenal sosok Dan Ramil karena dia setiap pagi selalu minum kopi di warung samping rumahku.<br /><br />Di samping sarana pendidikan yang minim, pada waktu aku tinggal di sana listrik juga belum ada. Tapi meskipun begitu, keadaan Isaq yang seperti ini sudah jauh lebih baik dibanding zaman ketika kakekku masih muda. <br /><br />Saat aku tinggal di Isaq, sudah ada jalan yang menghubungkan Takengen dengan Kampungku ini, meskipun ketika itu jalanan tersebut masih berupa jalan tanah yang diberi pengerasan yang membuat jarak yang hanya 30 kilometer itu harus ditempuh dalam waktu berjam-jam. Sehingga jika pada masa itu kita berada di Takengen dan menyebut nama ISAQ, maka kesan yang ditangkap oleh orang Takengen, Isaq itu adalah sebuah negeri terpencil yang letaknya jauh sekali. <br /><br />Waktu itu banyak orang Takengen yang percaya kalau orang-orang di kampungku ini rata-rata memiliki ilmu gaib.<br /><br />Kepercayaan seperti ini membuat orang Takengen cenderung takut berkunjung bahkan ada yang tidak berani sekedar untuk melintasi Isaq. Mungkin karena berbagai cerita yang tidak jelas ini, ditambah hampir tidak adanya daya tarik ekonomi yang cukup kuat dari kampungku ini. Membuat sedikit sekali bahkan hampir tidak ada orang Takengen yang pernah berkunjung ke kampung kami. Orang Takengen yang datang ke Isaq biasanya hanya mereka yang berasal atau memiliki keluarga di kampung kami atau mereka yang bekerja sebagai guru atau pegawai di kantor kecamatan dan institusi pemerintahan yang lain.<br /><br />Letak Isaq yang terpencil dan udik di mata orang Takengen, sering membuat orang Isaq dijadikan bahan olok-olok penduduk di ibu kota kabupaten ini. Oleh orang Takengen, nama Isaq dicocok-cocokkan dengan kata pekak (bodoh) dan ungak (tai hidung) dalam sebuah syair yang berima, kata-kata itu digunakan untuk mengolok-olok orang Isaq yang mereka bayangkan sebagai, orang udik yang kampungan dan tidak berpendidikan. <br /><br />* Olok-olok dengan syair yang berima ini adalah khas Gayo, olok-olok seperti ini juga digunakan untuk mengolok-olok orang suku Aceh. Jika oleh orang Aceh, Gayo sering disebut 'urik', oleh orang Gayo, kepada orang suku Aceh yang datang merantau ke Gayo dilekatkan kata tengkang (mengangkang) dan gantang (kentang). Seperti saya yang tidak tahu kenapa kata pekak dan ungak dilekatkan untuk mengolok-olok orang Isaq, saya pun tidak tahu alasan apa yang membuat orang Gayo melekatkan kata 'tengkang' untuk mengolok-olok orang suku Aceh.<br /><br />Sekarang Isaq sudah tidak lagi terpencil, jalanan yang menghubungkan antara Takengen dan Isaq kini sudah diaspal hotmix sampai ke Belang Kejeren. Tidak jauh dari Isaq, sekarang sudah ada pemukiman yang lebih ramai bernama Jagong- Jeget, bekas hutan lebat yang dijadikan lokasi transmigrasi, sehingga sekarang tempat itu bahkan jadi jauh lebih ramai ketimbang Isaq.<br /><br />Sekarang setiap hari ada banyak angkutan umum yang melintasi Isaq, baik yang menuju ke Jagong Jeget atau ke Belang Kejeren. Sekarang, dari Takengen menuju ke Isaq bisa ditempuh dalam waktu satu jam saja.<br /><br />Situasi ini sangat berbeda dibandingkan dengan saat aku masih tinggal di Isaq dulu. <br /><br />Pada masa itu, bis yang melintasi rute Takengen-Isaq hanya ada dua. Satu milik perusahaan angkutan CV. Menara bernomor 11 dan yang satu lagi milik perusahaan PT. Aceh Tengah bernomor 10. Kedua bis ini berbentuk mini bus berbody karoseri dengan mesin Colt diesel seperti yang biasa dipakai sebagai truk pengangkut pasir. Karena hanya dua dan penduduk yang dilayani pun tidak banyak, hampir semua penduduk kampungku mengenal sopir Bis ini.<br /><br />Sopir Bis Aceh Tengah 10 sering berganti-ganti, tapi sopir Bis Menara 11 selalu orang yang sama. Sopir Bis ini bernama Alin, seorang etnis Cina yang fasih berbahasa Gayo. Aku memanggilnya dengan nama Cik Alin (Cik adalah singkatan dari kata Pak Cik yang merupakan panggilan umum di Gayo untuk adik bapak). Begitu akrabnya Cik Alin yang sopir Bis Menara 11 ini dengan warga kampungku, sehingga dia sering diundang makan di rumah-rumah warga kampungku. Kakekku yang merupakan imam di mesjid kampung kami ini juga beberapa kali mengundang Cik Alin makan di rumah kami, sehingga akupun menjadi akrab dengannya. <br /><br />Aku dan kakekku termasuk warga Isaq yang paling sering menggunakan jasa Cik Alin. Kakekku yang pensiunan pegawai negeri sekaligus anggota veteran, paling tidak sebulan sekali pergi ke Takengen untuk mengambil gaji. Dan setiap kali kakekku pergi ke Takengen, aku selalu diajak serta. <br /><br />Sampai hari ini aku masih bisa membayangkan dengan jelas bagaimana suasana perjalanan antara Isaq- Takengen dan sebaliknya pada waktu itu, terutama saat kami kembali dari Takengen menuju ke Isaq. <br /><br />Setiap kali menumpang bis ke Isaq, baik dengan Menara 11 atau Aceh tengah 10, aku dan kakekku selalu diberi kehormatan untuk duduk di depan, di samping sopir.<br /><br />Untuk berangkat ke Isaq, kami naik di terminal bis Takengen. Dari sana nanti Bis akan berjalan ke arah Toa, dalam perjalanan ini bis selalu berhenti di simpang Wariji dan PNP (gudang dan perumahan karyawan perusahaan PNP yang terletak di seberang lapangan Musara Alun) untuk menaikkan penumpang. Lewat dari PNP salah seorang penumpang akan berteriak, "hiburan". Lalu Cik Alin mengambil kaset, memukul-mukulkannya di telapak tangan dan memasukkannya ke dalam tape recorder bis miliknya dan mengalunlah lagu-lagu populer masa itu yang biasanya adalah lagu dangdut.<br /><br />Sampai ke Relop jalan masih bagus dan beraspal (meski bukan aspal hotmix), tapi ketika jalanan menanjak memasuki kawasan Bur Lintang, jalanan tidak lagi sebaik sebelumnya, sehingga bis harus berjalan pelan-pelan dan bergoyang ke kanan kekiri. Keadaan seperti ini ditambah dengan bercampurnya berbagai aroma dalam bis ini membuat banyak penumpang merasa mual. Aku termasuk yang paling sering muntah saat melakukan perjalanan ini. <br /><br />Sepertinya perjalanan antara Takengen- Isaq dalam bis yang bau dan bergoyang-goyang mengocok perut sambil diiringi lagu dangdut yang sering kulakukan di masa kecil bersama kakekku ini begitu membekas bagiku, sehingga sampai hari ini aku langsung merasa mual setiap kali mendengar lagu dangdut. Setiap kali mendengar jenis lagu ini, aku otomatis merasa seperti sedang berada dalam bis yang menuju ke Isaq. (Bahkan saat menuliskan ini pun perutku terasa mual)<br /><br />Pada waktu tinggal di Isaq dulu, hutan di di Bur Lintang masih sangat lebat. <br /><br />Hutan di gunung ini adalah hutan primer yang hijau, basah dan dingin. Tidak peduli musim kemarau atau musim penghujan, di sepanjang jalan yang membelah hutan ini aku sering melihat air yang mengalir dari dalam hutan, tumpah ke dalam parit-parit pembatas jalan. Kadang bis berhenti ditempat air-air yang mengalir itu untuk mengisi air radiator. Saat seperti ini sering dimanfaatkan oleh penumpang untuk memetik empan, sejenis tanaman bumbu yang berasa kebas seperti peppermint yang banyak tumbuh liar di tepi jalan di hutan Bur Lintang.<br /><br />Setelah mencapai titik puncak Bur Lintang, jalanan mulai menurun dan suhu pun semakin lama menjadi semakin hangat, vegetasi alam pun berubah.<br /><br />Jika sebelumnya hutan yang dilalui adalah hutan primer yang lebat dan basah, setelah beberapa waktu melewati jalanan yang menurun ini bis akan melewati hutan pinus yang suasananya sangat berbeda dengan hutan primer di Bur Lintang. Hutan pinus ini di bawahnya terlihat lapang dan kering serta ditumbuhi rumput-rumputan, tidak seperti hutan primer yang terlihat rapat dan basah dipenuhi berbagai vegetasi khas hutan tropis. Di dalam hutan pinus ini, sesekali aku melihat kerbau berkeliaran bebas sambil merumput atau sedang santai berkubang. Karakter tanah di hutan pinus ini juga tidak sama dengan di Bur Lintang, di hutan pinus ini tanahnya berwarna merah, tidak hitam seperti seperti di Bur Lintang<br /><br />Di beberapa tempat dalam hutan pinus ini, juga tumbuh tanaman liar yang kami sebut 'terpuk'. Tanaman ini memiliki batang dan daun yang mirip dengan lengkuas, tapi terpuk tumbuh dengan ukuran yang jauh lebih tinggi. Sepertinya kedua tanaman ini adalah famili yang sama dalam taksonomi. <br /><br />Di Gayo, kami menggunakan bunga tanaman ini sebagai sayuran dengan rasa yang khas. Biasanya terpuk kami gulai bersama dengan ikan dan empan sebagai penyedap. Gulai ini kami masak sampai kuahnya kering, dalam bahasa Gayo masakan seperti ini kami namakan pengat.<br /><br />Selain terpuk ada juga tanaman seperti ini bernama 'serule' yang sekilas bentuknya sama dengan 'Terpuk' tapi tidak memiliki bunga. Tapi meskipun tidak memiliki bunga seperti terpuk, serule memiliki buah yang didalamnya dipenuhi biji seperti buah jambu biji dengan rasa yang manis. Waktu kecil aku dan teman-temanku lebih menyukai Serule ketimbang terpuk. Tapi bagi orang dewasa, bagian tanaman ini yang berguna hanya bagian daunnya yang dimanfaatkan untuk bahan pembuat atap rumah.<br /><br />Dalam Hutan pinus ini terdapat banyak pondok pengawas milik PNP. Sebuah perusahaan negara yang mengelola produksi getah pinus alias terpentin. Kadang-kadang kita juga bisa menemui pekerja yang sedang menyadap getah pinus itu. Mereka hampir semuanya adalah pekerja suku Jawa yang konon dulunya dibawa oleh Belanda dari negeri mereka yang jauh di seberang laut.<br /><br />Di beberapa tempat aku melihat perkampungan yang didiami oleh pekerja-pekerja suku jawa ini. Salah satunya yang paling aku ingat ada di sebuah tempat yang bernama Air Asin, tempat ini aku ingat karena dari sini Isaq sudah tidak terlalu jauh. Tapi ketika beberapa tahun kemudian saat aku sudah duduk di bangku SD, kulihat desa ini sudah ditinggalkan penghuninya, rumah-rumah termasuk mesjid yang ada di desa ini tampak tidak terawat dan kemudian hancur dengan sendirinya.<br /><br />Tidak lama setelah melewati Air Asin, aku akan segera melihat persawahan dan sungai yang membelah lembah Isaq beserta dengan pohon-pohon kelapa yang merupakan tanaman khas daerah Isaq yang tidak bisa kita temukan di Takengen yang bersuhu dingin.<br /><br />Setelah itu bis akan melewati lokasi pusat pemerintahan dan tempat kediaman para personelnya dan tidak lama kemudian Bis pun tiba di lembah Isaq yang hangat. Tempat aku menghabiskan masa kecilku sebelum aku mulai bersekolah.<br /><br />Wassalam<br /><br />Win Wan Nur<br />Suku Gayo asal IsaqAsal Linge Awal Serulehttp://www.blogger.com/profile/11909340515190603839noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-958911628693452465.post-29328975888353993222010-02-25T08:49:00.004-08:002010-02-25T08:50:41.244-08:00Takut Menghadapi Konflik, Bertemu Dengan BencanaKetika seorang anak mengalami penyakit kudis di kepala, bagaimana cara orang tua menghadapinya?. <br /><br />Pertama, untuk menghindari konflik dengan si anak karena si anak tidak tahan rasa sakit dan menangis meraung-raung kalau kudisnya disentuh, si orang tua memilih mengobati kudis di kepala dengan membiarkan rambut di kepala si anak menghalangi pengobatan, dengan resiko kudis itu tidak akan sembuh sempurna. <br /><br />Atau cara kedua memilih sedikit berkonflik dengan si anak dengan cara mencukur habis rambut si anak di bagian kepala yang berkudis yang akan membuat penyakit kudis itu bisa diobati sampai sembuh sempurna dengan resiko berkonflik dengan si anak yang meraung-raung kesakitan saat rambut di bagian kepalanya yang berkudis dicukur.<br /><br />Banyak orang tua yang karena besarnya rasa sayang, tidak tega melihat raungan anaknya yang kesakitan, menghindari konflik kecil dan memilih memelihara penyakit seperti itu. Mereka memilih memberikan pengobatan yang hanya mengurangi sedikit rasa sakit tapi tidak bisa mengobati kudis ini sampai tuntas. Pilihan seperti ini sekilas terlihat paling bijaksana karena membuat si anak senang, tapi resikonya, kudis yang tidak diobati dengan sempurna itu perlahan-lahan akan meluas dan akhirnya akan meneginfeksi seluruh kulit kepala yang akan membuat si anak akan sangat menderita. Pada akhirnya, kalau mereka tidak mau anaknya menderita seumur hidup, mereka pun terpaksa harus mau berkonflik besar dengan si anak karena harus mencukur seluruh bagian kepala yang semuanya telah ditumbuhi kudis.<br /><br />Perilaku menghindari konflik kecil seperti yang ditunjukkan oleh orang tua dalam menghadapi masalah seperti yang saya gambarkan dalam ilustrasi di atas adalah perilaku umum yang dapat kita temui dalam setiap masyarakat di belahan dunia manapun, dalam menghadapi masalah apapun.<br /><br />Di Indonesia, dulu (bahkan sampai sekarang) kita mengenal hantu bernama SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan), yang tabu untuk diomongkan. <br /><br />Men-tabu-kan pembicaraan atau diskusi yang menyangkut SARA ini, sekilas terlihat di permukaan mampu meredam konflik antar masyarakat yang sedemikian majmuk. <br /><br />Pada kenyataannya, pelarangan ini sama saja dengan memelihara kudis di kepala. Di permukaan, pelarangan ini memang berhasil menghindarkan masyarakat dari 'konflik-konflik kecil'. Padahal 'konflik-konflik kecil' ini sebenarnya berguna untuk mengobati kudis sebelum penyakit itu meluas menginfeksi seluruh bagian kepala. Tapi karena dilarang untuk didiskusikan, maka masalah SARA yang tabu didiskusikan ini seolah terselesaikan padahal inti permasalahannya sama sekali tidak hilang. <br /><br />Seperti kudis di kepala yang tidak tuntas tersembuhkan, masalah SARA yang tabu dibicarakan itupun terendapkan, terakumulasi sedikit demi sedikit, tanpa disadari semakin lama semakin membesar dan pada saatnya ketika tekanan sudah sedemikian besar, masalah itu pun meledak menjadi konflik besar secara fisik yang berdarah-darah seperti yang kita saksikan terjadi di Ambon dan di Poso.<br /><br />Dalam skala yang lebih kecil, di Aceh, men-Tabu-kan pembicaraan soal SARA telah membuat akumulasi kekecewaan suku-suku minoritas terhadap suku Aceh yang mayoritas, membesar. Kekecewaan yang membesar inilah yang telah memunculkan ide pembentukan provinsi baru ALA dan ABAS yang terpisah dari provinsi Aceh.<br /><br />Apa yang terjadi terhadap pemerintahan Orde Baru yang anti kritik juga sama.<br /><br />Pemerintahan pada masa itu sangat alergi terhadap segala konflik kecil-kecil. Pada masa itu semua kritik yang ditujukan kepada pemerintah ditanggapi secara berlebihan, sehingga ketika semuanya terakumulasi, meledaklah sebuah konflik besar yang menjatuhkan pemerintahan Soeharto.<br /><br />Pola yang sama juga dapat kita saksikan pada kejatuhan ekonomi Amerika beberapa waktu yang lalu. <br /><br />Dulu Amerika adalah negara yang sangat produktif sehingga mereka bisa menjadi kekuatan utama ekonomi dunia. Ini bisa terjadi karena dibandingkan eropa dan jepang mereka sedikit sekali mengalami kerusakan pasca Perang Dunia II. Situasi ini membuat mereka bisa leluasa mengembangkan industrinya, sehingga lebih dari separuh barang produksi yang ada di pasar dunia pada masa itu disumbangkan oleh Amerika. <br /><br />Industri mobil Amerika, Ford, Chrysler dan GM waktu itu nyaris tanpa pesaing, begitu juga dengan industri baja, mesin manufaktur, aluminium, pesawat dan sebagainya. Situasi ini membuat lebih dari separuh transaksi mata uang Global ada dalam mata uang DOLLAR AMERIKA.<br /><br />Situasi perekonomian yang nyaman ini membuat masyarakat Amerika menjadi masyarakat yang konsumtif, perlahan-lahan mereka menjadi sangat konsumtif dan semakin konsumtif.<br /><br />Sementara itu negara-negara lain pun mulai menata ekonominya, tanpa disadari oleh orang Amerika sendiri, sedikit demi sedikit kekuatan ekonomi Amerika sudah tidak lagi sedominan pasca perang dunia II dulu. Tanpa disadari oleh banyak orang Amerika, peta ekonomi dunia berubah. Eropa, Jepang, Korea, India, bahkan Cina dan lain-lain telah tumbuh menjadi kekuatan ekonomi baru. Industri Amerika tidak lagi sedigjaya dulu, untuk mobil misalnya, sekarang dunia malah lebih akrab dengan merk Toyoya, Nissan, Honda dan berbagai merk Jepang lainnya bahkan KIA dan Hyundai yang nota bene merk Korea, ketimbang Chevrolet, Ford dan merk-merk Amerika lainnya yang dulu pernah sangat dominan dalam pasar otomotif dunia.<br /><br />Situasi ini membuat AMERIKA sekarang bukan lagi negara PRODUSEN seperti setalah PD II dulu, tapi sebaliknya sekarang mereka adalah negara KONSUMEN, defisit perdagangan mereka 800 MILYAR DOLLAR PER TAHUN, pertumbuhan rata-rata impor rata-rata tiga kali lipat pertumbuhan rata-rata ekspor.<br /><br />Ketika dulu presiden Bush naik menggantikan Clinton, Ekonomi AS dibangunnya atas paradigma besar pasak daripada tiang. Perdagangan luar negeri mereka mengalami defisit, tapi APBN mereka terus meningkat bahkan mereka mampu membiayai perang di Iraq yang berlangsung bertahun-tahun. Perang yang sebulannya menghabiskan biaya 10 Milyar Dollar.<br /><br />Sementara itu masyarakat Amerika sendiri sudah terlanjur nyaman dengan perilaku konsumtifnya. Pada akhirnya dari yang dulunya merupakan masyarakat paling produktif, masyarakat Amerika telah berubah menjadi masyarakat yang paling konsumtif di dunia. Bahkan ekonomi Amerika sangat bertumpu pada konsumsi, tanpa adanya konsumsi yang tinggi, ekonomi Amerika langsung mati. <br /><br />Tapi karena minimnya produksi, orang Amerika yang konsumtif jadi tidak bisa lagi menabung. Tingkat tabungan masyarakat Amerika sangat rendah. Banyak rumah tangga Amerika memiliki utang rumah tangga yang lebih besar dari penghasilan yang mereka dapatkan per bulan.<br /><br />Lalu selama ini bagaimana Amerika mampu membiayai ekonominya yang boros itu? jawabnya ya sama seperti yang dilakukan oleh warga negaranya, yaitu BERUTANG. Mereka menerbitkan beragam surat utang, entah itu pemerintah atau juga swasta. Surat-surat utang ini kemudian dibeli oleh investor dari berbagai belahan dunia, jaminannya apa?...Reputasi Amerika sendiri yang berdasarkan pada kepercayaan bahwa Amerika memiliki fundamen ekonomi yang kuat. Solusi mengatasi masalah ekonomi seperti disebut dengan ekonomi gelembung alias 'Bubble Economy'. <br /><br />Pemerintah Amerika tidak mau sedikit berkonflik dengan masyarakatnya (atau lebih tepat disebut ketakutan tidak akan dipilih lagi) dengan cara mendidik mereka untuk kembali produktif dan mengurangi perilaku konsumtif. <br /><br />Sikap pemerintah Amerika ini persis sama seperti sikap orang tua yang tidak tahan mendengar raungan anaknya ketika rambut dibagian kulit kepalanya yang berkudis dicukur untuk bisa diobati secara tuntas. <br /><br />Seperti ditulis Budiarto Shambazy di kolom politika Kompas 7-oktober 2008 silam, pada tanggal 22 Maret 2007, melihat ketidakberesan sektor keuangan di Amerika, Obama dalam kapasitasnya sebagai senator pernah menyurati Gubernur The Fed, Ben Bernanke dan Menkeu Henry Paulson, dalam suratnya Obama meminta mereka berdua untuk mengadakan KTT kepemilikan rumah dengan Bank, Investor, Lembaga pemberi kredit dan lembaga perlindungan konsumen. Tapi dua pejabat penting itu tidak mengindahkan surat Obama. <br /><br />Hasil perilaku seperti ini apa?...BENCANA keruntuhan ekonomi Amerika yang memicu krisis global sebagaimana kita saksikan beberapa waktu yang lalu.<br /><br />Seperti dalam politik dan ekonomi, dalam kehidupan beragama pun efek yang ditimbulkan oleh perilaku menghindar dari 'konflik' kecil seperti ini juga sama. <br /><br />Dalam kehidupan beragama, kadang-kadang kita dihadapkan pada sekelompok orang yang memaksakan kehendak dan memaksakan penafsirannya sendiri terhadap teks-teks agama dan menuduh orang yang berbeda pandangan dengan cap buruk yang macam-macam. <br /><br />Di Aceh contohnya, orang-orang semacam ini sudah mulai berani menunjukkan diri terang-terangan. Di negeri saya ini, mereka misalnya memonopoli ruang opini di media massa dan dengan angkuhnya mengancam setiap orang yang berani menuliskan opini berbeda. <br /><br />Akibat adanya ancaman semacam ini, ketika terjadi pemerkosaan yang dilakukan oleh WH beberapa waktu yang lalu, banyak intelektual Aceh yang tidak berani beropini di media lokal untuk menghantam inti permasalahan yang membuat tragedi ini terjadi.<br /><br />Pasca terjadinya Tragedi Langsa tersebut, saya membaca sebuah tulisan di sebuah media cetak nasional yang sangat objektif memandang masalah itu. Penulisnya adalah seorang perempuan berjilbab yang jelas beragama Islam. <br /><br />Membaca tulisannya, saya bertanya kepada penulis artikel ini, "kenapa tidak mengirimkan tulisan yang sama ke media lokal?",<br /><br />"nggak bisa bang, kalau yang seperti ini kita tulis di media lokal, besoknya akan datang berhamburan berbagai opini yang menyebut kita kafir, murtad, anti islam sampai menghalalkan darah kita" jawabnya dengan nada miris. Begitulah situasi di Aceh sekarang.<br /><br />Di aceh, sebenarnya perilaku sekelompok orang ini jelas sudah sangat mengganggu. Tapi para intelektual Aceh seolah kehilangan akal dalam menghadapi perilaku mereka yang mau menang sendiri itu.<br /><br />Padahal situasi seperti ini sebetulnya tidak terlalu sulit untuk dihadapi. <br /><br />Untuk menghadapi perilaku sekelompok orang yang suka memaksakan kehendak dan pemikiran ini, caranya cukup dengan membuka 'konflik' kecil dengan menantang mereka beradu gagasan terhadap masalah yang tidak mereka sepakati. Biarkan mereka menyumpah-nyumpah dan memaki-maki dan biarkan masyarakat luas yang menilai argumen-argumen dalam debat ini.<br /><br />Tapi sayangnya banyak kalangan dalam masyarakat Aceh, dengan alasan menjaga ukhuwah islamiyah dan tidak ingin ada pertentangan di antara saudara seiman, tidak menginginkan adanya adu opini semacam ini, mereka lebih memilih bersikap sabar, mendiamkan, mentolerir dan membiarkan perilaku fasis yang dipraktekkan sekelompok orang ini. <br /><br />Dengan bersikap fasif untuk menghindar dari konflik seperti itu, kalangan ini merasa telah bersikap netral dan merasa telah berbuat adil sesama saudara seiman. <br /><br />Mereka seolah menutup mata dan seperti tidak menyadari kalau perilaku orang-orang yang suka memaksakan kehendak dan pemikiran yang mereka biarkan ini, padahal sebenarnya perilaku yang ditunjukkan oleh orang-orang yang suka memaksakan kehendak dan pemikiran ini sudah pada taraf yang sangat berbahaya karena sudah sampai pada tahap ancam-mengancam (secara fisik), mengkafirkan dan memurtadkan umat Islam lain. <br /><br />Dengan memilih sikap 'netral' seperti ini, tanpa mereka sadari, kalangan yang tidak mau repot dan suka memilih 'jalan aman' ini sebenarnya sedang bersikap persis seperti orang tua yang tidak tahan mendengar raungan anaknya sebagaimana saya ceritakan dalam ilustrasi di atas. Dengan memilih sikap 'netral' seperti ini, mereka sebenarnya sedang bersikap seperti Soeharto dan pemerintah Amerika yang mendewakan stabilitas dan sangat anti terhadap setiap 'konflik' kecil yang sebenarnya perlu ada untuk menghindari terjadinya konflik besar yang berpotensi menyebabkan kerusakan besar pula. <br /><br />Kalau melihat doktrin agamanya, sebenarnya terjadinya pembiaran Sikap yang ditunjukkan sebagian kalangan dalam masyarakat Islam ini terasa janggal dan sangatlah aneh. Hal ini terasa aneh karena dalam agama Islam, umatnya tidak pernah diajarkan untuk "Memberikan Pipi Kiri saat Pipi Kanan ditampar"<br /><br />Sebelum bibit-bibit konflik ini terakumulasi menjadi BENCANA konflik besar secara fisik yang berdarah-darah, pembiaran semacam ini harus cepat diakhiri.<br /><br />Dalam situasi sekarang, sangatlah bijaksana kalau kita membiarkan bahkan kalau perlu memulai 'konflik-konflik' kecil dengan orang-orang yang suka memaksakan kehendak dan pemikiran ini dalam bentuk DISKURSUS alias DEBAT INTELEKTUAL. Kalau orang-orang yang suka memaksakan kehendak dan pemikiran ini terus menghindar (dari DISKURSUS alias DEBAT INTELEKTUAL), kita pun tidak perlu ragu untuk mengikuti 'aturan permainan' yang mereka buat, kalau cara seperti itu memang diperlukan.<br /><br />Ini perlu kita lakukan supaya kudis yang masih sedikit ini tidak menjalar menginfeksi seluruh kulit kepala. Kita harus tega mencukur rambut dibagian kepala yang berkudis itu, biarkan si anak meraung-raung sebentar, tapi setelah itu kudis di kepalanya bisa diobati sampai sembuh total.<br /><br />Wassalam<br /><br />Win Wan Nur<br />Orang Aceh suku GAYO beragama ISLAMAsal Linge Awal Serulehttp://www.blogger.com/profile/11909340515190603839noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-958911628693452465.post-86556182209138192762010-02-25T08:49:00.001-08:002010-02-25T08:49:46.239-08:00Intelektual Dalam TEMPURUNG ; Sebuah Tanggapan Untuk T. Kemal FasyaTulisan ini adalah tanggapan terhadap tulisan Teuku Kemal Fasya ng dia beri judul "Loper Koran Menggugat Perguruan Tinggi" http://www.facebook.com/note.php?note_id=314921442010&comments#!/notes/teuku-kemal-fasya/loper-koran-menggugat-perguruan-tinggi/315168529758<br /><br />***<br /><br />Dalam perjalanan hidup saya, saya cukup beruntung mengenal seorang sosok luar biasa bernama bapak Irman Syarkawi, arsitek yang merancang puncak gedung Menara BNI sekaligus membangun Menara BNI 46 yang pernah (bahkan mungkin masih) menjadi gedung tertinggi di Indonesia, bentuk puncak gedung ini yang unik sekarang telah menjadi ciri khas lansekap kota Jakarta.<br /><br />Pada rancangan awalnya, sebenarnya bentuk dari puncak menara BNI tersebut tidaklah seperti itu. Awalnya di puncak gedung tersebut di rencanakan dibangun sebuah helipad dengan satu buah tiang logam bulat di tengahnya. Rancangan awal ini dibuat oleh satu kelompok arsitek asal Perancis.<br /><br />Perusahaan milik Pak Irman memenangkan tender pembangunan puncak gedung ini. Sebelum memulai pengerjaan gedung tersebut, semua kontraktor, termasuk beliau diundang oleh pemilik proyek untuk terlibat di dalam sebuah rapat perencanaan.<br /><br />Dalam rapat tersebut Pak Irman yang memenangkan tender pengerjaan puncak gedung tersebut yang merasa terganggu melihat bentuk rancangan menara itu, secara terbuka mengkritik bentuk puncak gedung dalam rancangan arsitek Perancis yang tender pengerjaannya beliau menangkan tersebut.<br /><br />"Kalau ini kita bangun menurut rancangan ini, dari kejauhan menara ini akan terlihat sangat konyol, gedung ini akan tampak seperti sebuah kotak dengan lidi yang ditusukkan di puncaknya, lalu kalau membangun Helipad di sampingnya juga akan sangat berbahaya, dengan adanya hembusan angin, baling-baling helikopter sangat mungkin akan menghantam tiang baja tersebut", kata Pak Irman dalam rapat tersebut.<br /><br />Mendapat kritik seperti itu, wajah ketua tim arsitek asal Perancis itu naik darah dan menantang, "kalau menurut kamu itu lucu, memangnya kamu punya ide seperti apa bentuk yang lebih bagus", tantangnya.<br /><br />Ditantang secara terbuka seperti itu, Pak Irman sempat kelabakan ditantang seperti itu, seccara kebetulan waktu itu di atas meja tergeletak sebuah Pena. Terinspirasi oleh bentuk pena tersebut, beliau membuat sebuah rancangan sederhana di kertas rapat tersebut dan menunjukkannya kepada semua orang yang menghadiri rapat dan semua yang menghadiri rapat tersebut pun langsung merasa lebih sreg dengan rancangan Pak Irman. Bahkan si ketua tim arsitek asal Perancis ini pun dengan sportif mengakui kalau rancangan Pak Irman jauh lebih baik dibandingkan rancangan yang mereka buat dan pemilik proyek pun langsung meminta rancangan awal itu untuk diganti.<br /><br />Setelah itu, Pak Irman pun mematangkan rancangan yang beliau tunjukkan dalam rapat tersebut dan jadilah gedung BNI 46 dengan bentuk seperti yang kita kenal sekarang.<br /><br />Kaitan cerita ini dengan tulisan Kemal yang saya komentari ini adalah; Pak Irman Syarkawi, arsitek yang merancang puncak Gedung BNI 46 ini bukanlah seorang Insinyur apalagi bergelar magister apatah lagi seorang doktor di bidang Teknik. Beliau 'hanya' tamatan sebuah STM di Bukit Tinggi Sumatera Barat sana. Berbekal pendidikan STM, beliau mengembangkan kemampuan Tekniknya secara otodidak. Selain membangun menara BNI beliau juga pernah dipercaya merancang dan membangun sebuah hanggar pesawat terbang di Hongkong. Beliau juga membangun kanal pengendali Banjir di bawah kawah Galunggung, setelah beberapa kontraktor sebelumnya seperti Bakrie dan beberapa kontraktor asing menyerah, tidak sanggup untuk menyelesaikan proyek tersebut. <br /><br />Bukan hanya di bidang Teknik Sipil, Pak Irman Syarkawi juga punya keterampilan yang mumpuni dalam bidang Teknik mesin dan Teknik Kimia, beliau telah merancang dan membangun banyak mesin untuk pabrik-pabrik yang tersebar di berbagai tempat di Indonesia dan luar negeri. Pak Irman Syarkawi pada akhir tahun 90-an, juga mempelopori penggunaan per keong dengan merk "ALL S" yang dirancang dan beliau produksi untuk membuat mobil Jeep dan kendaraan niaga senyaman sedan. Tapi karena karya ini tidak dipatenkan, kemudian banyak yang menirunya, dan entah kebetulan atau bukan, sekarang mobil-mobil non sedan buatan Toyota dan Daihatsu seperti Avanza dan Xenia semuanya telah dilengkapi per keong yang angat mirip dengan rancangan Pak Irman pada akhir tahun 90-an dulu.<br /><br />Kemampuan beliau dalam pengusaan ilmu-ilmu Teknik banyak mengundang kekaguman dari dalam dan luar negeri. Atas rekomendasi dari orang yang mengagumi kemampuan beliau, Pak Irman Syarkawi pernah beberapa kali ditawari gelar Doctor Honoris Causa oleh beberapa universitas ternama di luar negeri, tapi beliau selalu menolaknya, karena menurut beliau gelar seperti itu sama sekali tidak membuat kemampuan beliau bertambah.<br /><br />Dalam sebuah bincang-bincang di kantor beliau, Pak Irman pernah menceritakan kepada saya tentang kekecewaannya terhadap kualitas Insinur-insinyur lulusan Indonesia. Menurut Pak Irman, para Insinyur lulusan Indonesia yang pernah beliau pekerjakan, kebanyakan hanya jago dalam hal hapalan saja. Mereka hanya mampu menghadapi masalah-masalah yang ada dalam teori. Padahal kenyataannya di lapangan, seringkali masalah yang dihadapi adalah sama sekali baru. Misalnya saat mengerjakan proyek Galunggung, cerita Pak Irman. Satu kali saat mengebor terowongan terlihat ada gas yang menyembur di dalam tanah. Secara teori, dalam menghadapi situasi seperti itu kita harus mundur dan mengevaluasi komposisi gas tersebut dengan sebuah alat khusus yang harganya sangat mahal dan sulit didapat. Insinyur-insinyur Indonesia terpaku pada teori itu tanpa bia berbuat apa-apa lagi, logika mereka tidak berjalan. Sementara Pak Irman yang besar di lapangan, menghadapi situasi seperti ini,logikanya sangat cepat bermain.<br /><br />"Yang ingin kita ketahui dari gas ini bukanlah komposisi detailnya, tapi yang ingin kita ketahui apakah gas tersebut berbahaya atau tidak", cerita Pak Irman pada saya. <br /><br />Jadi untuk mengetahui berbahaya atau tidaknya gas ini, Pak Irman membeli sepasang burung merpati dalam sangkar dan memasukkan burung tersebut ke dalam tempat yang dipenuhi gas itu selama dua hari. Ketika dalam dua hari Pak Irman mendapati burung tersebut masih hidup dan malah sempat bertelur, beliau langsung menyimpulkan gas itu tidak berbahaya dan pengerjaan proyek pun dilanjutkan, nyaris tanpa hambatan berarti sampai selesai.<br /><br />Kalau cerita Kemal ini kita gabungkan dengan kisah yang diceritakan Pak Irman, memang faktanya benar seperti Kemal katakan, KAMPUS seringkali hanya bisa memproduksi manusia yang hanya mampu berpikir dalam sebuah KOTAK SEMPIT atau TEMPURUNG. Sementara dunia nyata ini adalah dunia dengan tingkat keacakan dan ketidak pastian yang tinggi. Masalah-masalah di dunia nyata seringkali datang dalam bentuk kejutan-kejutan yang membutuhkan solusi spontan. Karena itulah, ketika dilemparkan ke dunia nyata, seringkali intelektual dengan nilai akdemis tinggi yang diproduksi di kampus-kampus dalam jum;lah ribuan setiap tahunnya seringkali kebingungan sendiri menghapi masalah-masalah yang tidak ada dalam KOTAK SEMPIT atau TEMPURUNG yang mereka diami.<br /><br />Di Indonesia ini sebagaimana dalam segala hal, pendidikan formal seringkali hanya dihargai sebatas kulit luarnya. Tidak sedikit orang menempuh pendidikan formal hanya untuk bisa memamerkan gelar tanpa masyarakat bisa mendapat manfaat dari pengetahuan yang mereka dapatkan dari pendidikan itu.<br /><br />Di negeri ini, gelar akademis menjadi semacam alat untuk membentuk masyarakat feodal baru, di Indonesia (terlebih di ACEH) banyak orang yang ingin dihormati karena gelar akademisnya, bukan karena kemampuannya dalam sebuah debat intelektual, orang-orang semacam ini suka memaksakan pandangan agar orang mau menilai KUALITAS ARGUMEN dari gelar orang yang bicara, bukan atas logika yang dibangun. <br /><br />Yang lebih konyol pola seperti ini juga menular ke kalangan non kampus.<br /><br />Contohnya pola yang sama seperti cerita di atas juga bisa kita saksikan pada penulis-penulis muda Aceh yang berbasis pesantren yang tergabung dalam sebuah kelompok yang mereka namakan CADS (Center for Aceh Development Strategy) dan IPSA (Ikatan Penulis Santri Aceh) yang baru merasakan euforia tulisannya dimuat di media massa terbitan lokal. Keputusan redaktur media lokal untuk memuat tulisan mereka secara reguler membuat anak-anak muda berbasis pesantren ini besar kepala dan menganggap remeh semua orang yang berbeda pandangan dengan mereka. Lalu sebagaimana para akademisi kampus anak-anak muda berbasis pesantren ini pun menuntut untuk dihormati karena jumlah tulisannya yang dimuat di media lokal, bukan atas kemampuannya membangun logika dalam sebuah debat intelektual.<br /><br />Berdasarkan pengalaman saya menghadiri berbagai konferensi di dalam dan luar negeri, saya mendapati, biasanya orang-orang semacam ini selalu merasa besar di dalam kalangannya sendiri tapi langsung mengkeret ketika dilemparkan ke lingkungan lain. Saya pikir inilah efek dari yang disebut Kemal sebagai "sikap narsis, sok hebat, tapi hanya di kandang"<br /><br />Mungkin ini pula sebabnya tidak banyak dosen asal Aceh yang tulisannya dimuat di media massa kelas nasional, bahkan sejujurnya dosen asal kampus-kampus yang ada di Aceh yang sering saya baca buah pikirannya secara reguler di media massa nasional, hanya TEUKU KEMAL FASYA seorang.<br /><br />Wassalam<br /><br />Win Wan NurAsal Linge Awal Serulehttp://www.blogger.com/profile/11909340515190603839noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-958911628693452465.post-83709159906417847912010-02-18T18:02:00.000-08:002010-02-18T18:03:19.254-08:00Konflik dan Persaingan, Bahan Bakar PeradabanSejarah Italia selalu dipenuhi gejolak dan konflik, mulai dari Romulus yang membunuh Remus, Lucius Tarquin membunuh Servius, Nero yang membakar Roma, mempunyai Kaisar bernama Caligula yang sakit jiwa, menunjukkan kalau Italia dibentuk oleh sejarah yang jauh dari ketenangan dan kedamaian. Sepanjang sejarahnya Italia begitu sering diserang dari kanan kiri oleh berbagai bangsa (Etruria, Galia, Kartago dan lain sebagainya). Tapi lihatlah sumbangan Italia terhadap peradaban, Italia memperkenalkan teknologi pembangunan Jalan, mendirikan bangunan luar biasa semacam Aquaduk dan Circus Maximus dan bermacam karya hebat lainnya. Italia juga melahirkan seniman renaissance Leonardo da Vinci, Michelangelo, Rafael dan Donatello yang menghasilkan karya agung lukisan perjamuan terakhir, Basilika, patung Daud dan lukisan monalisa. Italia juga melahirkan ilmuwan sekaliber Galileo Galilei. <br /><br />Sementara Swiss sang tetangga yang sepanjang sejarahnya selalu tenang dan damai, apa sumbangan terbesar mereka untuk peradaban?...Coklat dan Jam Kuk Kuk. <br /><br />Begitulah komentar orang Italia yang negaranya terhitung sebagai negara eropa barat yang paling miskin dan juga memiliki banyak masalah politik dan juga masalah keamanan yang berkaitan dengan Mafia yang berbanding terbalik dengan tetangga dekatnya Swiss yang kaya-raya, aman dan makmur sentosa.<br /><br />Dua hari yang lalu seorang teman di facebook yang membaca notes yang kutulis dengan judul "Lembaga Penabur FITNAH bernama CADS dan Mudanya Demokrasi Aceh" http://winwannur.blogspot.com/2010/02/demokrasi-aceh-yang-masih-muda.html menulis sebuah pesan, "Indahnya hidupp bila dapat menghargai kebaikan dan keberhasilan orang lain, bukan dengan mencari kekurangan orang lain untuk direndahkan."<br /><br />Saya katakan itu adalah harapan kosong yang tidak akan mungkin terjadi selama masih ada manusia di bumi, konflik dan persaingan bagaimanapun akan terjadi, pertentangan akan selalu ada. <br /><br />Dalam beberapa hal, konflik dan pertentangan seperti itu jelas sangat merusak, tapi dalam hal lain tanpa adanya pertentangan peradaban akan mandeg ilmu pengetahuan dan teknologi akan stagnan, karena justru seringkali (meski tidak harus) melalui pertentanganlah banyak muncul berbagai ide yang akan memajukan peradaban, sebagaimana yang dibanggakan oleh orang-orang Italia dalam cerita di atas. <br /><br />Konflik memaksa manusia menjadi kreatif, memaksa manusia untuk menggali potensi terbaik yang dia miliki agar mampu bertahan hidup. Karena itulah manusia-manusia yang selamat dari konflik kalau bukan jenis yang sangat beruntung maka biasanya dia adalah jenis manusia yang memiliki banyak keunggulan.<br /><br />Para nabi, rasul dan orang-orang besar selalu muncul di tempat yang mengalami banyak konflik dan tekanan, seniman besar juga demikian, berbagai teknologi praktis yang bisa kita manfaatkan sekarang juga banyak yang dihasilkan akibat dari adanya konflik dan tekanan.<br /><br />Dalam acara Kick Andy, Iwan Fals mengatakan, "Iwan Fals ada karena adanya orde baru, Iwan Fals tidak akan dikenal orang tanpa lagu-lagu legendaris macam tikus kantor, wakil rakyat, Oemar Bakri sampai Bento. Lagu-lagu legendaris itu bisa tercipta karena adanya tekanan yang dia terima dan rasakan selama pemerintahan Orde Baru."<br /><br />Contoh terdekat hasil positif bagi peradaban yang bisa kita rasakan akibat adanya konflik adalah internet yang sekarang kita gunakan untuk berkomunikasi ini. Teknologi internet ini dalam masa awal perkembangannya dimaksudkan untuk keperluan militer. Teknologi ini berkembang karena karena adanya era perang dingin antara blok barat dan blok timur beberapa waktu yang lalu.<br /><br />Kemudian perlu juga kita sadari bahwa semua gagasan dan teknologi karya manusia yang ada sekarang bisa dikatakan tercipta secara 'kebetulan' yang dalam bahasa agama disebut TAKDIR. Contohnya katakanlah pesawat terbang Airbus A300 dan komputer yang sekarang sedang kita gunakan. Tidak ada satu manusia pun pada beberapa ribu tahun yang lalu mempunyai gagasan untuk membuat benda seperti ini dan memfokuskan penelitiannya untuk menciptakan benda seperti ini untuk dilanjutkan dari generasi ke generasi.<br /><br />Ide untuk membuat Airbus A300 dan komputer 'kebetulan' muncul ketika ide dan teknologi manusia yang terakumulasi dimulai sejak bermulanya peradaban sudah memadai untuk menciptakan alat-alat ini. Ide dan teknologi masa lalu ini pun bisa dikatakan tercipta akibat dari berbagai 'kebetulan', katakanlah misalnya mulai dari ditemukannya cara membuat api secara 'kebetulan' (saya katakan seperti ini karena sebenarnya kita bisa memulainya lebih jauh lagi entah itu dari 'kebetulan' ditemukannya bahasa atau bahkan sejak awal terciptanya jagat raya ini atau sejak saat yang sama sekali tidak pernah bisa kita bayangkan) yang kemudian membuat manusia bisa 'secara kebetulan' melebur logam, ditemukannya roda, manusia mulai bertani dan menjinakkan hewan yang pada awalnya juga sangat mungkin adalah sebuah 'kebetulan',dan seterusnya semua itu bersintesa dengan situasi dan kebutuhan yang mengikuti zaman.<br /><br />Kebiasaan bertani dan beternak sendiri adalah contoh dari kreativitas yang muncul akibat tekanan situasi yang muncul akibat bertambahnya populasi sehingga cara hidup berburu dan mengumpulkan tidak lagi mampu memberi makan semua orang dan manusia pun dihadapkan pada masalah kekurangan pangan. Karena bertambahnya populasi manusia berarti juga makin berkurangnya jumlah biji-bijian di alam dan berkurangnya populasi hewan buruan (pada masa ini sangat mungkin terjadi konflik memperebutkan lahan buruan). Cara hidup baru ini pun langsung memicu berkembangnya teknologi, yaitu teknologi bertani. Manusia mulai membuat alat-alat sederhana untuk mengolah tanah, menuai dan juga merontokkan biji-bijian, serta gerabah untuk menyimpan makanan.<br /><br />Berkembangnya pertanian menyebabkan hasil yang melimpah. Panen melimpah membuat manusia mempunyai waktu luang untuk tidak bekerja. Beberapa orang bahkan tak usah bekerja di ladang sama sekali, melainkan hanya bertukang membuat dan memperbaiki alat-alat pertanian. Merekalah cikal bakal para insinyur. Situasi seperti inipun membuat sebuah kelas sosial baru muncul, yaitu tenaga ahli.<br /><br />Begitulah, berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi sebenarnya adalah sebuah rangkaian yang tidak terputus, sama sekali bukan satu penemuan besar yang berdiri sendiri. Ilmu pengetahuan dan teknologi hanya bisa tumbuh dan berkembang dalam sebuah peradaban yang memiliki jumlah populasi “intelektual” yang cukup besar. <br /><br />Populasi “intelektual” yang cukup besar ini hanya bisa dicapai kalau sebuah negeri cukup makmur dan tidak lagi pusing memikirkan makanan. <br /><br />Faktor kedua yang juga sangat penting untuk berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi adalah pertukaran ilmu antar peradaban yang hanya dimungkin dengan adanya kontak antar peradaban. Inilah yang menjelaskan kenapa daerah yang banyak berhubungan dengan peradaban luar selalu lebih maju dibandingkan dengan daerah yang terisolasi. Ini pula yang menjawab kenapa orang-orang yang tinggal di perkotaan cenderung lebih berpengetahuan ketimbang yang tinggal di pedesaan.<br /><br />Pertukaran ilmu antar peradaban inilah yang menjelaskan kenapa bagian peradaban yang paling maju dari planet ini ada di UTARA tepatnya di daerah eurasia. Ini terjadi karena Eurasia memiliki daratan yang luas dan besar tanpa isolasi geografis yang berarti. Kondisi seperti ini memberikan peluang besar untuk melakukan kontak antar peradaban. <br /><br />Bandingkan situasi ini misalnya dengan peradaban Mesoamerika (Aztec) yang salah satunya adalah suku Maya peradabannya sedemikian tinggi tapi karena terisolasi dari Eurasia mereka tidak pernah mengenal roda dan teknologi logam yang berkembang di Eurasia sehingga teknologi mereka tidak bisa berkembang lebih jauh. <br /><br />Tidak terlalu jauh dari tempat orang Mesoamerika (Aztec) hidup juga berkembang peradaban Inca yang dikembangkan oleh suku Quechua di Andes, sebuah peradaban tinggi yang lain yang juga terisolasi. Jika peradaban Mesoamerika (Aztec) tidak terisolasi dari peradaban Inca di Andes, mungkin ceritanya akan berbeda. Jarak keduanya hanya sekitar 2000 km, tapi dataran rendah yang panas dan bergurun di Amerika Tengah, telah secara efektif memisahkan kedua peradaban ini dengan sempurna. Padahal dengan adanya ternak besar seperti llama yang dikembangkan di Andes yang sebenarnya cocok sekali dikembangkan di Mexico, tidak mustahil, peradaban Aztec akan mampu mencapai peradaban semaju di Eurasia. Hal yang sama seperti yang dialami oleh peradaban Aztec dan Inca ini terjadi pada peradaban di Sahel dan peradaban di Afrika bagian selatan yang terisolasi dengan sempurna oleh Gurun Sahara. <br /><br />Jarak antara peradaban Mesoamerika (Aztec) dan peradaban Inca di Andes ini kurang lebih sama dengan jarak antara Balkan dan Mesopotamia. Tapi karena tidak ada hambatan geografis yang berarti, dalam jangka waktu 2000 tahun Balkan telah mengadopsi pertanian dan peternakan dari Mesopotamia. Alih teknologi dan pertukaran peradaban ini menyebar sampai ke negeri kita ini. Jauh sebelumnya, pada masa awal mencairnya es bahkan sangat mungkin di tempat kita inilah peradaban lebih dulu berkembang, karena memang di sinilah di daerah khatulistiwa ini terdapat tanah subur dan sinar matahari untuk bisa mengembangkan pertanian dan segala teknologi yang mengikutinya. Dasar inilah yang membuat beberapa peneliti modern percaya kalau peradaban Atlantis dalam legenda itu sebenarnya ada di negeri kita ini.<br /><br />Karena hampir tidak memiliki isolasi geografis yang berarti, dalam waktu tak lama hampir seluruh Eurasia telah mengenal bertani dan beternak dengan ciri khas daerahnya masing-masing. <br /><br />Penyebaran ilmu pengetahuan dan teknologi tidak selalu melalui jalan damai, tapi sangat sering juga melalui PENAKLUKAN. Melalui perdagangan atau penaklukan (konflik), teknik-teknik bertani dan beternak itu pun makin disempurnakan dan kemudian diwariskan dari generasi ke generasi dan terus menerus disempurnakan seiring dengan perubahan, suasana dan konflik dan persaingan terbaru.<br /><br />Saat ini misalnya ketika umat manusia di planet ini sudah mencapai 6,5 milyar lebih. Model pertanian konvensional yang sepenuhnya mengandalkan kebaikan alam sama sekali tidak lagi memadai untuk memberi makan ke 6,5 milyar manusia itu. Situasi ini menuntut perluasan lahan pertanian dan dikembangkannya teknik-teknik pertanian baru, entah itu teknologi persilangan benih, pupuk kimia, pestisida dan berbagai teknologi alat pertanian dan juga tidak kalah penting moda transportasi untuk mendistribusikan bahan pangan.<br /><br />Begitulah keadaan manusia modern saat ini, setiap peradaban manapun tidak lagi mampu berdiri sendiri. Seluruh planet ini sekarang telah terhubung dan saling bergantung satu sama lain. Situasi seperti inilah yang memunculkan kesadaran pada manusia modern akan pentingnya kebersamaan, tapi sepanjang manusia ada di bumi konflik jelas akan terus terjadi dan melalui konflik ini pun pasti akan muncul berbagai teknologi yang saat ini belum bisa kita bayangkan (seperti orang zaman dulu yang tidak bisa membayangkan internet, HP dan Pesawat terbang).<br /><br />Seperti yang saya jelaskan dalam tulisan ini, peradaban itu bisa maju ketika dia banyak berinteraksi dengan peradaban lain yang membuatnya mampu menyerap banyak informasi dan pengetahuan dari peradaban lain dan mensintesanya ke dalam peradabannya sendiri.<br /><br />Situasi seperti inilah yang membuat saya begitu antusias mengetahui pemerintah Aceh saat ini mengirim sampai 1300 orang untuk ke luar negeri. Meski tidak semuanya, saya sangat yakin dari jumlah sebanyak itu pasti masih banyak tersisa manusia-manusia Aceh yang tercerahkan yang membawa pengetahuan dan pengalaman baru dari tempatnya belajar untuk kemudian saling didiskusikan, diperdebatkan dan dipertentangkan untuk membangun peradaban Aceh yang gemilang. <br /><br />Alasan inilah yang membuat saya menolak keras ide membuat Gayo yang eksklusif dan mengisolasi diri dengan cara membuat provinsi sendiri, karena ide ini hanya akan membuat Gayo menjadi hebat dalam tempurung kecil buatan sendiri tapi langsung remuk begitu berhadapan dengan kekuatan luar. Gayo yang mengisolasi diri tidak akan memiliki cukup orang yang memiliki banyak ide semangat besar untuk mengembangkan sebuah budaya debat dan diskusi yang memunculkan iklim persaingan untuk menuju kemajuan sebuah peradaban.<br /><br />Memang di Aceh sendiri sekarang berkembang populasi orang-orang TOLOL yang SOK JAGO yang karena sempit dan kerasnya batok kepala merasa mampu hidup sendiri dan mengharamkan perbedaan. Orang-orang yang karena mengalami korslet dalam otak ini kemudian merasa diri sebagai orang yang paling beriman, yang paling mengerti dan paling dekat dengan TUHAN. Mereka menyebut orang luar sebagai kafir yang harus dimusuhi dan menyebut orang sekaumnya sendiri yang berbeda pandangan sebagai kaum PENGACAU KEIMANAN ini mau menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya, termasuk dengan menyebar fitnah kemana-mana.<br /><br />Keberadaan orang-orang ini adalah sebuah dinamika yang berfungsi untuk membuat orang-orang di sekelilingnya menjadi lebih tercerahkan, meskipun mereka sendiri jelas sampai kapanpun tidak akan pernah maju kemana-mana, sampai kapanpun mereka cuma bisa menghayal dan bersitegang urat leher sambil pamer bacot besar kemana-mana. <br /><br />Kita bisa mengatakan nasib mereka akan tetap seperti ini sampai musnah sendiri ditelan kemajuan, karena sejarah selalu menunjukkan kalau manusia-manusia berbacot besar semacam ini selalu sama sekali tidak konsisten antara ucapan dan perbuatan. <br /><br />Contohnya sekarang saja kita lihat, mulut mereka berbuih-buih menghujat orang kafir tapi mereka sendiri menggunakan komputer dan berbagai teknologi buatan kafir untuk menyebarkan gagasan. Contoh yang lebih telak lagi yang menunjukkan kemunafikan kelompok ini adalah ketika salah seorang dari kelompok ini, seorang mantan caleg dari PKS dari daerah pemilihan Aceh Utara ( Matangkuli, blang jruen, nibong, pirak timu) dalam pemilu 2009 kemarin kan. Cuma malangnya dia tidak dipercaya oleh masyarakat sana untuk duduk di dewan. <br /><br />Orang yang sekarang berstatus mahasiswa S2 di IAIN ARRANIRY pernah memfitnah pemerintah Aceh dalam tulisan http://www.facebook.com/note.php?rfa9692d4¬e_id=477156225511&comments dengan mengatakan "Jumlah pendudukan miskin naik dengan angka yang sangat fantastis " dan "mutu pendidikan yang sangat terbelakang" sementara dia sendiri hidup dari uang 1,2 juta sebulan yang merupakan beasiswa dari pemerintah yang difitnahnya. Dia menjadi Kabid sosial di lembaga bernama CADS yang berfiliasi dengan IPSA (Ikatan Penulis Santri Aceh) sebelumnya beraudiensi dengan si Nazar, wakil gubernur yang dia FITNAH itu, untuk meminta komputer dan biaya operasi lembaga tersebut. Tapi karena FITNAH-nya saya telanjangi, dia menghapus tulisan tersebut dan menggantinya dengan tulisan senada http://www.facebook.com/notes/teuku-zulkhairi/menatap-aceh-pasca-irna-catatan-harian-tgkteuku-zulkhairi/482475450511 dengan memasukkan informasi baru yang saya sampaikan.<br /><br />Karena itulah ketika semakin banyak orang Aceh yang tercerahkan, saya yakin orang-orang ini akan punah dengan sendirinya, meskipun untuk sekarang kita memang harus melawan mereka, agar pondasi untuk kegemilangan peradaban Aceh di masa depan tidak dihancurkan oleh orang-orang PANTENGONG ini.<br /><br />Wassalam<br /><br />Win Wan Nur<br />Orang Aceh, Suku GAYO beragama ISLAM<br /><br />www.winwannur.blog.com<br />www.winwannur.blogspot.com<br /><br />Notes : Lebih lanjut tentang sejarah evolusi peradaban silahkan dibaca di buku - Guns, Germs, and Steel - yang ditulis oleh Jared DiamondAsal Linge Awal Serulehttp://www.blogger.com/profile/11909340515190603839noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-958911628693452465.post-47625088511520765942010-02-17T02:50:00.000-08:002010-02-17T02:52:16.067-08:00Flash Gordon dan Pegawai NegeriDi awal tahun 80-an, siaran televisi baru masuk ke kota tempat tinggal saya. Di kota saya waktu itu juga belum semua orang memiliki pesawat televisi. Di antara yang tidak banyak itu pun rata-rata hanya memiliki TV hitam putih. Lalu saat itu satu-satunya stasiun televisi adalah TVRI. <br /><br />Karena hanya ada satu stasiun TV kami pada zaman itu jadi hafal semua acara yang ditayangkan di televisi yang memulai siaran setiap jam 4.00 sore. Bagi kami yang masih anak-anak, acara yang paling kami tunggu-tunggu adalah film kartun yang ditayangkan tiap jam 4.30 sore. <br /><br />Dari sekian banyak film kartun yang selalu kami tunggu-tunggu itu, film Flash Gordon adalah salah satu film favoritku. Film ini berkisah tentang kehidupan di masa depan ketika teknologi sudah sedemikian tingginya dan mampu melakukan perjalanan antar Galaksi. Yang tentu saja digambarkan dengan imajinasi pembuatnya.<br /><br />Ada hal menarik jika sekarang saya mengingat kembali adegan-adegan dalam film kesukaan saya di masa kecil itu. Salah satu yang paling menarik bagi saya adalah bagaimana film ini menggambarkan bentuk komputer canggih di masa depan. Dalam film Flash Gordon yang saya sukai itu, komputer canggih digambarkan dengan bentuk yang besar dalam sebuah ruangan sebesar kamar dengan layar raksasa dan tombol-tombol yang luar biasa banyaknya.<br /><br />Bukan hanya Flash Gordon, film-film lain yang berkisah tentang teknologi di masa depan yang dibuat pada masa-masa itu ya juga setali tiga uang dalam menggambarkan komputer canggih masa depan. <br /><br />Pada masa itu, saya yakin pembuat film Flash Gordon ini tidak merasa ada yang salah dengan penggambaran komputer canggih berdasarkan imajinasinya tersebut. Pada masa film itu dibuat, pembuat film Flash Gordon ini juga sama dengan orang-orang lain yang hidup sezaman dengannya terbiasa dan hanya mengenal komputer biasa yang tingkat kecanggihannya berbanding lurus dengan besarnya ukuran. Karenanya berdasarkan keadaan pada saat itu, dengan data yang tersedia saat itu. Logika orang-orang pada masa itu adalah, untuk membuat sebuah komputer yang sangat canggih, yang mampu mengolah dan menyimpan data dengan kapasitas yang sangat besar, tentu dibutuhkan ukuran yang super besar pula. Berdasarkan logika seperti itu, Maka ketika pembuat film Flash Gordon membayangkan komputer canggih di masa depan, dia gambarkanlah komputer itu seukuran ruangan.<br /><br />Tapi ketika imajinasi pembuat film Flash Gordon tentang penampilan komputer canggih waktu saya kecil dulu itu akan telihat sangat konyol dan lucu jika kita benturkan dengan realitas penampilan komputer canggih yang ada sekarang, yang ternyata berukuran mini. <br /><br />Kenapa itu bisa terjadi, karena dalam dinamika ilmu pengetahuan, teknologi chips ditemukan dan berkembang, sehingga ukuran pun tidak lagi menjadi masalah. Orang yang hidup pada masa film Flash Gordon sama sekali tidak bisa membayangkan bahwa di masa depan ada sebuah telepon genggam bermerk blackberry dengan ukuran yang lebih kecil dari telapak tangan tapi mampu menyimpan dan mengolah data dengan kapasitas yang jauh lebih besar dari komputer rumahan paling canggih yang ada saat itu.<br /><br />Kalau saja pada zaman itu, si pembuat film Flash Gordon ini menggambarkan komputer canggih yang cuma seukuran telapak tangan. Tentu dia akan menjadi bahan tertawaan orang-orang sezamannya karena dianggap tidak logis. <br /><br />Kejadian ini persis seperti yang digambarkan dalam sebuah adegan di film "Back to Future" yang dibintangi Michael J. fox. Adegan itu adalah ketika karakter yang diperankan oleh Michael J. fox ditanyai oleh sekelompok orang dalam sebuah Bar. "Kalau kamu benar dari masa depan, siapa presiden Amerika di zamanmu di masa depan itu?", tanya salah seorang pengunjung Bar.<br /><br />"Ronald Reagan", Jawab Michael J. Fox, dan tawa pun meledak di seantero ruangan. <br /><br />Mereka tertawa, karena pada masa yang digambarkan dalam film itu, Ronald Reagan masih menjadi seorang bintang film terkenal dan berdasarkan atas realita zaman itu lah mereka merasa mengatakan Ronald Reagan sebagai presiden Amerika adalah sebuah lelucon. Bagi orang masa itu, kisah ini mungkin sama lucunya jika sekarang ada seseorang yang mengaku dari masa depan mengatakan kepada kita bahwa presiden Indonesia pada masa itu adalah Tukul Arwana dan Ruhut Sitompul sebagai wakilnya.<br /><br />Kalau anda sempat menonton film-film futuristik lain pada masa tahun 80-an atau 90-an, anda pun bisa menyaksikan dengan jelas kalau meskipun film itu menceritakan tentang kisah di masa depan. Tapi karena informasi dan data yang tersedia pada zaman itu masih terbatas sampai yang ada pada saat itu saja, maka suasana masa depan dalam film-film itu pun kita lihat tidak bisa terlepas dari suasana kekinian saat film itu dibuat.<br /><br />Keadaan ini persis sama dengan apa yang ada dalam bayangan para orang tua di saat saya masih kecil dulu. Pada masa itu, ketika menyekolahkan anak, para orang tua membayangkan anak-anak mereka akan meneruskan sekolah untuk kemudian menjadi Insinyur, Dokter, Guru dan jenis-jenis pekerjaan yang ada di masa itu. <br /><br />Saat itu tidak seorang tua pun yang bisa membayangkan nanti anaknya akan menjadi teknisi komputer, Hacker, web designer, pemilik konter HP, konsultan politik, sutradara sinetron, komentator sepak bola atau motivator. <br /><br />Waktu kecil, saya bersama orang tua saya hidup di Kota Kecil bernama Takengen yang tidak memiliki terlalu banyak dinamika.<br /><br />Pekerjaan orang-orang di kota ini terbatas pada pegawai negeri, petani/nelayan, pedagang kelas eceran dan sedikit pedagang komoditas kopi. Usaha lain adalah usaha angkutan lengkap dengan profesi sopir dan kernet serta sedikit yang beruntung menjadi rekanan proyek pemerintah.<br /><br />Di kota ini tidak ada industri skala besar, tidak ada bisnis trading dengan skala raksasa, tidak ada pasar saham yang penuh dinamika.<br /><br />Realitas yang seperti ini membuat masyarakat di kota kelahiran saya ini memiliki pola pikir dan cara pandang yang khas terhadap yang namanya kesuksesan yang tentu saja berkaitan erat dengan kemapanan secara ekonomi.<br /><br />Di kota kelahiran saya ini orang-orang yang paling terlihat mapan secara ekonomi adalah para pejabat pemerintahan, dan orang yang terlihat paling kaya di kota ini adalah bupati. Selanjutnya ada rekanan proyek pemerintah, dan agak ke pinggir ada pedagang komoditas kopi. <br /><br />Orang-orang yang memiliki banyak uang seringkali adalah para rekanan proyek dan pedagang komoditas kopi, tapi orang Gayo di Takengen juga sering menyaksikan kebangkrutan yang dialami oleh orang yang menjalani profesi ini.<br /><br />Para pedagang kelontong, pemilik warung nasi dan warung kopi serta penjual kain dan alat elektronik semuanya adalah etnis minang, Aceh dan Cina. Jadi seperti apa kehidupan keseharian mereka kurang begitu dekat dirasakan orang Gayo dan tidak begitu banyak menjadi bahan obrolan dalam percakapan sehari-hari.<br /><br />Begitulah dalam realitas keseharian saya waktu kecil yang hidup dalam dinamika sosial masyarakat Gayo di Takengen dulu.<br /><br />Di Takengen pada masa itu, meskipun menjadi rekanan proyek dan pedagang komoditas kopi pada kenyataannya memiliki potensi menghasilkan lebih banyak uang, tapi jenis pekerjaan ini juga dianggap beresiko membuat orang kehilangan uang. Karena itulah pekerjaan yang dianggap paling menjanjikan adalah PEGAWAI NEGERI. Status sebagai pegawai negeri adalah jalan tol untuk mendapatkan pasangan idaman dengan mudah. Salah satu daya tarik utama profesi ini adalah adanya uang PENSIUN.<br /><br />Penggambaran teknologi canggih dalam film -film masa lalu dan tergila-gilanya orang-orang di Takengen pada profesi pegawai negeri pada saat saya masih kecil dulu adalah bukti kalau manusia memang cuma mampu berpikir dan berimajinasi dalam batas-batas pengalamannya sendiri saja. <br /><br />Cuma bedanya jika film-film futuristik masa itu menampilkan khayalan yang kas masa itu karena memang manusia masa itu sama sekali tidak bisa membayangkan keadaan sekarang karena ada banyak hal yang tidak bisa diduga (perkembangan teknologi seperti berkembangnya HP dan Internet, keruntuhan Uni Sovyet, maraknya terorisme dsb) yang tidak bisa diperkirakan oleh ahli statistik dan penerawang masa depan manapun akan terjadi dalam rentang waktu itu, sehingga membuat masa sekarang sama sekali berbeda dengan yang bisa kita bayangkan di masa lalu, sementara di orang tua dan murid sekolah di Takengen sebenarnya waktu itu bisa lebih mengembangkan imajinasi yang akan mempengaruhi cita-citanya di masa depan dengan membekali dengan berbagai informasi tentang profesi-profesi menarik di luar pegawai negeri dengan cara MEMBACA.<br /><br />Sayangnya budaya MEMBACA ini benar-benar absen dalam keseharian orang Gayo. Janganlah dulu kita berbicara tentang berbagai buku berkualitas karya penulis ternama, Koran Serambi Indonesia yang merupakan Koran dengan oplag terbesar di Aceh saja, konon oplag-nya kurang dari 100 eksemplar untuk tiga kabupaten di Tanoh Gayo.<br /><br />Kurangnya budaya MEMBACA ini diperburuk lagi dengan maraknya kebiasaan menonton TV. Sebenarnya Televisi adalah sumber informasi yang sangat berguna, sayangnya acara yang menjadi tontonan favorit di tanoh Gayo adalah sinetron-sinetron yang menampilkan cerita-cerita yang tidak realistis alias menjual mimpi. <br /><br />Karena itulah ini, ketika informasi tentang beragam jenis pekerjaan begitu melimpah ruah menyerbu ruang kesadaran kita dan meskipun faktanya saat ini setiap pekerjaan juga bisa mendapatkan uang pensiun dengan cara membeli polis asuransi, pandangan orang-orang di banyak tempat terhadap prestise sebuah profesi juga sudah berubah. <br /><br />Tapi di kota kelahiran saya, sampai hari ini orang-orang di Takengen tetap memuja profesi pegawai negeri. <br /><br />Bukan hanya orang tua. Di Takengen bahkan merupakan sesuatu yang wajar ketika seorang ABG yang masih duduk di kelas satu SMA pun mau meninggalkan pacar yang seumuran dengannya untuk menjalin hubungan serius dengan seorang dewasa yang berstatus pegawai negeri.<br /><br />Ah...Takengen mungkin memang sebuah Anomali.<br /><br /><br />Wassalam<br /><br />Win Wan Nur<br /><br />www.winwannur.blog.com<br />www.winwannur.blogspot.comAsal Linge Awal Serulehttp://www.blogger.com/profile/11909340515190603839noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-958911628693452465.post-70480978648455758202010-02-14T02:32:00.001-08:002010-02-14T02:32:46.287-08:00Demokrasi Aceh Yang Masih MudaAda sebuah fenomena menarik yang saya alami beberapa hari belakangan ini, yaitu munculnya seseorang yang mengaku bernama Teuku Zulkhairi dalam daftar teman Facebook saya.<br /><br />Saya menyadari keberadaan orang ini saat dia memberi komentar di sebuah link facebook saya ini http://www.facebook.com/posted.php?id=1524941840 di link ini tanpa basa-basi orang yang bernama Teuku Zulkhairi ini langsung menuduh saya sebagai orang yang ragu terhadap keimanan Islam, agama yang saya peluk. Bagaimana cerita selaengkapnya boleh di klik di link tersebut.<br /><br />Selanjutnya, orang yang belakangan saya ketahui ternyata adalah Alumnus DAYAH Babussalam Putra Matangkuli-Aceh Utarayang sekarang berstatus mahasiswa PASCA SARJANA IAIN dan menjabat Ketua Bidang Kajian Sosial pada Center For Aceh Development Strategy(CADS) ini terus mengejar setiap tulisan saya. Bukan mengajak berdiskusi, karena setiap kali saya mengajaknya berdiskusi dengan berdasarkan fakta orang ini selalu mengelak. Sebaliknya yang dia lakukan adalah melancarkan FITNAH dan CACI MAKI.<br /><br />Beberapa waktu yang lalu dia bahkan secara khusus menulis sebuah tulisan yang menyarankan pembacanya untuk berhati-hati pada orang-orang yang berniat mengacaukan KEIMANANAN orang Aceh. Memang dia tidak secara eksplisit menyebut nama saya, tapi dalam komentarnya selanjutnya akhirnya dia mengakui kalau orang yang dia maksud adalah saya sendiri. Kalau dalam notes yang saya tulis saja dia begitu berani menebar FITNAH, HUJATAN dan CACI MAKI apatah lagi di notes yang dia tulis sendiri. Lebih seru lagi, di sini dia dibantu dengan gigih oleh para pendukungnya yang sama sepertinya adalah orang-orang yang merasa diri PALING ISLAM dan PALING BERIMAN. Lengkapnya silahkan baca di sini: http://www.facebook.com/note.php?note_id=445485980511&id=1829822252&ref=mf<br /><br />Berbagai usaha yang saya dan beberapa teman lakukan untuk menggiring orang-orang ini ke sebuah diskusi yang mendasarkan argumen pada fakta, tidak pernah berhasil. Yang mereka lakukan terus mengelak sambil senantiasa menebar FITNAH.<br /><br />Perilaku Ketua Bidang Kajian Sosial pada Center For Aceh Development Strategy (CADS) seperti yang dia tunjukkan melalui komentar-komentarnya di notes saya ini membuat saya jadi curiga jangan-jangan CADS lembaga dengan nama yang dibuat berbau Inggris yang sepertinya supaya terlihat profesional ini sebenarnya cuma sebuah lembaga ondel-ondel yang tidak berkualitas yang hanya bisa memproduksi FITNAH.<br /><br />Dan dugaan saya tersebut terbukti di tulisan berikut ini : http://www.facebook.com/note.php?rfa9692d4¬e_id=477156225511&comments<br /><br />Dalam tulisan ini yang menjadi sasaran FITNAH lembaga ini adalah pemerintahan Irwandi-Nazar, pemerintah yang berkuasa di Aceh sekarang yang tampaknya tidak disukai oleh lembaga ini.<br /><br />Saya sendiri pun sebenarnya sama seperti mereka, kecewa dengan pemerintahan Irwandi-Nazar buktinya anda bisa lihat di tulisan yang saya tulis ini http://winwannur.blogspot.com/search?q=bukan+off+roader<br /><br />Tapi meskipun kecewa dan saya pun terus mengkritisi pemerintahan ini, tapi tentu saja kritik saya tersebut saya sampaikan hanya berdasarkan fakta yang ada, bukan MEMFITNAH Pemerintahan yang membuat saya kecewa ini dengan FAKTA yang TIDAK ADA. Karena memang itulah inti DEMOKRASI.<br /><br />Dalam masyarakat demokratis, melontarkan KRITIK adalah HAK, sementara menyebar FITNAH adalah perbuatan KRIMINAL jelas sekali beda antara keduanya. Garis pembatas antara KRITIK dan FITNAH adalah FAKTA.<br /><br />Tapi cara pandang seperti ini tentu tidak berlaku bagi Teuku Zulkhairi penulis artikel ini yang menyandang jabatan sebagai Ketua Bidang Kajian Sosial pada Center For Aceh Development Strategy (CADS).<br /><br />Orang ini berani bertindak seperti ini karena sebelumnya secara sepihak dia sudah mengklaim diri sebagai ORANG BERIMAN, maka dengan asumsi ini orang ini otomatis beranggapan apapun yang dia katakan adalah KEBENARAN MUTLAK dan siapapun yang berseberangan dengannya adalah PENGACAU KEIMANAN.<br /><br />Maka sebagaimana yang dia lakukan dalam menanggapi tulisan-tulisan saya yang dia kritisi berdasarkan atas PRASANGKA dan IMAJINASINYA sendiri.<br /><br />Dalam artikelnya 'ORANG BERIMAN' ini mengatakan selama pemerintahan Irwandi Nazar Jumlah pendudukan miskin naik dengan angka yang sangat fantastis (dia tidak menyebutkan berapa angka fantastis itu), mutu pendidikan yang sangat terbelakang (dia juga sama sekali tidak menunjukkan indikator penilainya).<br /><br />Ini jelas FITNAH sebagaimana yang biasa ditunjukkan oleh 'ORANG BERIMAN' ini dalam komentar-komentarnya atas tulisan saya.<br /><br />Karena faktanya :<br /><br />Menurut data BPS terakhir kemiskinan Aceh tinggal 20.8% dari 32,6% tahun 2005. Tahun lalu angka itu masih 23,5%, jadi pasca BRR, pemerintah masih mampu menurunkan angka kemiskinan.<br /><br />Soal pendidkan juga demikian adalah FITNAH kalau mengatakan dalam pemerintahan Irwandi-NAzar (IRNA) mutu pendidikan sangat terbelakang. Karena faktanya, selama pemerintahan mereka IRNA melakukan investasi SDM lebih 1,300 putra-putri Aceh untuk belajar S2 dan S3 di luar negeri. Salah satu dari yang 1300 ini termasuk seorang adik saya sendiri yang dibiayai kuliah ke Jerman. Dan dari adik saya ini saya tahu bagaimana seriusnya IRNA soal investasi pendidikan ini. Setiap pelajar yang dikirim keluar negeri ini tidak diberi biaya tambahan bagi penerima Beasiswa untuk mengajak keluarga, sangat berbeda dengan beasiswa lain yang ada di Indonesia. Maksud dari tujuan ini jelas untuk mengoptimalkan jumlah penerima beasiswa, alias dengan maksud agar sebanyak mungkin putra-putri Aceh yang kualitasnya tertingkatkan.<br /><br />Selain itu FAKTA lain adalah, sudah lebih 100,000 anak yatim disantuni dalam 3 tahun terakhir, dengan jumlah santunan 1,8 juta/ tahun untuk setiap orang.<br /><br />Data-data ini saya dapatkan dari sebuah diskusi di milis dari seorang yang bernama Muchtar,karena melihat latar belakang peserta diskusi milis ini yang demikian beragam serta mempertimbangkan kapasitas diri para peserta milis ini, yang sama sekali tidak ada bantahan terhadap informasi ini, maka data ini saya anggap valid. Lengkapnya tulisan tersebut bisa dibaca di sini http://us.mg4.mail.yahoo.com/dc/launch?.gx=1&.rand=1cnmgmnm8c5jl<br /><br />Aceh belakangan ini telah menikmati kebebasan luar biasa, sekarang orang bisa bicara apa saja, jauh berbeda dengan masa Aceh masih menyandang status DOM dulu, ketika rakyat yang menuntuk hak atas tanahnya yang diserobot pengusaha pun harus berhadapan dengan aparat militer, lalu siapapun yang menunjukkan rasa simpati atas ketidak adilan itu akan serta merta dituduh SUBVERSIF dan dimasukkan ke penjara militer.<br /><br />Sayangnya kebebasan ini sering tidak diikuti dengan tanggung jawab, banyak orang Aceh (terutama yang merasa diri sebagai 'ORANG BERIMAN'), masih belum mampu memahami yang namanya KEBEBASAN, oleh orang-orang ini KEBEBASAN dipahami sebagai boleh BEBAS berbuat semaunya termasuk melempar FITNAH kemana-mana.<br /><br />Yang sangat lucu sekaligus ironis dari kenyataan ini adalah kenyataan bahwa 'ORANG-ORANG BERIMAN' ini selalu mengatakan mereka mendasarkan tindakan yang mereka lakukan kepada hadits dan Al QUr'an (yang dipahami secara literer), padahal tindakan yang mereka pertontonkan secara terbuka ini sendiri kontardiktif alias bertentangan dengan Al Qur'an (yang dipahami secara literer) seperti yang bisa kita baca dalam Al Qur'an Surat Al Hujuraat Ayat 12 yang berbunyi : Hai ORANG-ORANG BERIMAN, JAUHILAH KEBANYAKAN PRA SANGKA (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu DOSA dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dst.<br /><br /><br />Tanpa perlu meminta pendapat seorang ahli, cukup dengan logika sehat saja kita sudah paham kalau Aceh tentu akan jatuh ke dalam keterpurukan kalau orang dan lembaga-lembaga seperti ini terus dibiarkan menebar FITNAH seenak perutnya.<br /><br />Tapi bagaimanapun inilah dinamika sebuah masyarakat yang baru mengenal demokrasi, semoga perilaku sebagian orang yang mencederai demokrasi di Aceh ini tidak dijadikan oleh aparat berwenang untuk memberangus mereka dengan kekerasan sebagaimana yang pernah dilakukan oleh rezim Orde Baru dulu.<br /><br />Jadi kalau Aceh ingin menuju ke perubahan yang lebih baik, bukan menuju ke terpurukan maka bukan aparat keamanan, tapi KITA, orang ACEH sendirilah yang harus melawan kelompok-kelompok penyebar FITNAH dan KETAKUTAN seperti ini.<br /><br />Memang ketika berhadapan kelompok seperti ini telinga kita akan panas mendengar segala FITNAH, CACI MAKI dan HUJATAN dan mereka juga akan menakut-nakuti kita dengan Ancaman. Tapi semua itu harus kita lawan, karena ini adalah bagian dari tanggung jawab generasi kita untuk menyediakan ACEH YANG LEBIH BAIK bagi generasi mendatang.<br /><br />Wassalam<br /><br />Win Wan Nur<br />Orang Aceh suku GAYO<br /><br />www.winwannur.blog.com<br />www.winwannur.blogspot.comAsal Linge Awal Serulehttp://www.blogger.com/profile/11909340515190603839noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-958911628693452465.post-85698831954067684522010-02-14T02:27:00.000-08:002010-02-14T02:28:28.898-08:00Tao te Ching dan Pelajaran dari Prof Banyu PerwitaTao Te Ching adalah sebuah buku kecil yang memuat 5000 aksara Cina berisi pemikiran-pemikiran Lao Tzu, seorang filsuf besar Cina yang diperkirakan hidup di sekitar tahun 640 SM.<br /><br />Dalam buku yang bisa diterjemahkan sebagai "Jalan dan Kekuatannya" ini, Lao Tzu (kadang disebut Laozi atau Lao Cu) banyak sekali menyampaikan kata-kata nasehat yang tetap aktual sampai sekarang. <br /><br />Karena begitu mengagumkannya pemikiran Lao Tzu ini, dengan menggabungkannya dengan ajaran Kaisar Huang Di (Raja pada zaman purba Cina yang juga digelari Kaisar Kuning atau Yellow Emperor), sebagian orang Cina menjadikan ajarannya ini sebagai AGAMA dan menjadikan Lao Tzu sebagai Dewa yang diberi nama "Tai Shang Lao Chun".<br /><br />Sementara sebagian orang Cina lainnya tetap mempertahankan ajaran Lao Tzu ini sebagai sebuah aliran filsafat.<br /><br />Di Barat, ajaran Lao Tzu ini dikenal dengan nama Taoisme. Nama ini diberikan oleh para intelektual Barat pada abad ke 19. Saat itu para intelektual barat memberikan nama Taoisme ini tanpa sama sekali membedakan apakah yang mereka maksud itu adalah Taoisme sebagai agama atau Taoisme sebagai filsafat. Oleh para intelektual barat itu, Taoisme dipandang sebagai aliran mistik timur (eastern mystic).<br /><br />Padahal sebenarnya, Taoisme sebagai sebuah aliran filsafat sangat berbeda dengan Taoisme sebagai agama. <br /><br />Soal Taoisme sebagai sebuah aliran filsafat dan Taoisme sebagai agama ini terdapat anomali.<br /><br />Taoisme sebagai agama justru lebih banyak menekankan pada olah fisik ketimbang spiritual. Sebagai agama Tao menganjurkan penganutnya untuk melakukan meditasi, menyepi di pegunungan atau dalam hutan sambil berlatih pernafasan (Qi Gong) dan latihan oleh tubuh Gerakan Lima Bintang yang dikenal sebagai Tai Chi.<br /><br />Sebaliknya Tao sebagai aliran filsafat, mengajak orang untuk hidup secara apa adanya dan memandang dunia dan segala fenomena alam secara apa adanya pula. Tidak perlu ngoyo dan tidak perlu neko-neko. Seperti yang terangkum dalam Tao Te Ching, Lao Tzu ( lebih lanjut baca hal. 4 : The Wisdom of Lao zi, karangan Andri Wang)<br /><br />Salah satu ucapan Lao Tzu yang sangat mengesankan bagi saya ada di Bab 71, bukunya ini. Di Bab ini Lao Tzu mengatakan, "Mengaku TIDAK TAHU saat TIDAK TAHU adalah yang paling baik, mengaku TAHU saat TIDAK TAHU adalah CARI PENYAKIT".<br /><br />Ucapan Lao Tzu ini menjadi sangat menarik bagi saya, karena belakangan ini disekitar saya, saya menemui banyak sekali orang yang CARI PENYAKIT. <br /><br />Sejak reformasi bergulir, di Indonesia ini banyak sekali bermunculan orang-orang yang sebelumnya bukan siapa-siapa tiba-tiba menjadi orang penting secara instant. Dari kelompok inilah biasanya orang-orang yang CARI PENYAKIT itu berasal.<br /><br />Beberapa hari terakhir, dunia akademis indonesia seolah dikagetkan dengan "suara petir di siang bolong", ketika Profesor Anak Agung Banyu Perwita, seorang Guru Besar di Jurusan Hubungan Internasional di Universitas Katolik Parahyangan, yang disebut-sebut sebagai jurusan HI terbaik di Indonesia tertangkap basah melakukan Plagiarisme. <br /><br />Kasus ini kemudian menjadi melebar kemana-mana karena ternyata profesor lain yang bernama Yahya Muhaimin yang pernah menjadi Menteri pendidikan juga pernah berbuat sama. Dan pasti akan semakin melebar lagi seandainya kasus ini dijadikan pintu masuk untuk meneliti karya tulis, termasuk skripsi, tesis dan disertasi para dosen, pejabat dan politisi negeri ini yang sekarang telah menjadi sosok-sosok terhormat.<br /><br />Saya sendiri tidak mengenal sosok Banyu Perwita secara pribadi, tapi istri saya yang pernah menjadi mahasiswinya sangat mengagumi sosok ini. Istri saya sering menceritakan kepada saya betapa hebatnya sosok Banyu Perwita sebagai seorang dosen, caranya mengajar dan penguasaannya terhadap materi yang dia ajarkan menurut istri saya sangat luar biasa.<br /><br />Begitulah ketika mengetahui kasus plagiarisme yang dilakukan oleh Profesor Banyu Perwita melalui sebuah tulisannya di Jakarta Post, istri saya tampak begitu terpukul. Ketika saya membaca wall sang terdakwa, saya juga mendapati begitu banyak mahasiswa dan alumni Unpar yang merasa terpukul dan kecewa, tapi tetap memberi dukungan semangat kepada dosennya ini.<br /><br />Dari luar Unpar sendiri, kecaman kepada Profesor Banyu Perwita datang bertubi-tubi, bahkan dari rektorat Unpar sendiri mengancam akan menjatuhkan hukuman berat kepada Banyu Perwita seandainya tudingan ini terbukti benar.<br /><br />Semua tudingan dan tekanan itu jelas membuat Profesor Banyu Perwita terpojok.<br /><br />Tapi yang menarik dari kasus ini adalah reaksi dari Profesor Banyu Perwita sendiri.<br /><br />Dalam banyak kejadian sebelumnya, entah itu kasus Cicak Versus Buaya, kasus Prita, Antasari sampai Bank Century, kita dapat menyaksikan dengan jelas bagaimana fihak-fihak yang kesalahannya telah jelas-jelas ditelanjangi masih berusaha 'ngeles', bersilat lidah mengaburkan fakta dan masih merasa diri terhormat, sementara masyarakat sudah sama sekali tidak percaya apa pun yang mereka katakan.<br /><br />Di antara para pengkritik Profesor Banyu Perwita yang benar-benar mengharapkan kejujuran ditegakkan di negeri ini, sebenarnya juga banyak terselip pengkritik yang terdiri dari para oportunis sok bermoral. Dengan memanfaatkan momentum kesialan yang dialami profesor Perwita ini, para oportunis sok bermoral ini dengan licik mengintip celah untuk menjadi pahlawan kesiangan. <br /><br />Terhadap kesalahan yang dilakukan oleh Profesor Banyu Perwita, para oportunis ini tampaknya sudah demikian siap dengan segudang hujatan dan makian untuk menjadikan sang profesor sebagai sansak hidup alias bulan-bulanan.<br /><br />Karena itulah banyak pengkritik Banyu Perwita dan sepertinya Pihak UNPAR sendiri pun demikian, mengharapkan Banyu Perwita bersikap seperti para pecundang yang bak pencuri yang tertangkap tangan, yang sudah jelas-jelas terbukti bersalah tapi masih berkelit ke sana kemari. Sikap yang justru memmicu aksi 'amuk massa' yang menjadikan orang bersalah ini bulan-bulanan bersama, sebagaimana yang bersama-sama kita saksikan telah dialami oleh RS Omni Internasional atau institusi Hukum negeri ini (salah satunya dengan aksi "sejuta facebooker..." yang diikuti lebih dari sejuta orang) dalam kasus Bibit-Chandra.<br /><br />Tapi para pengkritik model kedua ini terpaksa harus kecewa dan gigit jari, karena Profesor A.A Banyu Perwita ternyata mengambil sikap berbeda dengan yang mereka bayangkan, sebagaimana layaknya sikap yang diambil oleh para pecundang. Profesor ini dengan jantan mengaku bersalah dan sebelum diminta, langsung mengajukan surat pengunduran diri kepada UNPAR.<br /><br />Apa yang dilakukan oleh Profesor Banyu Perwita ini sejalan dengan anjuran filsafat esoterik Lao Tzu yang dia tuliskan di Bab 71 buku Tao Te Cing, sebagaimana yang saya sebutkan di atas. Dengan mengganti kata 'TIDAK TAHU' menjadi kata 'SALAH', redaksi ucapan Lao Tzu yang diprkatekkan oleh profesor A.A Banyu Perwita ini akan berbunyi "Mengaku SALAH saat berbuat SALAH adalah yang paling baik, mengaku TIDAK SALAH saat berbuat SALAH adalah CARI PENYAKIT".<br /><br />Sikap Mengaku SALAH seperti ini malah membuat pengkritiknya jadi serba salah. Dengan pilihan sikap seperti ini, Profesor A.A Banyu Perwita membuat para pengkritiknya kehilangan energi. <br /><br />Terus menerus menghujat dan mencaci maki orang yang sudah mengaku salah seperti ini hanya akan membuat si penghujat tampak seperti orang yang mengidap DIARE KATA-KATA (Istilah ini saya pinjam dari Dewi Lestari, Penulis Supernova yang juga merupakan mantan mahasiswi Profesor Banyu Perwita).<br /><br />Karena itulah, terlepas dari perilaku memalukan yang telah dia tunjukkan, terlepas dari teladan sangat buruk yang telah dia pertontonkan yang sangat tidak layak ditiru oleh akdemisi lain (ini sekaligus menjadi cermin bagi saya [meskipun saya sendiri jelas bukan seorang akedemisi], karena terus terang berkat Google, yang membuat mendapatkan informasi apapun yang kita inginkan jadi demikian mudahnya, saya sendiripun secara sadar atau tidak sering mengutip pendapat dan pemikiran orang lain dalam tulisan-tulisan di blog saya tanpa menyebutkan sumber resminya), saya tetap memberi kredit positif kepada Profesor Anak Agung Banyu Perwita berkaitan dengan statusnya sebagai seorang pengajar.<br /><br />Saya memberinya kredit positif (dalam kapasitasnya sebagai seorang pengajar) karena di saat sudah salah dan terpojok pun, Profesor Anak Agung Banyu Perwita masih bisa memberi pelajaran.<br /><br />Wassalam<br /><br />Win Wan NurAsal Linge Awal Serulehttp://www.blogger.com/profile/11909340515190603839noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-958911628693452465.post-19466010854495706142010-02-10T16:22:00.001-08:002010-02-10T16:23:07.077-08:00AKAL dan IPTEK Dalam Pandangan Para FundiesSebagai orang Islam kita diajarkan bahwa Islam itu adalah ajaran yang sempurna. Islam bisa menjelaskan sekaligus persoalan dunia dan akhirat.<br /><br />Kalau pemahaman seperti ini kita hayati apa adanya tentu pemahaman seperti ini akan menimbulkan semangat bagi kita penganut agama ini untuk memahami segala persoalan dunia dan akhirat.<br /><br />Bagi banyak orang Islam hari ini, Alqur'an dipercaya sebagai sumber segala ilmu pengetahuan. Sama seperti pandangan di atas, sebenarnya juga tidak ada masalah dengan keyakinan seperti ini, selama kita menyadari bahwa Al Qur'an yang suci itu hanyalah teks dan antara teks dengan manusia itu selalu ada jarak yang memisahkan, sebab sesuci apapun teks, dia tidak dapat menginterpretasikan dirinya sendiri.<br /><br />Untuk bisa memahami teks, manusia perlu jembatan, dan yang dimaksud dengan jembatan itu adalah INTERPRETASI.<br /><br />Tapi masalah besar yang dihadapi oleh umat islam hari ini (terutama para fundies) adalah, banyak sekali orang Islam yang percaya tidak ada jarak antara teks dan interpretasi itu. <br /><br />Oleh orang-orang ini, pendapat dari para ulama tertentu dianggap paling benar, origin, salafi, fresh from Allah. Dan ketika pendapat yang sebenarnya tidak lain adalah interpretasi alias jembatan itu kemudian didukung oleh jutaan ulama yang mereka anggap sangat dekat dengan Allah dan menjadi wakil Allah di muka bumi ini. Mereka pun meyakini dan memperlakukan pendapat itu layaknya teks suci itu sendiri.<br /><br />Lalu apa hubungannya cara pandang seperti ini terhadap penguasaan IPTEK?<br /><br />Cara pandang seperti ini membuat umat Islam PUAS, merasa dengan memahami Al Qur'an dan hadits berarti sudah mengetahui semua rahasia alam dan sudah memahami seluruh ilmu pengetahuan. <br /><br />Banyak orang islam yang dengan taat mengkaji setiap dalil lupa (atau sengaja pura-pura tidak tahu) kalau manusia membutuhkan sebuah aksi nyata agar segala informasi tentang Ilmu pengetahuan yang ada dalam Al Qur'an ini bisa bermanfaat dan menghasilkan produk yang bisa digunakan secara nyata.<br /><br />Apakah penafsiran dari para Ulama pengkaji dalil-dalil itu bisa membuat informasi tentang Ilmu pengetahuan yang ada dalam Al Qur'an ini bisa bermanfaat dan menghasilkan produk yang bisa digunakan secara nyata?....sampai saat ini kita belum menemukan buktinya.<br /><br />Hari ini banyak orang Islam yang beragama secara lebay. Karena Islam dikatakan bisa menjelaskan sekaligus persoalan dunia dan akhirat. Oleh banyak orang Islam hari ini memaksakan diri untuk memahami semua hal sepele yang sebenarnya bisa dipahami dengan perangkat AKAL dan PANCA INDERA pun harus meminta pendapat ulama yang kemudian mengkajinya berdasarkan dalil-dalil dari hadits dan kitab suci yang ditafsirkan oleh mereka sendiri atau para ulama terdahulu yang pendapatnya mereka percayai. <br /><br />Kalau permasalahan yang ingin kita pahami itu berkaitan dengan sesuatu yang ada di luar kemampuan AKAL dan tanggapan PANCA INDERA, seperti hal-hal gaib semacam kiamat, padang mahsyar, shirat, surga, neraka, alam kubur dan lain-lain, yang memang hanya bisa dipahami dengan IMAN, tentu saja kita harus mendengarkan pendapat ulama tersebut yang penafsirannya bisa berbeda-beda dalam skala kecil sampai besar antara satu dengan lainnya.<br /><br />Tapi kalau hanya untuk sekedar mengetahui 'Pisau tajam bisa dipakai untuk mengiris tomat' pun kita harus menanyakan pendapat Ulama berdasarkan atas kajian terhadap hadits dan kitab suci bukankah ini LEBAY namanya?. <br /><br />Konsep untuk memahami dan mengembangkan IPTEK pun sebenarnya sama sederhananya dengan konsep memahami 'Pisau tajam bisa dipakai untuk mengiris tomat'. Untuk memahami IPTEK cukup dengan menggunakan RASIO (AKAL) dan tanggapan PANCA INDERA. Makanya adalah hal yang LEBAY pula jika untuk memahami sebuah fenomena alam yang menjadi dasar IPTEK pun kita harus berpatokan pada pendapat Ulama berdasarkan atas kajian terhadap hadits dan kitab suci.<br /><br />Berbeda dengan Ilmu Agama yang memiliki banyak sekali dalil untuk menjelaskan setiap permasalahan, Ilmu Pengetahuan/sains mengenal sedikit sekali dalil, dan dalil yang sedikit ini pun seluruhnya terdiri dari RASIO. Dalil-dalil ini antara lain adalah prinsip kausalitas dan aksioma-aksioma matematika, yang secara ringkas dapat disebut sebagai kategori-kategori akal.<br /><br />*Kebenaran* yang dipahami oleh imu pengetahuan tidaklah sama dengan *Kebenaran* yang dipahami oleh agama atau iman, sebab kebenaran agama dan iman itu bisa berbeda-beda antara satu manusia dengan manusia yang lain (tergantung penafsiran dari seorang ulama terhadap dalil). Sementara RASIO yang mendasari Ilmu pengetahuan modern itu SAMA bagi setiap manusia. Orang yang tidak sanggup menggunakan rasio disebut IRRASIONAL, dan konsekwensinya, mereka yang irrasional itu tidak akan mampu mengerti, dan apalagi menguasai ilmu pengetahuan (iptek) yang menjadi dasar untuk menguasai peradaban modern.<br /><br />Contoh kebenaran Ilmu Pengetahuan yang sama bagi setiap manusia adalah dalil yang mengatakan Aksi = Reaksi. Jika ini diaplikasikan pada sebuah balok yang berfungsi sebagai jembatan, dengan dasar dalil yang mengatakan Aksi = Reaksi diketahui bahwa jika sebuah balok diberi beban, maka balok ini pun akan memberi reaksi sebesar beban yang diterimanya, maka BALOK yang dibuat untuk jembatan harus dibuat dengan kekuatan yang mampu menahan beban yang lebih besar dari beban yang diterimanya.<br /><br />Pada hakikatnya ilmu pengetahuan itu adalah saling hubungan antara berbagai pengalaman pancaindera satu dengan lain, baik dalam hubungan sebab-akibat, maupun dalam skala waktu dan hubungan antara berbagai pengalaman-pengalaman pancaindera. Karena pangalaman pancaindera itu selalu SAMA bagi setiap manusia, dan ALAT untuk memahaminya juga sama, yaitu LOGIKA dan RASIO. Yang seperti halnya panca Indera juga terbukti SAMA untuk setiap manusia.<br /><br />Kembali kepada contoh di atas karena dalil yang mengatakan Aksi = Reaksi adalah (a) sesuai dengan logika dan/atau matematika dan (b) sesuai dengan pengamatan pancaindera. Maka kita tidak perlu tahu siapa yang membuat dalil itu, yang jelas dalil tersebut kebenarannya TERBUKTI SAMA bagi semua manusia sehingga kebenaran yang satu itu bisa menjadi dasar untuk terciptanya berbagai ilmu lain, katakanlah misalnya ilmu bahan bangunan. Dengan berpatokan pada dalil tersebut, manusia akan bereksplorasi mengolah berbagai materi di alam untuk dibuat mampu menahan BEBAN yang direncanakan melewati balok tersebut. entah itu bahan itu berupa beton bertulang, baja, kayu atau serat karbon. Yang untuk membuatnya juga membutuhkan saling berhubungan dengan *kebenaran-kebenaran* lain yang juga TERBUKTI SAMA bagi semua manusia.<br /><br />Cara pandang seperti inilah yang membuat kita sekarang mengenal beragam produk teknologi, termasuk facebook yang hanya mungkin bisa hadir dan kita petik manfaatnya sekarang karena adanya teknologi yang dikembangkan oleh orang-orang yang berpikir atas dasar sains ini.<br /><br />Ilmu Pengetahuan alias sains sama sekali tidak mengenal kebenaran mutlak, kebenaran yang dikenal dalam Ilmu Pengetahuan/ Sains adalah kebenaran yang selalu berubah menuju kesempurnaan secara asimptotis, artinya semakin lama semakin benar.<br /><br />Tapi tentu saja ada hal-hal yang dengan sekejap mata bisa ditetapkan oleh Sains sebagai KESALAHAN, yaitu bila;<br /><br />(a) suatu teori TIDAK LOGIS atau menyalahi prinsip logika, misalnya jika matematikanya salah-salah; dan <br /><br />(b) tidak sesuai dengan persepsi pancaindera. <br /><br />Untuk bisa dianggap benar dalam sains (sekalipun cuma sementara), suatu gagasan, pendapat, atau teori itu harus memenuhi sekaligus kedua-duanya (a) dan (b).<br /><br />Contoh kebenaran yang selalu berubah menuju kesempurnaan secara asimptotis misalnya katakanlah ada seseorang mengatakan "AIR BISA DIGUNAKAN SEBAGAI BAHAN BAKAR". <br /><br />Orang yang percaya Al Qur'an adalah sumber segala ilmu, bertanya pada ulama, mengkaji makna di balik setiap ayat dan hadits dan berdasar berbagai kajian bahasa dan sejarah turunnya ayat tersebut kemudian menyimpulkan bahwa pernyataan di atas adalah benar, tanpa memerlukan proses pengujian yang terus menerus untuk membuktikan bahwa pernyataan di atas adalah BENAR bagi semua manusia. <br /><br />Orang yang berpikir dengan landasan IPTEK yang benar-benar ingin membuktikan pernyataan itu dan berniat membuat alat yang bisa menjadikan air sebagai bahan bakar akan memilih jalan berbeda. Dia akan menganalisa fakta-fakta ilmiah yang telah pernah diungkapkan oleh orang-orang sebelumnya. <br /><br />Katakanlah misalnya pemahaman atas pernyataan itu akan dia mulai dengan pemahaman kimia dasar bahwa AIR itu sendiri adalah molekul yang terdiri dari 2 atom Hidrogen dan satu atom Oksigen.<br /><br />Hidrogen adalah unsur yang sangat mudah terbakar dan pembakaran sendiri membutuhkan Oksigen. Jadi pernyataan ini logis dan masuk akal dan berarti BENAR.<br /><br />Hanya masalahnya ketika 2 atom Hidrogen dan satu atom Oksigen itu membentuk senyawa, molekul inipun menjadi air dan malah dipakai untuk memadamkan api. Jadi untuk membuat Air bisa terbakar bagaimana?...RASIO alias AKAL SEHAT di sini berkata, atom Oksigen dan Hidrogen itu harus dipisahkan. Bagaimana caranya?...dengan Elektrolisa. Bagaimana prinsip elektrolisa ini?...orang inipun akan mencari pengetahuan yang telah diungkapkan oleh orang sebelumnya, ditemukanlan HUKUM FARADAY.<br /><br />Maka diketahui untuk mengelektrolisa air dibutuhkan logam, elektrolit dan arus listrik. <br /><br />Saat melakukan pembuktian melalui proses seperti ini dia akan menemukan berbagai fakta yang sebelumnya tidak pernah dia ketahui, bagaimana kalau ternyata kalau logam yang dipakai tidak tepat yang keluar dalam proses elektrolisa itu bukan hanya hidrogen dan oksigen, tapi juga hexavalent Chromiun yang berbahaya, atau juga ternyata gas yang keluar itu lebih banyak uap airnya, juga dalam proses ini juga ternyata bisa menciptakan efek elektrostatis yang bisa menyebabkan ledakan sebagaimana yang terjadi pada proses terjadinya petir.<br /><br />Setelah melalui semua proses itu barulah pada akhirnya dia bisa menciptakan sebuah alat yang aman yang bisa membuat Air menjadi bahan bakar. Tapi yang dia buat itupun bukanlah sebuah hasil yang MUTLAK, karena nantinya akan ada lagi orang yang menyadari kelemahan alat buatannya dan akan menyempurnakan alat buatannya tersebut.<br /><br />Seperti yang kita lihat dalam proses yang dilalui orang ini. Semakin jauh dia berusaha membuktikan "AIR BISA DIGUNAKAN SEBAGAI BAHAN BAKAR", semakin banyak dia 'terpaksa' bersentuhan dengan hasil olah pikir orang lain dan semakin tahu juga dia betapa luasnya ilmu pengetahuan dan orang yang membuktikan "AIR BISA DIGUNAKAN SEBAGAI BAHAN BAKAR" ini pun segera menyadari kalau yang tidak diketahui Manusia itu jauh lebih banyak ketimbang yang diketahui. <br /><br />Kalau orang yang menjalani proses seperti ini adalah jenis manusia yang percaya TUHAN, Maka semakin banyak yang dia tahu, semakin dia merasa kecil dihadapan TUHAN YANG MAHA SEGALANYA. Saat manusia yang memiliki pola pikir seperti ini telah mencapai tahap yang sangat jauh, dia pun semakin merasa sangat-sangat kecil. Karena itulah seorang Einstein yang telah mengetahui sedemikian banyak rahasia alam semesta dengan takjub mengatakan "Tuhan tidak sedang bermain dadu".<br /><br />Bandingkan pola ini dengan orang yang memahami kebenaran melalui dalil-dalil agama hasil penafsiran para Ulama. <br /><br />Contohnya bisa anda lihat pada artikel di bawah ini :<br />1. http://rumaysho.com/belajar-islam/aqidah/2865-mendudukkan-akal-pada-tempatnya.html<br />2. http://rumaysho.com/belajar-islam/aqidah/2866-ketika-akal-bertentangan-dengan-dalil-syari.html<br /><br />Artikel dalam website yang ditulis oleh seseorang yang bernama Muhammad Abduh Tuasikal tersebut diberikan kepada saya oleh seorang teman yang bernama Abu Kharis. Artikel ini dia berikan kepada saya dengan maksud untuk meyakinkan saya bahwa KEBENARAN ILMIAH juga bisa didapatkan dengan cara mengkaji dalil-dalil agama, tanpa perlu melalui proses-proses rumit dan melelahkan seperti yang dilakukan oleh sains. Malah keunggulan dari mengetahui KEBENARAN ILMIAH melalui dalil-dalil ini adalah kebenarannya bersifat MUTLAK, tidak seperti kebenaran sains yang berubah-ubah.<br /><br />Salah satu cara pembuktian KEBENARAN ILMIAH melalui dalil-dalil ini yang diulas oleh Muhammad Abduh Tuasikal adalah pembuktian terhadap dalil dalam suatu hadits yang menyebutkan bahwa pada hari kiamat nanti posisi matahari akan begitu dekat dengan manusia : <br /><br />Terhadap masalah ini, Muhammad Abduh Tuasikal menulis<br /><br />*** “Matahari akan didekatkan pada makhluk pada hari kiamat nanti hingga mencapai jarak sekitar satu mil.” Sulaiman bin ‘Amir, salah seorang perowi hadits ini mengatakan bahwa dia belum jelas mengenai apa yang dimaksud dengan satu mil di sini. Boleh jadi satu mil tersebut adalah seperti jarak satu mil di dunia dan boleh jadi jaraknya adalah satu celak mata. <br /><br />"Jika kita memperhatikan, hadits ini terasa bertentangan dengan logika kita. Namun sebenarnya dapat kita katakan, “Kekuatan manusia ketika hari kiamat berbeda dengan kekuatannya ketika sekarang di dunia. Namun manusia ketika hari kiamat memiliki kekuatann yang luar biasa. Mungkin saja jika manusia saat ini berdiam selama 50 hari di bawah terik matahari, tanpa adanya naungan, tanpa makan dan minum, pasti dia akan mati. Akan tetapi, sangat jauh berbeda dengan keadaan di dunia. Bahkan di hari kiamat, mereka akan berdiam selama 50 ribu tahun, tanpa ada naungan, tanpa makan dan minuman.” (Syarh Al ‘Aqidah Al Wasithiyah, hal. 370)" ***<br /><br />Dengan membaca penjelasan seperti ini, keingintahuan kita jadi terpuaskan dan masalahpun selesai dan imanpun jadi semakin tebal. Tapi kepuasan ini sama sekali tidak menghasilkan produk apa pun yang bisa dimanfaatkan oleh manusia lainnya.<br /><br />Cara yang berbeda dalam memahami KEBENARAN ILMIAH ini pun membentuk dua pola sikap yang bertolak belakang. Dalam sains alias IPTEK, orang MENGERTI, bukan PERCAYA. Sebagaimana telah saya gambarkan di atas, orang yang memahami KEBENARAN ILMIAH melalui proses yang panjang dan melelahkan, dalam proses itu tahu bahwa semakin banyak yang dia ketahui semakin MENGERTI pula dia semakin jauh lebih banyak lagi pula yang tidak dia ketahui, semakin MENGERTI pula dia kalau tidak mungkin dia mengetahui sebuah KEBENARAN secara MUTLAK. Semakin banyak yang dia tahu, semakin dia MENGERTI seberapa maha kecilnya dia dihadapan TUHAN.<br /><br />Sementara orang yang mencari pemahaman KEBENARAN ILMIAH melalui dalil dasarnya adalah PERCAYA bukan MENGERTI, semakin mendapat penjelasan dari orang yang dia PERCAYA semakin dia merasa TAHU dan diapun semakin PERCAYA kalau dirinya mampu memahami kebenaran secara MUTLAK. <br /><br />Karena dia PERCAYA kalau dirinya mampu memahami kebenaran secara MUTLAK maka dia pun merasa dirinya lebih besar dibanding manusia lainnya, karena dia PERCAYA bahwa dia lebih mengerti APA maksud TUHAN dibandingkan oleh manusia lainnya. Karena itu mereka pun jadi merasa punya OTORITAS untuk mencap, mengancam, menuduh, memfitnah bahkan membunuh orang yang memiliki pemahaman yang berbeda dengan mereka. Sebab mereka PERCAYA bahwa orang-orang yang berbeda pandangan dengan mereka itu adalah KAUM PENGACAU KEIMANAN yang tentu saja adalah MUSUH ISLAM.<br /><br />Itulah sebabnya kenapa orang yang mencari pemahaman KEBENARAN ILMIAH melalui pengkajian terhadap dalil-dalil agama cenderung menjadi MEGALOMANIAK!<br /><br /><br />Wassalam<br /><br />Win Wan Nur<br />Orang ACEH suku Gayo, Beragama ISLAM<br /><br />www.winwannur.blog.com<br />www.winwannur.blogspot.comAsal Linge Awal Serulehttp://www.blogger.com/profile/11909340515190603839noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-958911628693452465.post-38528010384230497062010-02-08T02:22:00.000-08:002010-02-08T02:26:34.155-08:00Dulu Dituduh PKI, Sekarang Dicap YAHUDIDicap dengan berbagai ungkapan buruk, ini dan itu, adalah resiko yang harus dihadapi oleh siapa saja yang bermaksud menentang kesewenang-wenangan dari sebuah kelompok yang merasa diri paling benar.<br /><br />Di zaman Orde Baru, ketika Soeharto yang didukung militer berkuasa, kalau kita mengkritik kesewenang-wenangan, kita bakal dicap ANTI-PANCASILA dan secara lebih spesifik dituduh PKI. Di zaman sekarang ketika orang-orang yang merasa diri PALING ISLAM dan PALING BERIMAN diberi sedikit kuasa, kalau kita mengkritik kesewenang-wenangan mereka, kita bakal dicap ANTI-ISLAM dan secara lebih spesifik YAHUDI. <br /><br />Kalau kita perhatikan dengan seksama, ada satu kesamaan diantara keduanya (Soeharto dan Orang-orang yang merasa diri PALING ISLAM dan PALING BERIMAN). Mereka sama-sama anti kritik, mereka sama-sama hanya memperbolehkan SATU TAFSIR terhadap apa (ideologi atau agama) yang mereka percayai. <br /><br />Kalau Soeharto dulu, merasa cuma dia dan kelompoknya sendiri yang PALING BENAR menafsirkan Pancasila. Sehingga ketika dia melakukan pembantaian terhadap orang yang dituduh PKI, membantai orang-orang Aceh yang dituduh bersimpati pada GAM, membantai orang-orang Papua yang dituduh mendukung OPM dan membantai orang-orang Timtim yang dituduh pendukung fretilin, yang secara kasat mata jelas bertentangan dengan Pancasila terutama pada Sila Kedua. Maka mereka pun dengan mudah bisa memberikan alasannya. Menurut mereka hal yang sedemikian nyata itu tidak boleh ditafsirkan secara apa adanya, kejadian yang bertentangan dengan HAM secara universal itu harus ditafsirkan sebagai usaha untuk mempertahankan PANCASILA.<br /><br />Ini sama persis dengan orang-orang yang merasa diri BERIMAN di Aceh sekarang ini yang gemar sekali mencap ini dan itu terhadap orang-orang yang mengkritisi dan menentang HUKUM buatan mereka yang sewenang-wenang. <br /><br />Atas kejadian di Langsa beberapa waktu yang lalu, seorang teman, perempuan berjilbab, menuliskan keprihatinannya di Koran Nasional. Kepadanya saya menanyakan, kenapa tidak menuliskan pendapat seperti ini di Koran Lokal supaya orang-orang Aceh sadar apa yang terjadi?. Teman ini mengatakan; "Nggak bisa bang, kalau kita menuliskan kritik seperti ini di koran lokal, maka besoknya akan berhamburanlah opini tandingan yang menghujat dan mencaci maki yang bahkan menghalalkan darah kita"<br /><br />Ucapan teman ini saya buktikan sendiri, ketika melalui facebook saya menyatakan penentangan terang-terangan kepada pandangan mereka yang sewenang-wenang. Ketika saya menanggapi sekaligus membela diri atas fitnahan seorang Mahasiswa pasca Sarjana yang menulis WASPADAILAH KAUM PENGACAU KEIMANAN, MEREKA MENUDUH ORANG MUKMIN ITU SEBAGAI FUNDAMENTALIS. Maka tanpa ampun saya pun dikatai dengan berbagai variasi makian, mulai dari yang tradisional sampai modern,yang smuanya murni bersumber dari prasangka dalam kepala mereka sendiri.<br /><br />Oleh orang-orang yang mengaku MUKMIN ini saya dikatakan Musuh Islam, KAUM PENGACAU KEIMANAN, penerus Abu Lahab dan Abu Jahal sampai anjing yang menyerupai manusia.<br /><br />Begitulah, persis seperti Soeharto dan orang-orangnya dulu yang dulunya begitu mengagungkan Pancasila layaknya sebuah berhala yang MENDOMINASI penafsiran PANCASILA dalam sebuah penafsiran tunggal, tapi pada kenyataannya sebenarnya mereka sendirilah yang paling sering bertindak bertentangan dengan ideologi yang mereka puja. Orang-orang di Aceh yang merasa diri paling Islam dan paling beriman ini pun sama.<br /><br />Mereka yang merasa diri paling BERIMAN dengan santai mencap orang Islam yang berbeda pandangan dengan mereka sebagai ANTI-ISLAM, Pro Barat dan bahkan YAHUDI semata hanya berdasarkan PRASANGKA yang tidak berdasar. Padahal sikap yang mereka tunjukkan ini jelas-jelas bertentangan dengan apa yang tertulis dalam Al Qur'an yang menjadi dasar tindakan dari orang-orang yang mengaku diri beriman ini.<br /><br />Contohnya perilaku orang Aceh yang merasa diri PALING ISLAM dan PALING BERIMAN yang suka menghujat dan mencap orang Islam lain dengan berbagai cap buruk entah itu KAFIR, ANTI-ISLAM, sampai YAHUDI ini jelas bertentangan dengan apa yang tertulis dalam Al Qur'an dalam Surat Al Hujuraat ayat 12 yang berbunyi : Hai orang-orang yang beriman, JAUHILAH KEBANYAKAN PRA SANGKA (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu DOSA dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain...dst.<br /><br />Tapi kalau bukti yang nyata tentang perilaku mereka yang jelas bertentangan dengan Al Qur'an yang kata mereka merupakan sumber tuntunan mereka. Seperti Soeharto dan orang-orangnya dulu yang selalu punya pembenaran ketika perilaku yang mereka tunjukkan bertentangan dengan apa yang selalu mereka katakan. Orang ini pun sama saja.<br /><br />Fakta yang ada, demikian nyata menunjukkan kalau perilaku mereka bertentangan dengan Al Qur'an. Tapi, karena seperti Soeharto yang merasa hanya dia dan orang-orangnya lah yang merupakan penafsir SAH atas Pancasila, orang-orang ini pun merasa hanya merekalah pemegang MONOPOLI atas TAFSIR Al Qur'an, maka merekapun dengan lihai dan santai membuat segala macam TAFSIR dan berjuta alasan untuk membenarkan tingkah laku mereka yang jelas-jelas sangat bertentangan dengan Al Qur'an itu.<br /><br />Perilaku seperti ini dapat kita temukan di masyarakat manapun yang hidup dalam sistem totaliter dan sewenang-wenang. Di Burma, di Cina, di Korea Utara, Kuba dan di belahan dunia manapun dimana TAFSIR terhadap sebuah ideologi atau Agama hanya diberikan kepada satu kelompok orang saja. Kesewenang-wenangan akan menjadi keseharian.<br /><br />Tapi di manapun juga di muka bumi ini, sistem seperti itu hanya bisa berjalan dengan PAKSAAN. Untuk bisa memaksa tentu dibutuhkan dukungan kekuatan militer yang kuat pula, yang bisa memaksa semua orang menelan bulat-bulat segala kontradiksi yang diperlihatkan oleh penguasa.<br /><br />Kekuatan seperti ini belum dimiliki oleh orang-orang di Aceh yang merasa diri PALING ISLAM dan PALING BERIMAN yang memaksakan PENAFSIRAN mereka atas TEKS sebagai satu-satunya kebenaran yang harus dianut oleh semua orang. Sekarang mereka belum punya LAKSUS yang akan siap menjemput kita, ketika mereka mendapati ada orang yang menyampaikan pendapat atau pemikiran yang bertentangan dengan DOKTRIN yang mereka percaya. Saat ini kalaupun kita menentang penafsiran mereka, yang bisa mereka lakukan baru sebatas memaki-maki dan pamer BACOT BESAR saja. <br /><br />Karena itu, mumpung sekarang belum ada LAKSUS yang akan menjemput kita saat kita mengungkapkan pendapat yang bertentangan dengan keyakinan mereka, maka sekaranglah kesempatan kita untuk terus melawan segala kesewenang-wenangan yang mereka bungkus dengan dalil-dalil AGAMA.<br /><br />Seperti juga orang keras kepala di segala zaman yang memang tidak suka dan tidak menerima jika perilaku dan kesenangan mereka diingatkan, orang-orang ini pun sama saja. Jadi sekeras apapun kita berteriak, senyata apapun bukti yang kita paparkan, mereka tidak akan bergeming dengan keyakinan yang mereka peluk.<br /><br />Karena itu janganlah niatkan melakukan perlawanan ini untuk mengubah atau melunakkan kepala orang-orang ini. Niatkanlah perlawanan ini sebagai tanggung jawab generasi kita terhadap generasi Aceh mendatang. Sebab apa yang akan mereka dapatkan di masa depan adalah buah dari apa yang kita lakukan hari ini.<br /><br />Wassalam<br /><br />Win Wan Nur<br />Orang ACEH suku GAYO beragama ISLAM<br /><br />www.winwannur.blog.com<br />www.winwannur.blogspot.comAsal Linge Awal Serulehttp://www.blogger.com/profile/11909340515190603839noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-958911628693452465.post-31172541215408179902010-02-05T21:49:00.000-08:002010-02-05T21:51:42.130-08:00Aceh dan Ruang Pikir Publik Yang Dikuasai Para MEGALOMANIAKTadi saya membuka facebook dan mendapati begitu banyak hujatan yang ditujukan kepada saya karena saya telah dengan jujur menilai sebuah tulisan yang menyoroti Syari'at Islam di Aceh yang di-tag kepada saya.<br /><br />Tulisan yang saya nilai dengan jujur ini ditulisa oleh seseorang yang bernamag bernama Zahrul Bawady M. Daud yang namanya saya kenal di facebook, tapi sama sekali tidak pernah saya kenal di dunia nyata.<br /><br />Saya sendiri merasa heran dengan berbagai hujatan yang disampaikan kepada saya saat saya menganggapi tulisan dari Zahrul Bawady M. Daud ini. Karena dalam pandangan saya, ketika Zahrul mem-post tulisan ini di facebook, maka status tulisan ini pun telah menjadi sebuah publikasi yang statusnya menjadi sah untuk dinilai oleh siapapun dari berbagai sisi.<br /><br />Maka ketika beliau mempublikasikan tulisan ini dan men-tag nama saya dalam tulisan itu, jelas saya berpikir kalau beliau tentu mengharapkan tanggapan dari berbagai sudut pandang, bukan cuma sekedar puja-puji.<br /><br />Dan apa yang saya sampaikan dalam tanggapan saya terhadap tulisannya ini adalah penilaian berdasarkan sudut pandang saya, dan menurut saya kalau ada yang tidak sepakat dengan pandangan saya tersebut silahkan dikritisi dan mari kita BERDISKUSI.<br /><br />Inti kemarahan orang yang menghujat saya ini adalah karena saya menilai tulisan-tulisan semacam ini cuma sekedar omong kosong dari orang yang pamer ilmu, yang sama sekali tidak menyentuh inti persoalan. Orang-orang yang tidak senang dengan komentar saya ini, marah karena menurut mereka saya tidak menghargai usaha mereka untuk menyelesaikan carut-marut permasalahan Syari'at Islam di Aceh ini setidaknya dengan pena.<br /><br /><br />Padahal sebenarnya yang terjadi tidaklah demikian, sebenarnya sayapun mengakui kalau mereka (para penulis ini) memang sudah berusaha, ya cuma seperti yang saya katakan dengan jujur dari hati nurani saya yang terdalam " Ketika membaca kebanyakan tulisan mereka ini, saya seperti sedang menyaksikan orang yang kebakaran rumah tapi sibuk mengomentari bukan memadamkan api".<br /><br />Kalau anda ikut membaca tulisan-tulisan mereka, melalui tulisan-tulisan ini, anda dan saya jadi tahu ilmu mereka tinggi, penguasaan mereka terhadap dalil-dalil hebat...cuma ya karena mereka tidak menyentuh ESENSI masalahnya, yang terjadi cuma pamer ILMU, kita jadi seperti pertandingan Karate di nomor KATA.<br /><br />Orang yang terlalu banyak belajar, merasa banyak ilmu tapi tidak pernah berpraktek di dunia nyata memang cenderung menjadikan orang memiliki sikap MEGALOMANIAK, dengan ciri merasa diri paling hebat, merasa diri paling tahu segalanya, merasa diri paling Islam, merasa diri paling mukmin, bahkan merasa dapat mengetahui niat terdalam seorang Muslim hanya dengan berdasarkan prasangka dan fanatasi di kepala.<br /><br />Para megalomaniak ini menuntut orang lain untuk bersikap santun penuh petita-petiti tapi mereka sendiri boleh mencap orang yang berbeda pandangan dengan mereka sebagai Kafir, pembenci Islam, SIPILIS dan berbagai sebutan buruk lainnya.<br /><br />Mereka inilah para orang berilmu yang kalau diibaratkan pertandingan Karate, mereka ini sangat mahir di nomor kata yang mempertandingkan pameran jurus, tapi tidak pernah bertarung.<br /><br />Masalah di Aceh ini adalah terlalu berkuasanya dan terlalu bebasnya megalomaniak ini, yang sebenarnya tidak lain adalah orang-orang berotak kecil dan berbacot besar. Para megalomaniak ini dengan bebas menghina dan merendahkan orang-orang yang berbeda pandangan dengan mereka. Para megalomaniak ini merasa mampu membantu memperbaiki nasib orang Islam di Perancis bahkan Palestina dengan mengumbar bacot-bacot besar jauh dari seberang lautan, dan dengan serta merta merendahkan orang Islam lain yang mencoba menyelesaikan persolan dengan cara mengurai masalah untuk mengurai kusut masai yang terlihat di permukaan.<br /><br />Aceh yang sebenarnya keadaannya sudah jauh lebih baik, tapi oleh orang-orang yang ingin Aceh tampak indah di permukaan dan kebetulan punya kuasa, Aceh dihadiahi sebuah hukum prematur yang sangat mentah yang dilabeli SYARI'AT ISLAM yang kemudian disembah para megalomaniak berilmu tinggi ini layaknya berhala. Berbagai kejadian memilukan terjadi di Aceh akibat keberadaan hukum prematur ini yang menunjukkan bahwa HUKUM ini bermasalah, tapi karena labelnya SYARI'AT ISLAM, para megalomaniak ini resistant terhadap siapapun yang mengkritisi apalagi mengutak-atik berhala mereka.<br /><br />Masalah ini semakin menjadi-jadi, karena orang-orang Aceh yang masih memiliki akal sehat terlarut dalam langgam permainan para megalomaniak ini yang menuntut orang lain untuk berdiskusi dengan mereka dengan penuh sopan santun dan petita-petiti sementara mereka boleh mencap dan menghakimi orang lain seenak perut dengan berdasarkan fantasi megalomaniak mereka. Tidak sedikit pula orang Aceh yang takut dengan ancaman orang-orang ini, karena memang harus kita akui memang memiliki banyak pendukung Irasional yang merasa dengan menghancurkan bahkan membunuh orang Islam yang berbeda pandangan mereka akan diganjar pahala dan diberi sebuah kapling di Surga Jainatunn'im.<br /><br />Sikap orang-orang rasional yang seperti inilah yang membuat orang-orang zalim ini semakin meraja lela di Aceh negeri yang kita cintai.<br /><br />Saya sendiri terus terang sangat mennyayangkan hal ini, sepertinya orang-orang rasional di Aceh lupa, kalau dalam agama kita itu diperintahkan untuk melawan segala kemungkaran dengan kekuatan terbaik yang kita punya, tidak mampu dengan kekuatan lakukanlah dengan ucapan alias OPINI. Kalau tidak mampu baru lawan dalam hati. Entah apa nanti yang akan dijawab oleh orang-orang rasional ini kepada anak cucu mereka ketika pada masa itu nanti Aceh sudah jatuh ke dalam jurang kehancuran yang dalam.<br /><br />Sikap takut orang-orang rasional inilah yang membuat di Aceh banyak berjatuhan korban yang tidak perlu akibat kebveradaan hukum yang prenmatur ini.<br /><br />Seorang kakak kelas saya waku kuliah dulu memaparkan fakta tersebut diantaranya : Bulan puasa lalu 4 laki-laki memperkosa 1 perempuan karena di duga khalwat, tidak ada yang berani membela yang perempuan.. .. (Leupung, A Besar).<br /><br />Seorang anak perempuan umur 9 tahun yang mentalnya terganggu di perkosa sampai rahimnya rusak dan mengalami pendarahan terus dan membutuhkan operasi besar, tidak ada yang berani mengejar pelakunya (Krueng raya, A, Besar).<br /><br />Ketika seorang perempuan bisu dan gagu diperkosa dan ditinggalkan tanpa pakaian di Blangpadang, juga tidak ada yang berani menyejar pelaku dan mengusut tuntas kasusnya.<br /><br />Terakhir, di Langsa seorang perempuan menjadi korban yang diakui oleh ketua MPU terjadi akibat tidak matangnya proses perekrutan dan kurangnya pengawasan terhadap ujung tombak pelaksana hukum ini.<br /><br />Di Aceh pasca kejadian Langsa itu saya melihat begitu semakin kentalnya orang yang MEMBERHALAKAN Qanun Syari'at Islam, mereka memperlakukan Qanun bermasalah itu layaknya kitab suci Al Qur'an yang tak bisa diubah redaksinya sama sekali dan mereka juga memperlakukan perancang Qanun ini layaknya Rasul yang tak bisa salah.<br /><br />Mereka begitu mengkultuskan Qanun dan Perancangnya, contohnya ucapan konyol si Muslim Ibrahim yang ketua MPU itupun tidak bisa mereka kritisi. Yaitu ketika si Muslim Ibrahim mengatakan "bahwa rektrutmen personel WH harus diperketat "... Harusnya kalau mereka memandang si Muslim itu sebagai manusia biasa yang cuma makhluk yang fana, bukan Allah SWT yang bebas dari sifat salah. Terus terang saya jadi penasaran apa isi Syahadat orang-orang ini.<br /><br />Kalau mau adil dan terbebas dari mengkultuskan MAKHLUK terlalu berlebihan, kita akan melihat KONYOL-nya ucapan Muslim Ibrahim yang dikutip di tulisan ini.<br /><br />Kalau kita memandang si Muslim Ibrahim ini hanya selayaknya manusia biasa yang tidak terlepas dari salah dan dosa, kita tentu akan terus mengejar dan mencecar si Muslim itu dengan pertanyaan, "jadi selama ini rekrutmen WH itu nggak ketat alias main-main?", lalu dilanjutkan, karena rekrutmennya nggak serius jadi makan korban...mana tanggung jawab orang yang merekrut?<br /><br />Atau bisa dilanjutkan dengan pertanyaan...apakah dalam persoalan WH ini pola rekrutmennya yang salah atau memang, SDA yang tersedia memang cuma sebegitu yang kalau sistem rekrutmennya dibuat sebaik apapun, hasilnya ya nggak akan lebih baik dari itu.<br /><br />Ini yang terjadi sama sekali sebaliknya, orang-orang ini terlalu ewuh pakeweuh dan banyak petita-petiti....dan akibatnya apa, yang terjadi mereka cuma pamer HAFALAN, ayat yang dikutip hadits yang disodorkan sama sekali tidak mampu menyentuh inti persoalan.<br /><br />Karena masalah ini dipikir bisa selesai dengan PAMER ILMU seperti ini, lihat saja ke depannya, nanti pelaksanaan Syari'at Islam ini akan bermasalah lagi. <br />Setelah riuh-rendah kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh aparat WH ini selesai, ke depannya marilah kita bersiap-siap menerima kabar pelanggaran yang dilakukan oleh WH lagi. <br /><br />Dan mulai sekarang, para megalomaniak yang suka OMONG BESAR yang merasa diri setara Tuhan itu, silahkan menyiapkan berbagai alasan pembenar untuk pelanggaran yang akan dilakukan WH yang kata si Muslim Ibrahim itu rekrutmennya akan diperketat.<br /><br />Kalau tidak percaya apa yang saya katakan, silahkan simpan tulisan ini dan sekaligus ini akan saya simpan di Blog saya, untuk nanti saya keluarkan lagi saat WH kembali berulah. Sebagaimana halnya yang saya lakukan ketika dulu orang begitu bersemangat menanggapi terpilihnya OBAMA menjadi Presiden Amerika.<br /><br />Dan kalau apa yang saya perkirakan ini terjadi, saya harap siapapun manusia BERBACOT BESAR yang menuduh saya anti ISLAM itu mau memprint tulisan ini dan menempelkannya di jidat mereka yang keras seperti batu itu.<br /><br />Wassalam<br /><br />Win Wan Nur<br />Orang ACEH suku GAYO, beragama ISLAM<br /><br />www.winwannur.blog.com<br />www.winwannur.blogspot.comAsal Linge Awal Serulehttp://www.blogger.com/profile/11909340515190603839noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-958911628693452465.post-50724753960553348122010-01-29T14:28:00.000-08:002010-01-29T14:29:39.088-08:00Solusi AKHIRAT Ala Kaum FundamentalisMenanggapi tulisan saya Faham fundamentalis dan Ilmu Pengetahuan, seorang pembaca bernama Abu Kharis mengatakan kepada saya<br /><br />Sebelum menyimpulkan, bagusnya WWN dkk baca dulu artikel ustadz fundamentalis berikut :<br /><br />1. http://rumaysho.com/belajar-islam/aqidah/2865-mendudukkan-akal-pada-tempatnya.html<br />2. http://rumaysho.com/belajar-islam/aqidah/2866-ketika-akal-bertentangan-dengan-dalil-syari.html<br /><br /><br />Lalu saya pun membaca link yang diberikan oleh Abu Kharis yang sepertinya mengharapkan saya akan berubah pandangan setelah saya membaca artikel dalam link yang dia berikan.<br /><br />Tapi setelah saya membaca artikel dalam kedua link tersebut, alih-alih saya berubah pikiran. Informasi-informasi yang ada dalam artikel yang disarankan oleh Abu Kharis untuk saya baca tersebut justru semakin menguatkan pendapat saya bahwa Islam saat ini benar-benar telah dikuasai sepenuhnya oleh faham fundamentalis yang memahami segala teks agama secara literer dengan cara yang IRRASIONAL bukan RASIONAL. Yang akan semakin membawa kita Umat Islam ke jurang keterpurukan.<br /><br />seluruh penjelasan dalam artikel ini benar-benar khas cara pandang dan cara pikir kaum fundamentalis yang LITERER persis seperti apa yang tersurat.<br /><br />Salah satu dari penjelasan yang IRRASIONAL khas pikiran kaum fundamentalis yang dimuat dalam artikel di link yang diberikan oleh Abu Kharis ini adalah ketika penulis yang bernama Muhammad Abduh Tuasikal menjelaskan tentang kebenaran (HR. Muslim no. 7385) yang menjelaskan tentang panasnya matahari di padang mahsyar yang hanya sejengkal di kepala yang tentu saja tidak logis jika dipahami dengan logika yang berlaku umum saat ini.<br /><br />Seperti biasa, pemahaman kaum fundamentalis untuk hadits ini adalah LITERER dan penjelasannya pun tetap LITERER sesuai dengan apa yang tertulis. Maka untuk mengatasi masalah ini dibuatlah sebuah penjelasan yang 100% spekulatif seperti di bawah ini.<br /><br />"Jika kita memperhatikan, hadits ini terasa bertentangan dengan logika kita. Namun sebenarnya dapat kita katakan, “Kekuatan manusia ketika hari kiamat berbeda dengan kekuatannya ketika sekarang di dunia. Namun manusia ketika hari kiamat memiliki kekuatann yang luar biasa. Mungkin saja jika manusia saat ini berdiam selama 50 hari di bawah terik matahari, tanpa adanya naungan, tanpa makan dan minum, pasti dia akan mati. Akan tetapi, sangat jauh berbeda dengan keadaan di dunia. Bahkan di hari kiamat, mereka akan berdiam selama 50 ribu tahun, tanpa ada naungan, tanpa makan dan minuman.” (Syarh Al ‘Aqidah Al Wasithiyah, hal. 370)"<br /><br />Baca : http://rumaysho.com/belajar-islam/aqidah/2866-ketika-akal-bertentangan-dengan-dalil-syari.html<br /><br />Menurut logika yang mendasari ilmu pengetahuan penjelasan seperti yang disampaikan oleh penulis ini nilainya adalah NOL BESAR.<br /><br />Kenapa NOL BESAR?, karena dalam pemahaman ilmu pengetahuan modern yang didasari oleh cara pandang KANT yang dia tulis dalam bukunya **Critique of Pure Reason**, dikatakan bahwa debat ngalor-ngidul secara verbal (PURE reason) tidak ada gunanya, sebab masing-masing pihak selalu bisa saja mencari-cari alasan untuk membenarkan pendapatnya sendiri dan mempersalahkan pendapat lawan.<br /><br />Maka dalam bukunya yang mendasari ilmu pengetahuan modern tersebut KANT mengatakan bahwa "Satu-satunya jalan yang bisa mengakhiri perdebatan adalah OBSERVASI EMPIRIS, dalam hal ini adalah eksperimen"<br /><br />Perdebatan seperti yang ada dalam link yang direkomendasikan oleh Abu Kharis ini adalah tergolong debat ngalor-ngidul dimana masing-masing pihak selalu bisa saja mencari-cari alasan untuk membenarkan pendapatnya sendiri dan mempersalahkan pendapat lawan.<br /><br />Debat ngalor ngidul seperti ini persis seperti ketika dalam sebuah tulisan saya mengatakan "air bisa menjadi bahan bakar", kemudian ada seorang penanggap mengatakan itu cuma mimpi, itu mustahil, dia membawa-bawa hukum Thermodinamika pertama. Yah kalau saya juga menanggapinya dengan ngelor-ngidul yang sama ya tidak akan ada habisnya, sebab masing-masing pihak selalu bisa saja mencari-cari alasan untuk membenarkan pendapatnya sendiri dan mempersalahkan pendapat lawan.<br /><br />Maka dari itu saya mengajaknya untuk melakukan sebuah eksperimen EMPIRIS yang bisa dilakukan dan dibuktikan hasilnya oleh siapapun juga.<br /><br />Saya memintanya untuk menggunting lembaran aluminium dengan potongan kecil-kecil sebanyak satu sendok makan, memasukkannya ke dalam botol kecap kosong, lalu campurkan dengan soda api dan masukkan air. Lalu kalau itu sudah dia lakukan, saya memintanya untuk membawa botol itu ke kamar tidurnya dan menyalakan api di atas mulut botol itu.<br /><br />Kalau menyala, artinya air bisa terbakar dan artinya saya benar, kalau tidak ya berarti saya yang salah. Perdebatan SELESAI.<br /><br />Ini yang saya sebut sebagai pembuktian yang SAMA bagi siapapun juga tanpa terkecuali. Siapapun, artinya semua manusia tidak peduli dia penganut agama apa dan ideologi apa. Asal dia manusia dan memiliki panca indera yang lengkap, dia bisa membuktikan benar tidaknya pendapat saya. (tapi saat itu, lawan debat saya ini tidak berani melaksanakan tawaran saya tersebut)<br /><br />Nah solusi seperti inilah yang membuat BARAT maju di segala bidang. Para ilmuwan mereka sudah lama berhenti berdebat ngalor-ngidul. Kalau mereka menghadapi kejadian seperti bertentangannya teks dengan logika seperti dalam hadits yang dikutip oleh penulis dalam link yang diberikan oleh Abu Kharis kepada saya ini. ILMUWAN BARAT akan langsung melakukan eksperimen (seperti yang saya tawarkan kepada lawan debat saya di atas) untuk membuktikan pendapat siapa yang benar.dan siapa yang salah. Hasil dari eksperimen ini nantinya bisa diuji oleh siapapun juga dan kebenarannya juga akan SAMA bagi semua manusia.<br /><br />Melalui proses seperti inilah komputer yang kita pakai ini, obat yang kita konsumsi, kendaraan yang kita naiki serta jalan yang kita lewati tercipta.<br /><br />Bandingkan dengan argumen dari kaum fundamentalis yang sudah puas dengan solusi "Kekuatan manusia ketika hari kiamat berbeda dengan kekuatannya ketika sekarang di dunia", yang sama sekali tidak bisa diuji kebenarannya oleh siapapun dari agama dan ideologi apapun karna kebenaran seperti ini hanya bisa diakui kebenarannya dengan IMAN.<br /><br />Kebenaran seperti ini hanya bisa DIIMANI tapi tidak bisa DIBUKTIKAN, sehingga tidak bisa dan tidak akan pernah bisa menghasilkan apapun. Yang bisa dihasilkan oleh solusi seperti ini hanyalah perasaan puas yang semu seperti yang dirasakan oleh pecandu narkoba.<br /><br />Cara menyelesaikan masalah seperti inilah yang membuat umat ISLAM sekarang tertinggal dalam segala bidang, sehingga BARAT pun dengan santainya bisa menginjak-injak kepala kita semau dan seenak perut mereka.<br /><br />Kalau cara pandang dan cara menyelesaikan masalah seperti ini tetap kita pertahankan, kapan kita akan bisa menyaingi BARAT?... Jawabnya adalah nanti di padang Mahsyar, saat manusia (katanya) mampu berdiam selama 50 ribu tahun, tanpa ada naungan, tanpa makan dan minuman.<br /><br />Jadi kalau kita ingin dihormati oleh BARAT di akhirat nanti, silahkan pertahankan dan ikuti cara pandang dan cara pikir IRRASIONAL ala kaum fundamentalis ini.<br /><br />Tapi kalau kita tidak ingin BARAT terus menginjak kepala kita di DUNIA ini, ubahlah cara pandang dan cara pikir IRRASIONAL ala kaum fundamentalis ini, kembalilah menggali nilai-nilai, cara pandang dan cara pikir RASIONAL ala kaum Mu'tazillah yang lebih dari 1000 tahun yang lalu pernah menjadikan Islam sebagai peradaban yang gilang-gemilang.<br /><br /><br />Wassalam<br /><br />Win Wan Nur<br />Orang ACEH suku Gayo, Beragama ISLAMAsal Linge Awal Serulehttp://www.blogger.com/profile/11909340515190603839noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-958911628693452465.post-14370447306986707882010-01-27T05:42:00.000-08:002010-01-27T05:43:14.942-08:00Faham Fundamentalis dan Ilmu PengetahuanTulisan ini adalah bagian ketiga dari 4 tulisan. Tulisan sebelumnya dapat dibaca di http://winwannur.blogspot.com/2010/01/beraban-bajera-pelajaran-hidup.html dan http://winwannur.blogspot.com/2010/01/beraban-bajera-pelajaran-hidup_22.html dan http://winwannur.blogspot.com/2010/01/beraban-bajera-pelajaran-hidup_24.html<br /><br />Tanah adalah hidup dan jiwa orang Bali, seluruh tanah yang ada di Bali sudah habis dibagi menjadi desa-desa adat yang dimiliki secara turun-temurun oleh orang Bali. Orang Bali hanya diakui sebagai Orang Bali jika mereka memiliki Desa Adat. Orang yang tidak memiliki desa adat, tidak bisa disebut orang Bali. Sementara itu desa adat adalah warisan, orang hanya bisa memiliki desa adat di Bali, jika mereka memiliki nenek moyang yang memiliki desa adat. Sebab memiliki desa adat berkaitan erat dengan tanggung jawab, bukan hak. <br /><br />Orang Bali tidak pernah lepas dari nenek moyangnya, meskipun sudah meninggal, orang Bali percaya roh nenek moyang mereka tetap ada dan masih terus mengunjungi keturunan mereka. Karena itulah di setiap rumah di Bali ada pelinggih, yaitu sebuah Pura yang dibuat untuk tempat bersemyam roh anggota keluarga yang sudah meninggal jika sedang datang berkunjung. Di setiap Desa di Bali juga terdapat minimal tiga buah Pura, masing-masing satu untuk satu Dewa Tri Murti, Syiwa, Brahma dan Wisnu. Pura untuk Syiwa disebut Pura Dalem, Pura untuk Brahma disebut Pura Desa dan Pura untuk Wisnu disebut Pura Puseh. Konsep tiga pura ini dikenal dengan nama konsep Kahyangan Tiga yang diperkenalkan oleh seorang pendeta besar Hindu bernama Mpu Kuturan.<br /><br />Di seluruh desa yang ada di Bali selalu ada dua kategori desa, yaitu desa adat seperti yang saya sebutkan di atas dan desa administratif. Setiap desa ini dipimpin oleh seorang kepala desa yang disebut 'Klian'. Kepala desa adat disebut 'Klian adat' sedangkan kepala desa administratif disebut 'klian dinas'. Di desa-desa di Bali, biasanya 'Klian adat' lebih dihormati ketimbang 'klian dinas'. Para pendatang dan orang Bali yang tinggal di luar desa adatnya, akan masuk sebagi warga desa dinas. Semua orang Bali yang merupakan anggota atau rakyat dari sebuah Desa adat, berkewajiban memelihara dan membayar iuran untuk pura-pura itu. Tapi yang 'cuma' warga desa administratif, entah itu pendatang dari luar pulau atau orang Bali sendiri yang nenek moyangnya tidak berasal dari desa itu, tidak memiliki kewajiban seperti ini.<br /><br />Itulah sebabnya, meskipun pendatang di Bali secara administratif kenegaraan memiliki tanah di Bali, tapi menurut Budaya Bali, para pendatang itu hanya menumpang hidup di Bali, meskipun mereka telah hidup dari generasi ke generasi. Karena tidak memiliki kewajiban untuk memelihara Pura, mereka tetap bukan orang Bali. Seluruh pendatang yang datang ke Bali dan menetap di pulau ini harus memaklumi hal itu. <br /><br />Setiap Pura Kahyangan Tiga ini diupacarai setahun sekali, acara ini dinamakan 'Piodalan', atau orang Bali lebih sering secara singkat menyebutnya 'ODALAN'. Penanggalan yang digunakan untuk menghitung hari upacara untuk setiap Pura itu bukan penanggalan masehi atau penanggalan Hindu yang dihitung dengan tahun saka. Penanggalan yang dipakai adalah penanggalan Bali, yang setahunnya cuma berisi 210 hari. Ulang tahun dan juga semua hari raya di Bali dilangasungkan dengan berpatokan kepada penanggalan ini, kecuali nyepi yang dihitung dengan Tahun Saka. Pemakaian penanggalan inilah yang menyebabkan jika kita menanyakan umur kepada orang-orang tua di Bali, tidak jarang mereka kadang menyebut umur mereka 120 tahun.<br /><br />Dalam perjalanan ini aku menyaksikan sebuah acara piodalan di sebuah desa. Acara ini wajib diikuti oleh seluruh warga desa, besar dan kecil. Beberapa warga desa yang bekerja di Kuta atau Denpasar juga harus kembali ke desa adatnya untuk melakukan upacara ini. Kewajiban seperti inilah yang membuat tidak banyak orang Bali yang merantau ke luar daerah, itu karena orang Bali begitu terikat dengan tanahnya. Di Bali, saat seorang bayi lahir, ari-arinya akan ditanam di depan rumah. Orang Bali percaya kekuatan gaib (di Bali disebut Niskala) dari ari-ari ini akan melindungi si bayi dari kekuatan jahat.<br /><br />Selain untuk piodalan ini, orang Bali juga harus kembali ke Desa adatnya, kalau salah seorang warga desa ini melakukan upacara ngaben, upacara terakhir untuk manusia sebelum jiwanya menjadi murni dan bersatu dengan para Dewa. Tapi upacara Ngaben ini adalah upacara yang sangat mahal, karena itu tidak banyak orang Bali yang langsung diaben saat meninggal. Orang yang langsung diaben saat meninggal biasanya adalah orang-orang berkasta tinggi. Sementara itu orang Bali berkasta Sudra yang jumlahnya sekitar 95% orang bali, biasanya terlebih dahulu menguburkan jasad keluarganya yang meninggal di perkuburan di dekat Pura Dalem. Nanti jasad di dalam kubur itu akan digali kembali untuk di'aben' bersama-sama dengan jasad-jasad lain dalam sebuah acara 'ngaben massal'. 'Ngaben' seperti ini lebih murah karena biaya ngaben ditanggung bersama diantara semua keluarga yang salah seorang anggotanya diaben. Kalau untuk mengikuti 'Ngaben' massal ini pun masih terlalu berat untuk keluarga tersebut, mereka biasanya menumpang mengaben pada acara ngaben sebuah keluarga Brahmana, jika salah seorang anggota keluarga Brahmana tersebut meninggal. Mahalnya biaya upacara ini bukanlah dari biaya pembakaran jasad orang yang meninggal tersebut, tapi biaya yang dibutuhkan untuk membeli Banten serta makanan dan minuman yang harus disediakan untuk warga sekampung yang mengikuti seluruh prosesi kegiatan itu selama berhari-hari sampai abu pembakaran di buang ke laut dan perairan air tawar. <br /><br />Ngaben adalah ritual terakhir sekaligus paling penting bagi orang Bali. Orang Bali percaya bahwa hanya dengan mengaben lah tubuh fisik dan tubuh spiritual benar-benar bisa dipisahkan dengan sempurna. Setelah di'aben', tubuh fisik manusia yang berasal dari alam dikembalikan ke alam, sedangkan tubuh spiritual yang suci kembali bersatu bersama para dewa di puncak Gunung Agung dan sesekali mengunjungi keluarga yang ditinggalkan melalui 'Sanggah Kemulan' atau Pura Keluarga.<br /><br />Karena alasaan itulah, semua orang Bali melakukan prosesi 'ngaben' yang sangat mahal ini terhadap anggota keluarganya yang meninggal, kecuali penduduk desa Trunyan, sebuah desa suku Bali Aga (suku Bali yang sudah menghuni pulau ini sebelum gelombang kedatangan rakyat Majapahit dari Jawa). Di sana jasad orang yang telah meninggal diletakkan di bawah sebatang pohon.<br /><br />Ngaben ini tidak boleh dilakukan sendiri, tapi harus sekampung beramai-ramai. Pentingnya prosesi ngaben ini jugalah yang menyebabkan orang Bali merasa bencana terbesar dalam hidup adalah diusir dari kampungnya. Karena kalau ini terjadi, artinya tidak akan ada orang yang akan mengabeninya saat dia meninggal nanti.<br /><br />Kembali ke Piodalan. Acara Piodalan sendiri juga tidak murah, untuk piodalan setiap warga desa adat harus menyumbangkan sesuatu untuk perayaan itu. Yang kaya menymbangkan uang, beras atau babi, sementara yang kurang mampu menyumbangkan tenaganya. Selain untuk Pura, dalam acara piodalan, tiap keluarga juga harus membuat 'banten' yaitu sesajen yang berisi buah dan kue-kue dan juga di tiap rumah dipasangi 'Penjor', yaitu sebatang bambu yang dihias dengan daun kelapa dan bulir-bulir padi. Setiap orang Bali mengikuti dengan setiap upacara mahal ini dengan penuh kesadaran. Tidak jarang penghasilan mereka selama sebulan habis untuk membiayai upacara semacam ini.<br /><br />Tidak ada satu tempat pun di Indonesia ini yang lebih banyak dikunjungi orang asing ketimbang Bali, tapi anehnya tidak ada satu tempat pun di Indonesia ini di mana warganya berpegang begitu erat pada identitas dan kebiasaan lokalnya dibandingkan orang Bali.<br /><br />Begitulah kisah perjalananku kemarin, dari Beraban sampai ke Bajera. <br /><br />Dalam perjalanan singkat yang suma sekitar 2 jam itu aku bisa dengan jelas menyaksikan kehidupan dan cara hidup orang Bali di abad modern ini. Tanpa perlu sebuah Qanun yang disahkan oleh DPRD, mereka tetap bisa hidup dengan berpegang kuat pada'syari'at' agama dan kepercayaan mereka. Tanpa perlu bersikap munafik dan bermuka dua, tanpa perlu mengejar-ngejar kaum perempuan, identitas HINDU tetap melekat erat pada identitas mereka sebagai Orang BALI. <br /><br />Kemudian dalam bagian akhir tulsan ini saya ingin memberikan sedikit pendapat pribadi saya mengenai orang Bali.<br /><br />Berdasarkan pengalaman saya bergaul dengan orang Bali. Saya melihat perbedaan mendasar antar kita dengan orang Bali adalah; Kita gampang sekali memandang rendah dan memandang tinggi orang dan cara hidup yang berbeda dengan kita, yang kita nilai menurut standar kita. Sementara orang Bali yang saya kenal sangat berbeda, kalau tidak diganggu, mereka jarang sekali mau usil dengan nilai menilai cara hidup orang lain.<br /><br />Mereka yang saya kenal tidak begitu terbiasa menganggap budaya orang lain lebih rendah atau lebih tinggi dari budaya atau cara hidup mereka. Kalau ada yang berbeda dari mereka, ya mereka menganggap itu BEDA, itu saja, tidak lebih hebat atau kurang hebat dibanding mereka.<br /><br />Dan dengan ini pun saya akhiri keempat seri tulisan ini.<br /><br />Lalu, sekali lagi, bagi pembaca tulisan ini yang berasal dari Bali, saya mohon maaf sebesar-besarnya jika berkaitan dengan penjelasan tentang adat, budaya dan aturan agama Hindu Bali terdapat beberapa informasi yang tidak akurat atau salah dalam keempat seri tulisan ini.<br /><br /><br />Wassalam<br /><br />Win Wan Nur<br />Orang Aceh yang pernah tinggal di Bali<br /><br />www.winwannur.blog.com<br />www.winwannur.blogspot.com<br /><br />Notes : Foto-foto yang berkaitan dengan tulisan ini dapat dilihat di http://www.facebook.com/album.php?page=1&aid=2046218&id=1524941840 danAsal Linge Awal Serulehttp://www.blogger.com/profile/11909340515190603839noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-958911628693452465.post-63398350115303002712010-01-26T05:26:00.000-08:002010-01-26T05:56:36.771-08:00Beraban-Bajera, Pelajaran Hidup 'Bersyari'at' Dari Orang Bali Bag 4Tulisan ini adalah bagian ketiga dari 4 tulisan. Tulisan sebelumnya dapat dibaca di http://winwannur.blogspot.com/2010/01/beraban-bajera-pelajaran-hidup.html dan http://winwannur.blogspot.com/2010/01/beraban-bajera-pelajaran-hidup_22.html dan http://winwannur.blogspot.com/2010/01/beraban-bajera-pelajaran-hidup_24.html<br /><br />Tanah adalah hidup dan jiwa orang Bali, seluruh tanah yang ada di Bali sudah habis dibagi menjadi desa-desa adat yang dimiliki secara turun-temurun oleh orang Bali. Orang Bali hanya diakui sebagai Orang Bali jika mereka memiliki Desa Adat. Orang yang tidak memiliki desa adat, tidak bisa disebut orang Bali. Sementara itu desa adat adalah warisan, orang hanya bisa memiliki desa adat di Bali, jika mereka memiliki nenek moyang yang memiliki desa adat. Sebab memiliki desa adat berkaitan erat dengan tanggung jawab, bukan hak. <br /><br />Orang Bali tidak pernah lepas dari nenek moyangnya, meskipun sudah meninggal, orang Bali percaya roh nenek moyang mereka tetap ada dan masih terus mengunjungi keturunan mereka. Karena itulah di setiap rumah di Bali ada pelinggih, yaitu sebuah Pura yang dibuat untuk tempat bersemyam roh anggota keluarga yang sudah meninggal jika sedang datang berkunjung. Di setiap Desa di Bali juga terdapat minimal tiga buah Pura, masing-masing satu untuk satu Dewa Tri Murti, Syiwa, Brahma dan Wisnu. Pura untuk Syiwa disebut Pura Dalem, Pura untuk Brahma disebut Pura Desa dan Pura untuk Wisnu disebut Pura Puseh. Konsep tiga pura ini dikenal dengan nama konsep Kahyangan Tiga yang diperkenalkan oleh seorang pendeta besar Hindu bernama Mpu Kuturan.<br /><br />Di seluruh desa yang ada di Bali selalu ada dua kategori desa, yaitu desa adat seperti yang saya sebutkan di atas dan desa administratif. Setiap desa ini dipimpin oleh seorang kepala desa yang disebut 'Klian'. Kepala desa adat disebut 'Klian adat' sedangkan kepala desa administratif disebut 'klian dinas'. Di desa-desa di Bali, biasanya 'Klian adat' lebih dihormati ketimbang 'klian dinas'. Para pendatang dan orang Bali yang tinggal di luar desa adatnya, akan masuk sebagi warga desa dinas. Semua orang Bali yang merupakan anggota atau rakyat dari sebuah Desa adat, berkewajiban memelihara dan membayar iuran untuk pura-pura itu. Tapi yang 'cuma' warga desa administratif, entah itu pendatang dari luar pulau atau orang Bali sendiri yang nenek moyangnya tidak berasal dari desa itu, tidak memiliki kewajiban seperti ini.<br /><br />Itulah sebabnya, meskipun pendatang di Bali secara administratif kenegaraan memiliki tanah di Bali, tapi menurut Budaya Bali, para pendatang itu hanya menumpang hidup di Bali, meskipun mereka telah hidup dari generasi ke generasi. Karena tidak memiliki kewajiban untuk memelihara Pura, mereka tetap bukan orang Bali. Seluruh pendatang yang datang ke Bali dan menetap di pulau ini harus memaklumi hal itu. <br /><br />Setiap Pura Kahyangan Tiga ini diupacarai setahun sekali, acara ini dinamakan 'Piodalan', atau orang Bali lebih sering secara singkat menyebutnya 'ODALAN'. Penanggalan yang digunakan untuk menghitung hari upacara untuk setiap Pura itu bukan penanggalan masehi atau penanggalan Hindu yang dihitung dengan tahun saka. Penanggalan yang dipakai adalah penanggalan Bali, yang setahunnya cuma berisi 210 hari. Ulang tahun dan juga semua hari raya di Bali dilangasungkan dengan berpatokan kepada penanggalan ini, kecuali nyepi yang dihitung dengan Tahun Saka. Pemakaian penanggalan inilah yang menyebabkan jika kita menanyakan umur kepada orang-orang tua di Bali, tidak jarang mereka kadang menyebut umur mereka 120 tahun.<br /><br />Dalam perjalanan ini aku menyaksikan sebuah acara piodalan di sebuah desa. Acara ini wajib diikuti oleh seluruh warga desa, besar dan kecil. Beberapa warga desa yang bekerja di Kuta atau Denpasar juga harus kembali ke desa adatnya untuk melakukan upacara ini. Kewajiban seperti inilah yang membuat tidak banyak orang Bali yang merantau ke luar daerah, itu karena orang Bali begitu terikat dengan tanahnya. Di Bali, saat seorang bayi lahir, ari-arinya akan ditanam di depan rumah. Orang Bali percaya kekuatan gaib (di Bali disebut Niskala) dari ari-ari ini akan melindungi si bayi dari kekuatan jahat.<br /><br />Selain untuk piodalan ini, orang Bali juga harus kembali ke Desa adatnya, kalau salah seorang warga desa ini melakukan upacara ngaben, upacara terakhir untuk manusia sebelum jiwanya menjadi murni dan bersatu dengan para Dewa. Tapi upacara Ngaben ini adalah upacara yang sangat mahal, karena itu tidak banyak orang Bali yang langsung diaben saat meninggal. Orang yang langsung diaben saat meninggal biasanya adalah orang-orang berkasta tinggi. Sementara itu orang Bali berkasta Sudra yang jumlahnya sekitar 95% orang bali, biasanya terlebih dahulu menguburkan jasad keluarganya yang meninggal di perkuburan di dekat Pura Dalem. Nanti jasad di dalam kubur itu akan digali kembali untuk di'aben' bersama-sama dengan jasad-jasad lain dalam sebuah acara 'ngaben massal'. 'Ngaben' seperti ini lebih murah karena biaya ngaben ditanggung bersama diantara semua keluarga yang salah seorang anggotanya diaben. Kalau untuk mengikuti 'Ngaben' massal ini pun masih terlalu berat untuk keluarga tersebut, mereka biasanya menumpang mengaben pada acara ngaben sebuah keluarga Brahmana, jika salah seorang anggota keluarga Brahmana tersebut meninggal. Mahalnya biaya upacara ini bukanlah dari biaya pembakaran jasad orang yang meninggal tersebut, tapi biaya yang dibutuhkan untuk membeli Banten serta makanan dan minuman yang harus disediakan untuk warga sekampung yang mengikuti seluruh prosesi kegiatan itu selama berhari-hari sampai abu pembakaran di buang ke laut dan perairan air tawar. <br /><br />Ngaben adalah ritual terakhir sekaligus paling penting bagi orang Bali. Orang Bali percaya bahwa hanya dengan mengaben lah tubuh fisik dan tubuh spiritual benar-benar bisa dipisahkan dengan sempurna. Setelah di'aben', tubuh fisik manusia yang berasal dari alam dikembalikan ke alam, sedangkan tubuh spiritual yang suci kembali bersatu bersama para dewa di puncak Gunung Agung dan sesekali mengunjungi keluarga yang ditinggalkan melalui 'Sanggah Kemulan' atau Pura Keluarga.<br /><br />Karena alasaan itulah, semua orang Bali melakukan prosesi 'ngaben' yang sangat mahal ini terhadap anggota keluarganya yang meninggal, kecuali penduduk desa Trunyan, sebuah desa suku Bali Aga (suku Bali yang sudah menghuni pulau ini sebelum gelombang kedatangan rakyat Majapahit dari Jawa). Di sana jasad orang yang telah meninggal diletakkan di bawah sebatang pohon.<br /><br />Ngaben ini tidak boleh dilakukan sendiri, tapi harus sekampung beramai-ramai. Pentingnya prosesi ngaben ini jugalah yang menyebabkan orang Bali merasa bencana terbesar dalam hidup adalah diusir dari kampungnya. Karena kalau ini terjadi, artinya tidak akan ada orang yang akan mengabeninya saat dia meninggal nanti.<br /><br />Kembali ke Piodalan. Acara Piodalan sendiri juga tidak murah, untuk piodalan setiap warga desa adat harus menyumbangkan sesuatu untuk perayaan itu. Yang kaya menymbangkan uang, beras atau babi, sementara yang kurang mampu menyumbangkan tenaganya. Selain untuk Pura, dalam acara piodalan, tiap keluarga juga harus membuat 'banten' yaitu sesajen yang berisi buah dan kue-kue dan juga di tiap rumah dipasangi 'Penjor', yaitu sebatang bambu yang dihias dengan daun kelapa dan bulir-bulir padi. Setiap orang Bali mengikuti dengan setiap upacara mahal ini dengan penuh kesadaran. Tidak jarang penghasilan mereka selama sebulan habis untuk membiayai upacara semacam ini.<br /><br />Tidak ada satu tempat pun di Indonesia ini yang lebih banyak dikunjungi orang asing ketimbang Bali, tapi anehnya tidak ada satu tempat pun di Indonesia ini di mana warganya berpegang begitu erat pada identitas dan kebiasaan lokalnya dibandingkan orang Bali.<br /><br />Begitulah kisah perjalananku kemarin, dari Beraban sampai ke Bajera. <br /><br />Dalam perjalanan singkat yang suma sekitar 2 jam itu aku bisa dengan jelas menyaksikan kehidupan dan cara hidup orang Bali di abad modern ini. Tanpa perlu sebuah Qanun yang disahkan oleh DPRD, mereka tetap bisa hidup dengan berpegang kuat pada'syari'at' agama dan kepercayaan mereka. Tanpa perlu bersikap munafik dan bermuka dua, tanpa perlu mengejar-ngejar kaum perempuan, identitas HINDU tetap melekat erat pada identitas mereka sebagai Orang BALI. <br /><br />Kemudian dalam bagian akhir tulsan ini saya ingin memberikan sedikit pendapat pribadi saya mengenai orang Bali.<br /><br />Berdasarkan pengalaman saya bergaul dengan orang Bali. Saya melihat perbedaan mendasar antar kita dengan orang Bali adalah; Kita gampang sekali memandang rendah dan memandang tinggi orang dan cara hidup yang berbeda dengan kita, yang kita nilai menurut standar kita. Sementara orang Bali yang saya kenal sangat berbeda, kalau tidak diganggu, mereka jarang sekali mau usil dengan nilai menilai cara hidup orang lain.<br /><br />Mereka yang saya kenal tidak begitu terbiasa menganggap budaya orang lain lebih rendah atau lebih tinggi dari budaya atau cara hidup mereka. Kalau ada yang berbeda dari mereka, ya mereka menganggap itu BEDA, itu saja, tidak lebih hebat atau kurang hebat dibanding mereka.<br /><br />Dan dengan ini pun saya akhiri keempat seri tulisan ini.<br /><br />Lalu, sekali lagi, bagi pembaca tulisan ini yang berasal dari Bali, saya mohon maaf sebesar-besarnya jika berkaitan dengan penjelasan tentang adat, budaya dan aturan agama Hindu Bali terdapat beberapa informasi yang tidak akurat atau salah dalam keempat seri tulisan ini.<br /><br /><br />Wassalam<br /><br />Win Wan Nur<br />Orang Aceh yang pernah tinggal di Bali<br /><br />www.winwannur.blog.com<br />www.winwannur.blogspot.com<br /><br />Notes : Foto-foto yang berkaitan dengan tulisan ini dapat dilihat di http://www.facebook.com/album.php?page=1&aid=2046218&id=1524941840 danAsal Linge Awal Serulehttp://www.blogger.com/profile/11909340515190603839noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-958911628693452465.post-66594551207444362502010-01-24T09:49:00.000-08:002010-01-24T10:08:26.351-08:00Beraban-Bajera, Pelajaran Hidup 'Bersyari'at' Dari Orang Bali Bag 3Tulisan ini adalah bagian ketiga dari 4 tulisan. Tulisan sebelumnya dapat dibaca di http://winwannur.blogspot.com/2010/01/beraban-bajera-pelajaran-hidup.html dan http://winwannur.blogspot.com/2010/01/beraban-bajera-pelajaran-hidup_22.html<br /><br />Keluar dari area persawahan, aku melintasi banyak desa-desa kecil khas Bali. Orang Bali selalu tinggal berkumpul di satu lokasi yang disebut desa ini, sementara lahan sisanya adalah persawahan dan kebun. Pemandangan di perkampungan di Bali juga benar-benar khas, tidak bisa kita temui di daerah manapun di Indonesia. <br /><br />Rumah di desa-desa di Bali disebut 'Kuren'. Setiap 'kuren' di Bali dipagar tembok setinggi leher dengan meninggalkan satu pintu sempit untuk masuk. Ini untuk menghindari masuknya roh jahat dan kekuatan negatif yang disebut Buta Kala. <br /><br />Supaya Buta Kala tidak masuk melalui gerbang tersebut. Di depan setiap pintu gerbang itu selalu kita temui sesajen kecil yang dibuat dari daun pisang atau daun kelapa berisi bunga, daun pandan yang dirajang dan makanan, bisa berupa ketan, nasi atau biskuit. Kadang ada juga berisi uang logam atau uang kertas seribuan. Ini dimaksudkan supaya Buta Kala merasa senang memakan sesajen itu dan kemudian pergi, tidak masuk ke rumah tersebut. Kadang, di belakang gerbang itu juga dibuat sebuah tembok penghalang yang didepannya ditempatkan sebuah patung dewa berkepala gajah bernama Ganesha, yang merupakan putra dari Syiwa dari Istrinya yang bernama Parwati. Ganesha ditempatkan di sana karena orang bali percaya Buta Kala yang berniat masuk ke rumah akan gentar melihat keberadaan Ganesha yang sakti. Tidak jarang pula di bagian atas gerbang itu dihiasi dengan lambang swatika, yang merupakan lambang dari 'dewata nawa sanga' yaitu sembilan dewa yang menjaga sembilan penjuru. Lambang yang pernah digunakan Hitler untuk lambang Nazi, partai fasis yang didirikannya, sehingga sampai sekarang tidak sedikit orang eropa yang berkunjung ke Bali yang merasa gentar melihat lambang tersebut yang ada di mana-mana.<br /><br />Di kedua sisi pintu gerbang yang tertutup di bagian atasnya itu terdapat dua buah tempat sesajen yang disebut 'apit lawang', yang ditempatkan di sana sebagai tempat sesajen untuk para Dewa yang melindungi rumah ini.<br /><br />Bagian dalam pagar setinggi leher itu disebut 'pekarangan'. Dalam 'pekarangan' ini terdapat bangunan-bangunan rumah Bali yang sangat berbeda dengan rumah-rumah yang ada di desa-desa di Indonesia pada umumnya. Jika rumah-rumah di Indonesia, seluruh aktifitas keluarga berlangsung di dalam satu bangunan tidak demikian halnya di Bali. Dalam 'pekarangan' rumah Bali terdapat beberapa bangunan yang memiliki masing-masing fungsi. Di sana ada 'Sanggah Kemulan' yang merupakan Pura keluarga sekaligus juga bangunan paling suci dalam pekarangan. Di dalam 'sanggah kemulan' ini terdapat beberapa 'sanggah' atau bangunan kecil tempat sesajen. sanggah utama adalah sanggah yang dibangun untuk tempat bersemayamnya roh nenek moyang dan anggota keluarga yang telah meninggal, sanggah ini berpintu tiga. Kemudian ada sanggah kecil berpintu dua yang dibuat untuk menghormati dua gunung suci yaitu gunung Agung dan pasangannya gunung Batur. Kemudian dalam 'sanggah kemulan' juga terdapat dua sanggah lain yang dinamakan 'Taksu' dan 'Ngrurah' yang merupakan sekretaris dan penerjemah para dewa.<br /><br />Di sebelah kiri 'Sanggah Kemulan' terdapat bangunan yang disebut 'Meten', 'Meten' ini adalah bangunan tempat tidur kepala keluarga yang tinggal dalam pekarangan ini. Kemudian di sana terdapat bangunan lain berupa 'Bale', yaitu bangunan berisi ranjang tapi tidak berdinding, ini adalah tempat untuk anak-anak keluarga Bali tidur dan juga para tetamu yang berkunjung. Pada umumnya dalam rumah Bali ada tiga buah 'Bale', yaitu 'Bale Tiang Sanga', 'Bale Sakepat' dan 'Bale Sakenam'. Pada keluarga Bali dari kasta yang lebih tinggi, terdapat sebuah 'Bale Gede'.<br /><br />Ditempat terpisah, terdapat bangunan 'Paon' (dapur), Lumbung, tempat menumbuk padi, tempat sampah dan kandang Babi.<br /><br />Semua bangunan itu tidak ditempatkan dan dibuat dengan ukuran sembarangan, semua bangunan dalam pekarangan rumah Bali ditempatkan sesuai tingkat kesuciannya, sesuai dengan TRI HITA KARANA, tiga prinsip yang dianut oleh orang Bali, yaitu 'Parahiyangan', menghormati para Dewa, 'Pewawongan', menghormati Manusia dan 'pelemahan', menghormati alam.<br /><br />Di desa-desa atau tepian sawah di Bali seringkali kita menemui pohon yang dilingkari dengan kain berwarna hitam putih seperti petak catur. Oleh orang Bali, pohon-pohon seperti itu dipercaya memiliki roh penghuni, sehingga tidak jarang di bawah pohon itu dibuat sebuah Pura kecil untuk menaruh sesajen. Apa yang mereka lakukan pada pohon-pohon itu adalah salah satu manifestasi dari 'pelemahan' yaitu sikap orang Bali yang menghormati alam.<br /><br />Setiap arah di Bali memiliki kadar kesucian yang berbeda-beda, sebagaimana saya sebut dalam bagian kedua tulisan ini, kadar kesucian di Bali merujuk pada tinggi dan rendah, kesucian suatu arah juga demikian. Arah yang paling suci bagi orang Bali adalah arah yang merujuk kepada tempat yang tinggi, yaitu gunung. Arah ini disebut 'KAJA', sebaliknya arah yang paling tidak suci adalah arah yang menunjuk ke tempat yang rendah yaitu laut, arah ini disebut 'KELOD'. <br /><br />'KAJA' dan 'KELOD' tidak sama bagi orang yang tinggal di Bali Selatan dan Bali Utara, bagi orang yang tinggal di Bali Selatan (mayoritas orang Bali tinggal di sini) 'KAJA' ada di utara, sedangkan bagi orang Bali Utara, 'KAJA' ada di Selatan. Sebagai pembagi Utara dan Selatan pulau adalah puncak gunung Agung.<br /><br />Kemudian arah yang lain, Kangin adalah arah tempat terbitnya matahari, arah ini lebih suci ketimbang arah tenggelamnya matahari.<br /><br />Arah inilah yang menjadi acuan dalam menempatkan bangunan dalam pekarangan rumah Bali. 'Sanggah Kemulan' yang merupakan bangunan paling suci selalu terletak di bagian yang paling suci, yaitu KAJA KANGIN, yaitu arah gunung dan terbitnya matahari, sebaliknya tempat sampah dan kandang Babi selalu diletakkan di arah yang paling tidak suci yaitu KELOD KAUH, yaitu arah laut dan tenggelamnya matahari.<br /><br />Jadi kalau suatu saat anda berkunjung ke Bali dan saat mengemudi tiba-tiba kehilangan arah dan orientasi jalan, lihat saja letak 'Sanggah Kemulan'(Pura Keluarga) yang ada di setiap rumah Bali. Kalau anda berada di bagian selatan pulau, bangunan itu selalu terletak di utara. Tapi ini tidak berlaku jika anda bicara di wilayah kabupaten Tabanan, karena khusus untuk wilayah ini warga selalu menempatkan Sanggah Kemulan di bagian rumah yang menghadap jalan.<br /><br />Dalam sebuah pekarangan rumah Bali tidak selalu hanya diisi oleh satu keluarga, kadang dalam satu pekarangan itu tinggal beberapa keluarga yang tiap kepala keuarganya adalah beberapa anak laki-laki yang sudah menikah yang terlahir dari orang tua yang sama.<br /><br />Karena bagi orang Bali, rumah sebagaimana halnya semua objek di alam memiliki jiwa, maka mereka meyakini agar rumah ini nyaman ditempati,jiwa yang dimiliki oleh rumah yang akan ditempati harus dibuat harmonis dengan jiwa orang yang akan menempati. Agar jiwa rumah yang ditempati bisa harmonis dengan jiwa orang yang akan menempatinya, maka setiap ukuran dalam rumah di Bali dibuat sesuai dengan ukuran tubuh kepala keluarga yang akan menempati rumah itu. Itulah sebabnya setiap ukuran dalam rumah Bali tidak pernah sama, ini karena setiap ukuran dalam rumah Bali tidak diukur dengan satuan Centimeter atau Meter sebagaimana kita kenal. Setiap ukuran panjang,lebar dan tinggi dalam rumah Bali diukur dengan satuan 'Tampel' dan 'Tampak', yang merupakan ukuran panjang dan lebar, telapak kaki si kepala keluarga. <br /><br />Yang menentukan semua itu dan yang menentukan di mana setiap bangunan diletakkan adalah seorang arsitek tradisional yang disebut UNDAGI, yang mendapatkan keahlian arsitekturnya secara turun-temurun.<br /><br />Di rumah Bali tidak ada ruang makan, karena itulah dalam keluarga Bali tidak ada acara makan bersama sekeluarga di satu meja atau di tikar. Di Bali siapapun anggota keluarga yang merasa lapar dia langsung ke dapur untuk mengambil makanan lalu mencari tempat duduk di salah satu bangunan di Pekarangan, entah itu di lumbung atau di 'Bale'.<br /><br />Secara umum bisa dikatakan bahwa rumah Bali juga tidak memiliki perabotan. <br /><br />Di samping tidak adanya ruang makan, di rumah Bali juga tidak ada kamar mandi. Kegiatan mandi, mencuci dan mengambil air semua dilakukan di sungai.<br /><br />Di sungai kita sering melihat orang Bali, laki perempuan, tua muda mandi di sungai yang sama. Kadang perempuan Bali yang mandi di sungai itu (terutama yang masih gadis) menutupi bagian atas tubuhnya dengan kain atau BH, tapi tidak sedikit pula yang membiarkan tubuh bagian atasnya terbuka. Dalam perjalanan ini aku sering menemui laki-laki dan perempuan Bali yang sedang mencuci atau mandi di sungai yang ada di tepi jalan.<br /><br />Kemudian ketika kita melintasi jalanan yang membelah desa-desa Bali, kita pasti sering melihat kurungan ayam berjejer di pinggir jalan, di depan pekarangan rumah-rumah Bali itu. Ayam-ayam dalam kurungan ini bukan untuk dijual, ayam-ayam tesebut adalah ayam-ayam jantan pilihan yang dipelihara dari sejak menetas sampai ayam itu mencapai umur kurang lebih satu tahun. Ayam-ayam ini dipelihara dengan sangat telaten dan dirawat dengan penuh ketelitian, setiap hari ayam ini dimandikan, dipijat dan diberi jamu agar otot-ototnya kuat sampai nanti sang ayam dianggap siap untuk diadu sampai mati dalam prosesi yang disebut 'Tajen'. Prosesi Tajen ini sendiri, mulai dari ayam dilepas sampai salah satunya terkapar atau mati, maksimal cuma memakan waktu 5 menit saja.<br /><br />Prosesi ini dinamakan Tajen karena di kaki ayam-ayam yang diadu itu dipasangi taji, berupa pisau tajam kecil selebar jari kelingking. Pisau inilah yang membunuh ayam yang diadu tersebut dengan cepat. Jika dalam waktu 3 menit belum ada ayam yang mati, atau terkapar tak berdaya. Kedua ayam itu akan ditangkap dan dimasukkan ke dalam kurungan dan kembali bertarung di sana, biasanya setelah diadu di dalam kurungan ini. Maksimal 2 menit salah satu dari kedua ayam itu akan mati. Daging ayam yang kalah ini biasanya sudah ditunggu para tukang Bakso yang dengan sabar menanti di pinggir jalan. Oleh tukang bakso, daging dari ayam yang dirawat dengan telaten mulai dari menetas hingga kurang lebih satu tahun ini akan menjadikannya sebagai bahan pelezat kuah bakso dagangan mereka esok hari.<br /><br />Pada prinsipnya 'Tajen' yang menumpahkan darah ini adalah sebuah persembahan untuk Dewa, agar desa terhindar dari mara bahaya. Karena itulah biasanya najen dilakukan di Pura. Tapi belakangan, 'Tajen' ini disalahgunakan menjadi kegiatan berjudi yang berkembang menjadi kegemaran setiap laki-laki Bali. Tapi, sejak Made Mangku Pastika (sekarang Gubernur Bali) menjabat sebagai Kapolda, kegiatan 'Tajen' untuk berjudi ini secara resmi dilarang. Hanya karena ini sudah menjadi bagian dari keseharian orang Bali, sampai hari ini tetap saja kita dapat menemukan kegiatan 'Tajen'untuk kegiatan berjudi yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi.<br /><br />Bersambung...<br /><br />Foto-foto yang berkaitan dengan tulisan ini dapat dilihat di http://www.facebook.com/album.php?page=1&aid=2046218&id=1524941840<br /><br />www.winwannur.blog.com<br />www.winwannur.blogspot.com<br /><br />Notes : Bagi pembaca tulisan ini yang berasal dari Bali, saya mohon maaf sebesar-besarnya jika dalam tulisan ini, berkaitan dengan penjelasan tentang adat, budaya dan aturan agama Hindu Bali terdapat beberapa informasi yang tidak akurat atau salah.Asal Linge Awal Serulehttp://www.blogger.com/profile/11909340515190603839noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-958911628693452465.post-8135943192954730502010-01-22T07:56:00.000-08:002010-01-22T08:04:41.762-08:00Beraban-Bajera, Pelajaran Hidup 'Bersyari'at' Dari Orang Bali Bag 2Tulisan ini adalah bagian kedua dari empat Tulisan dan merupakan sambungan dari http://winwannur.blogspot.com/2010/01/beraban-bajera-pelajaran-hidup.html<br /><br />Kalau kita berbicara tentang kesucian. Dalam kultur Bali, semakin tinggi suatu tempat, semakin suci tempat itu. Bukan hanya tempat, tubuh Manusia pun bagi orang Bali terbagi dari bagian yang suci dan kurang suci. Kepala yang merupakan bagian tubuh paling tinggi adalah bagian tubuh yang paling suci, orang Bali, bahkan anak kecil sekalipuan akan sangat marah jika ada orang yang berani menyentuh bagian paling suci dari tubuh mereka ini. Sebaliknya, bagian yang dianggap paling tidak suci adalah telapak kaki, sehingga penghinaan paling besar bagi orang Bali adalah menginjak kepala. Alasan ini pula yang membuat rumah-rumah tradisional di Bali yang bisa kita temui di semua desa yang ada di Bali tidak ada yang bertingkat. Itu karena orang Bali tidak suka, ada kaki yang berada di atas kepala mereka.<br /><br />Aurat bagi orang Bali adalah pinggang ke bawah, karena itulah saat memasuki pura dan bangunan suci. Siapapun itu baik beragama Hindu atau bukan harus melilitkan sehelai selendang di pinggang. Selendang ini fungsinya untuk memisahkan bagian suci dan bagian tidak suci dari tubuh manusia.<br /><br />Dalam perjalanan ini tidak jarang aku menyaksikan perempuan-perempuan tua yang hanya mengenakan kain panjang dari pinggang ke bawah dan membiarkan tubuh bagian atasnya terbuka, lalu dengan santai berjalan-jalan di jalanan desa tanpa rasa risih sama sekali. <br /><br />Saat ini memang hanya perempuan berusia lanjut yang tidak risih berjalan di tengah keramaian dengan pakaian seperti itu, tapi orang yang berkunjung ke Bali sebelum tahun 60-an pasti terbiasa dengan pemandangan seperti ini. Saat itu masih banyak perempuan, tua dan muda yang berpakaian seperti itu. Membiarkan tubuh bagian atasnya terbuka tanpa ditutupi apapun. Bahkan pada masa penjajahan Belanda semua perempuan Bali, di desa, di pasar dan dijalan-jalan berpakaian seperti itu. Ini misalnya bisa kita lihat dalam foto-foto di bagian belakang buku Island of Bali, karangan Miguel Covarrubias. Foto-foto tersebut adalah hasil jepretan kamera Rose Covarrubias yang tidak lain istri Miguel sendiri. Foto-foto diambil sekitar tahun 1933.<br /><br />Perempuan Bali mulai dibiasakan menutupi bagaian atas tubuhnya dengan pakaian oleh guru-guru sekolah Belanda yang mengajar di sekolah-sekolah yang ada di Bali, mereka mengajarkan kepada para gadis Bali bahwa adalah aib memamerkan tubuh bagian atas. Akibat dari pengajaran semacam ini, pada masa itu tidak sedikit gadis Bali yang melakukan bunuh diri karena orang tuanya tidak bersedia membelikan baju.<br /><br />Kemudian soal tinggi dan rendah ini, titik-titik yang ada di pulau Bali sendiri juga demikian. Orang Bali percaya bahwa titik yang paling suci di pulau ini adalah Puncak gunung Agung yang merupakan gunung tertinggi di pulau Bali. Orang Bali percaya di puncak Gunung Agung bersemayam para dewa dan roh-roh suci para nenek moyang yang telah meninggal. Para Dewa dan roh nenek moyang itu dipercaya akan turun, ikut serta dalam upacara yang diselenggarakan di Pura-pura oleh keturunan mereka. Pura Besakih, Pura paling suci, yang dipercaya sebagai IBU dari seluruh Pura yang ada di Bali juga terletak di kaki Gunung Agung.<br /><br />Sebaliknya, bagi Orang Bali, Laut yang terletak di tempat yang rendah adalah tempat bersemayamnya banyak kekuatan negatif. Laut adalah rumah bagi Ratu Gede Mecaling, yang dipercaya merupakan kekuatan negatif yang suka mengganggu. Itulah sebabnya orang Bali tidak begitu menyukai laut, sehingga hampir tidak ada orang Bali yang berprofesi sebagai nelayan. Para nelayan yang ada di Jimbaran umumnya adalah suku Jawa dan suku Madura, yang menangkap ikan di jalur selat Bali, mulai dari Muncar di Banyuwangi sampai ke Jimbaran di Bali. Sedangkan nelayan yang ada di bagian Timur Bali di daerah Klungkung dan Karangasem umumnya berasal dari Lombok.<br /><br />Ini pula sebabnya, meskipun pulau Bali dikelilingi laut dengan hasil ikan yang melimpah, dalam menu masakan Bali jarang sekali kita bisa menemui menu berbahan ikan. Menu masakan Bali rata-rata adalah masakan daging Babi, ayam dan bebek. Di mana-mana di Bali kita dengan mudah menemukan restoran di pinggir jalan yang menyajikan BABI GULING. Di restoran-restoran ini babi yang diguling tersebut diletakkan dalam lemari kaca agar para pelanggan yang ingin membeli bisa langsung melihat dan menilai kualitasnya. Di kota lain yang juga terdapat beberapa restoran yang menyediakan masakan daging Babi seperti di kota Medan misalnya yang tidak berani menyebut daging Babi secara terang-terangan, di Medan reestoran semacam itu biasanya memberi kode B2 untuk menyebut Babi. sementara di Bali tidak demikian, Babi disebut dengan terang-terangan. Restoran yang menjual Babi guling ya menulis SEDIA BABI GULING, untuk mempromosikan dagangan mereka.<br /><br />Para penjual Bakso asal Bali yang dikenal dengan Bakso Krama Bali pun, dengan terang-terangan menulis kalau mereka menjual BAKSO BABI.<br /><br />Orang Bali pergi ke tepi pantai biasanya hanya untuk melakukan upacara, salah satu upacara yang dilakukan di tepi alut ini adalah upacara di Melasti, yaitu upacara yang dilakukan untuk membersihkan desa dari kekuatan-kekuatan negatif yang mengganggu, atau upacara yang merupakan akhir dari prosesi ngaben atau pembakaran mayat, laut di sini dipakai sebagai tempat pembuangan abu jenazah yang selesai dibakar.<br /><br />Melintasi persawahan di Bali ini benar-benar pengalaman yang menakjubkan, menyatunya kehidupan orang Bali dengan tanah yang dipijaknya demikian terasa. Di sepanjang jalan yang kulewati, aku sering berpapasan dengan perempuan Bali yang menjunjung keranjang atau ember di atas kepalanya, entah itu berisi air, cucian, barang dagangan atau banten (sesajen untuk upacara). <br /><br />Pemandangan di sawah-sawah di Bali juga menunjukkan dengan jelas kepada kita, betapa di Bali, kehidupan spiritual dan kehidupan material adalah satu hal yang tidak terpisahkan. Di tengah sawah-sawah itu, selalu ada sebuah pura kecil yang dibangun untuk menghormati Dewi Sri, sang Dewi Padi yang merupakan 'sakti' atau sering juga disebut istri dari Dewa Wisnu sang Dewa pemelihara. Dalam kepercayaan Hindu India, Dewi Sri juga dipanggil dengan nama Dewi Laksmi. Tiap bagian sawah yang dimiliki oleh satu orang, memiliki satu pura kecil dari bahan beton yang khusus didirikan untuk mengormati Dewi Sri ini. Setiap pemilik sawah, dengan penuh kesadaran meletakkan sesajen di Pura-pura itu. Semua pura untuk Dewi Sri ini mengarah ke puncak Gunung Agung.<br /><br />Di bebera tempat kita menemui Pura Bedugul, yang merupakan Pura untuk lahan pertanian. Dalam perjalanan ini aku menemui sebuah upacara yang dilakukan di sebuah Pura itu. Upacara di Pura Bedugul ini dipimpin oleh seorang Pemangku berbaju putih, Pemangku ini adalah sebutan untuk seorang 'pendeta' atau 'ulama' desa yang dipilih dari seorang warga desa itu dari kasta yang juga biasanya sama dengan kasta warga desa itu untuk memimpin upacara-upacara seperti ini. Pemangku ini berbeda dengan 'Pedanda' yang juga biasa disebut 'Sulinggih', seorang 'pendeta' atau 'ulama' besar yang biasanya berasal dari kasta Brahmana, yang merupakan kasta tertinggi. Sulinggih ini biasanya memimpin upacara perkawinan, kelahiran dan ngaben (upacara pembakaran mayat). Pemangku bukanlah sebuah profesi, Pemangku hanyalah pekerjaan sosial, untuk menghidupi diri sendiri, seorang pemangku harus bekerja sebagaimana halnya orang biasa. Tapi sebaliknya, Sulinggih adalah status yang mengikat. Sulinggih artinya orang yang hidup melinggih, alias tinggal menetap di rumah. Seorang Sulinggih memiliki rakyat yang membutuhkan jasanya untuk memimpin upacara-upacara seperti yang saya sebutkan di atas. Pekerjaan seorang Sulinggih adalah tinggal di rumah menunggu rakyatnya memnaggilnya atau mendatanginya untuk meminta nasehat. <br /><br />Seseorang yang menjadi Sulinggih dianggap telah mati dari kehidupan sebelumnya dan terlahir kembali menjadi Sulinggih, nama yang disandang sebelumnya juga dibuang dan diganti dengan nama baru. Upacara pengangkatan seorang Sulinggih, sama dengan upacara kematian. Setelah 'diwisuda' sebagai Sulinggih, seorang sulinggih dan juga pasangannya tidak diperkenankan lagi keluar dari rumah tanpa ditemani oleh seorang rakyatnya, seorang Sulinggih tidak diperkenankan bekerja atau memiliki bisnis alias usaha. Bahkan jika sebelum menjadi Sulinggih, mereka memiliki masalah Hukum di masa lalu, setelah menjadi Sulinggih semuanya menjaddi otomatis HILANG. Bahkan polisi pun tidak lagi berhak menahan atau memintanya menjadi saksi di pengadilan atas segala hal yang berkaitan dengan kehidupan sorang Sulinggih di masa lalu.<br /><br />Semua fakta di atas yang sampai hari ini masih hidup dan akan tetap terus hidup di Bali sering membuat orang luar geleng-geleng kepala. Karena orang Bali berpegang sedemikian kuat pada akarnya. Derasnya informasi dari luar, kemajuan teknologi di zaman handphone dan facebook seperti sekarang ini. Kultur seperti yang saya ceritakan di atas masih melekat kuat dalam diri setiap orang Bali.<br /><br />Bersambung....<br /><br /><br />Foto-foto yang berkaitan dengan tulisan ini dapat dilihat di http://www.facebook.com/album.php?aid=2046218&id=1524941840<br /><br />www.winwannur.blog.com<br />www.winwannur.blogspot.com<br /><br />Notes : Bagi pembaca tulisan ini yang berasal dari Bali, saya mohon maaf sebesar-besarnya jika dalam tulisan ini, berkaitan dengan penjelasan tentang adat, budaya dan aturan agama Hindu Bali terdapat beberapa informasi yang tidak akurat atau salah.Asal Linge Awal Serulehttp://www.blogger.com/profile/11909340515190603839noreply@blogger.com0