Selasa, 26 Mei 2009

Kaukus Tengah Tenggara dan Kemenangan PA

Saat saya mendukung ide pembentukan Kaukus Tengah Tenggara, dukungan saya tersebut langsung mengundang Pro dan Kontra. Saya sendiri tentu punya alasan sendiri kenapa saya mendukung ide itu. Salah satunya adalah karena saya melihat ide seperti itu bisa menutupi kelemahan pemerintah Aceh yang sekarang merupakan antitesis dari pemerintahan lama yang dulu banyak menimbulkan masalah di Aceh.

Satu kelemahan pemerintah Aceh saat ini yang saya perhatikan adalah ketidak mampuan mereka melihat dan membaca isu-isu yang berkembang dan kebutuhan di daerah-daerah yang penduduknya moayoritas bukan suku Aceh pesisir. Sejauh ini saya masih belum menganggap itu sebagai bentuk kesengajaan, tapi lebih kepada KETIDAK TAHUAN semata.

Seperti yang dikatakan saudara saya Badrul Irfan, "kenapa selama ini pembangunan jalan takengon bireun, medan - kuta cane, subussalam-Aceh selatan, gumpang tutut dll, diabaikan". Saya tambahkan lagi, juga Jalan Teritit- Pondok baru.

Pertanyaan Badrul Irfan ini adalah pertanyaan rakyat kebanyakan yang hidup di tempat-tempat yang disebutkan saudara saya Badrul Irfan, apalagi kemudian pertanyaan masyarakat itu semakin dipertajam oleh fakta yang dieksploitasi oleh aparat setempat dengan mencoloknya perbedaan kualitas antara jalan yang ada di bawah administrasi pemerintah kabupaten dan pemerintah provinsi (ini yang saya saksikan terjadi di daerah-daerah yang rakyatnya sangat kuat mendukung ide pemisahan provinsi, ide yang menurut saya tidak akan menyelesaikan masalah).

Kalau kondisi ini terus dibiarkan, jelas ini akan membuat sentimen kesukuan yang memang harus kita akui ada bersemayam di diri suku-suku minoritas di Aceh, karena selama ini merasa di nomor duakan akan semakin tumbuh subur dan gampang dieksploitasi oleh orang-orang yang tidak menginginkan Aceh damai atau orang-orang yang terjebak dalam kepentingan kolompok atau pribadi yang sifatnya sesaat.

Sejauh ini rakyat yang hidup di tempat-tempat yang disebutkan oleh Badrul Irfan sama sekali belum merasakan perbedaan ke arah postif antara kebijakan pemerintah Aceh yang lama dengan kebijakan pemerintah Aceh yang sekarang.

Berkaitan dengan Pemilu Legislatif beberapa waktu yang lalu. Kemenangan PA dalam pemilu kemarin adalah pertaruhan besar. PA menang di atas harapan besar rakyat Aceh atas perubahan yang lebih baik.

Harapan rakyat yang sangat besar seperti itu terkadang tidak realistis dan sangat berpotensi besar untuk tidak terwujud karena terkadang harapan itu tidak berdasarkan fakta logis yang ada di lapangan. Dalam banyak daerah yang mengalami situasi yang mirip seperti kita di Aceh, harapan yang terlalu besar itu sering berbalik menjadi kekecewaan. Rakyat tidak bisa tidak akan membandingkan situasi di saat kekuatan lama berkuasa dengan situasi saat kekuatan baru berkuasa.

Keadaan seperti ini sangat sering berakhir dengan fakta bahwa pihak yang diganduli harapan tinggi itu di akhir kekuasaannya justru berubah menjadi dimusuhi dan rakyat kembali beralih ke kekuatan lama yang dirasa lebih memberi ketentraman dan kesejahteraan.

Hal seperti ini tentunya sangat tidak kita inginkan terjadi di Bumi Aceh yang sama-sama kita cintai.

Sebelum Pemilu, Pemerintah Aceh boleh berkilah DPRA dikuasai orang-orang pro Jakarta, tapi dengan kemenangan Partai Aceh sekarang jelas alasan seperti itu menjadi barang usang. Isu ini akan semakin sensitif dan gampang dieksploitasi jika tidak ada perubahan kebijakan terhadap suku-suku minoritas oleh pemerintah Aceh di masa mendatang. Apalagi faktanya anggota legislatif yang sekarang sekarang duduk di DPRA didominasi oleh saudara-saudara kita yang berasal dari suku Aceh pesisir.

Berdasarkan fakta itu, saya pikir akan sulit sekali bagi mereka untuk memahami apa yang dirasakan oleh kami-kami orang Aceh yang bukan bersuku Aceh kalau kami tidak memberi informasi kepada mereka, apa yang kami butuhkan, apa yang kami rasakan.

Keberhasilan pemerintahan baru Aceh adalah keberhasilan kita bersama, kegagalan mereka adalah kegagalan kita juga karena kegagalan mereka akan berkemungkinan sangat besar akan membuat rakyat berpaling kembali ke kekuatan lama.

Karena itulah meskipun saya tidak menutup mata atas banyaknya kekecewaan teman-teman dari partai lokal lain yang tidak mendapatkan kursi di parlemen yang menurut mereka karena tekanan dari PA. Tapi menurut saya dalam situasi sekarang PA harus dibantu, kesampingkan dulu segala bentuk kekecewaan kita terhadap PA.

Mereka yang duduk di parlemen harus banyak kita dukung dan kita suplai dengan informasi-informasi akurat dan isu-isu faktual yang berkembang di lapangan. Jangan sampai kelemahan mereka kemudian dimanfaatkan oleh kekuatan lama lagi.

Salah satu bentuk dukungan itu adalah dengan membentuk Kaukus-kaukus semacam yang dilemparkan Harimau Leuser. Saya mendukung ide ini karena menurut pengamatan saya, Kaukus seperti itu bisa menampung suara-suara baik positif maupun negatif dari tengah dan tenggara, Kaukus seperti itu bisa menjadi jembatan untuk berkomunikasi antara Pemerintah Aceh dengan rakyat suku-suku minoritas yang tinggal di wilayah tengah dan tenggara Aceh.

Saya secara pribadi mungkin bisa memberi masukan, tapi kemudian orang tentu akan bertanya SIAPA Win Wan Nur?...kenapa suara Win Wan Nur harus didengarkan?...apa buktinya dan atas dasar apa suara Win Wan Nur bisa dianggap mewakili suara orang yang tinggal di wilayah Tengah dan Tenggara secara keseluruhan?.

Itulah alasan kenapa saya sangat mendukung ide dibentuknya Kaukus Tengah Tenggara.

Kalau kemudian setelahnya besok Lahir Lagi Ide Membuat "Kaukus Pantai Timur Utara" (Aceh Tamiang, Kota Langsa, Aceh Timur, Aceh Utara Dan Kota Lhoksmawe). Itu juga perlu kita dukung dengan sungguh-sungguh karena ide seperti itu memperkuat demokrasi di luar perlemen yang selama ini terbukti lebih mampu menyerap aspirasi murni yang berkembang di masyarakat dibandingkan dengan demokrasi struktural.

Kaukus-kaukus semacam itu bisa dijadikan alat penekan supaya para pelaku demokrasi struktural tidak berpaling dari kepentingan rakyat yang mereka wakili.

Wassalam

Win wan Nur

Tidak ada komentar: