Minggu, 03 Mei 2009

Ketika Anak Yatim Jadi Objek Kreatifitas Pejabat Dinas Sosial

Menurut informasi yang beredar luas di masyarakat, jumlah anak asuh yang tinggal di Panti Asuhan Budi Luhur adalah 120 orang.

Informasi sperti ini dapat kita temukan dalam siaran pers resmi PEMDA Aceh Tengah dan berita yang dirilis oleh harian Serambi Indonesia, surat kabar dengan oplag terbesar di Aceh.

Beberapa hari yang lalu saya merasa penasaran, sudah sejauh apa perkembangan kasus penjualan (Pengalihan jika dibaca secara EUFIMISME) lahan dan Mesjid Panti Asuhan Budi Luhur oleh PEMDA Aceh Tengah.

Untuk maksud itu saya mengetikkan kata 'Panti Budi Luhur' di google, lalu di layar komputer saya bermunculan berbagai URL yang berisi informasi tentang Panti Asuhan Budi Luhur. Beberapa di antara informasi tersebut adalah tulisan saya sendiri, baik yang ada di blog saya atau yang telah dicopy dan dimuat oleh orang lain di blog pribadi mereka.

Melalui pencarian tersebut saya menemukan sebuah informasi yang membuat darah saya mendidih dan naik ke kepala, informasi yang membuat emosi saya naik tinggi itu disampaikan oleh sebuah lembaga bernama Masyarakat Tranparansi Aceh yang disingkat MaTA, di http://www.mataaceh.org/?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=85 .

Dalam tulisan yang mereka muat dalam website mereka, MaTA memaparkan hasil investigasi mereka di Panti Asuhan Budi Luhur. Hasil investigasi mereka lakukan menunjukkan informasi yang berbeda dengan siaran Pers PEMDA Aceh Tengah dan juga informasi yang dimuat di harian Serambi Indonesia.

MaTA, tidak seperti Serambi Indonesia yang banyak mengandalkan pendapatannya dari iklan-iklan PEMDA sehingga isi berita dalam lembaran-lembaran koran ini seringkali membuat kita yang membacanya bernostalgia ke tahun 80-an. Membaca Koran ini seringkali membuat kita seolah sedang menyaksikan tayangan Berita Nusantara dan Berita Nasional di layar TVRI yang merupakan stasiun televisi satu-satunya saat itu. Baik Serambi Indonesia maupun dua program berita di TVRI tersebut, beritanya didominasi oleh informasi sepihak dari pemerintah yang ditelan bulat-bulat oleh wartawan peliputnya dan ditayangkan sama sekali tanpa mempedulikan mekanisme check and balance.

Sebaliknya MatA, lembaga yang sama sekali tidak pernah saya kenal dan saya ketahui keberadaannya ini sepertinya tidak memiliki hubungan 'simbiosis mutualisme' apapun dengan PEMDA Aceh Tengah sehingga mereka berani memaparkan informasi yang sebenarnya, apa adanya sesuai dengan apa yang mereka dapatkan di lapangan.

Melalui investigasi yang mereka lakukan, MaTA menemukan fakta bahwa ternyata jumlah anak yatim yang tinggal di Panti Asuhan Budi Luhur tidaklah sebanyak yang secara resmi diakui oleh PEMDA Aceh Tengah. Dari informasi yang mereka dapatkan dari penghuni Panti Asuhan tersebut, MaTA menemukan bahwa ternyata jumlah anak yatim yang menghuni Panti Asuhan Budi Luhur cuma 76 orang. Ada selisih 44 orang dibanding dengan jumlah yang dirilis PEMDA.

Melalui perbedaan mencolok atas jumlah resmi yang dirilis PEMDA dan jumlah faktual anak yatim penghuni Panti Asuhan Budi Luhur tersebut kita bisa melihat secara jelas bahwa ada HAK 44 orang anak yatim yang dirampas oleh pengelola Panti Asuhan Budi Luhur.

Kepada The Globe Journal, media yang sejak awal konsisten mengangkat kasus Budi Luhur ke permukaan, Hamdani seorang anak yaim yang pernah menghuni Panti Asuhan Budi Luhur mengatakan bahwa setiap orang anak di Panti Asuhan Budi Luhur diberi jatah biaya hidup Rp 12.500 per hari, artinya kalau ada 120 anak maka ada alokasi dana sebesar Rp. 1.500.000- setiap harinya untuk Panti Asuhan Budi Luhur.

Tapi karena di Budi Luhur hanya ada 76 orang anak, maka setiap harinya ada dana sebesar Rp.550.000- yang tidak sampai kepada yang berhak. Ada dana Rp.550.000- yang digelapkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang mengelola Panti Asuhan Tersebut. Dana yang mereka gelapkan tersebut adalah HAK 44 orang anak yatim yang menurut undang-undang dikatakan dipelihara oleh negara.

Bukan hanya merampas uang yang menjadi HAK 44 orang anak Yatim, terhadap 76 anak yatim yang menghuni Panti Asuhan tersebutpun pengelola Panti Asuhan ini tidak benar-benar memberikan hak mereka secara penuh. Menurut seorang anak Panti Asuhan yang diwawancarai oleh MaTA, pengurus Panti Asuhan ini juga sering menahan barang-barang kebutuhan sehari-hari seperti sabun mandi, odol, sabun cuci dan lain-lain yang menjadi HAK para penghuni Panti. Kepada 76 anak Yatim yang menghuni Panti Asuhan tersebut, barang-brang kebutuhan sehari-hari itu sangat jarang diberikan oleh pengurus Panti, kalaupun diberikan harus diminta dengan cara merayu.

Biaya sekolah juga demikian, uang untuk biaya sekolah anak-anak Panti Asuhan yang menjadi hak merekapun masih dikorupsi oleh pengurus Panti. Salah satu yang menjadi sasaran pengurus Panti adalah biaya LKS yang menjadi hak sekolah yang wajib dibayarkan oleh setiap anak Panti.

Menurut anak yang diwawancarai MaTA, dari seharusnya 11 LKS, dengan biaya per LKS nya 7.000 rupiah yang harus dia bayarkan ke sekolah, dari pengurus Panti dia hanya menerima uang untuk biaya 2 LKS. Sehingga untuk menutupi kekurangan biaya tersebut, supaya dia tetap bisa melanjutkan sekolahnya, anak Panti Asuhan Budi Luhur yang hidupnya SECARA RESMI ditanggung oleh negara ini terpaksa bekerja serabutan membersihkan kebun kopi milik orang lain atau bekerja sebagai KULI BANGUNAN.

Dari pengakuan anak asuh ini, selanjutnya kita bisa menyimpulkan kalalu pengelola Panti Asuhan ini adalah orang yang sangat cerdas yang memiliki Multiple Inteligent dan KREATIFITAS yang luar biasa tinggi. Dia begitu pintar menemukan celah untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Setelah mendapat penghasilan tambahan di luar gaji, selain menahan-nahan pemberian barang kebutiuhan sehari-hari dan biaya LKS untuk anak-anak Panti, pengurus Panti asuhan ini juga MENYUNAT dana alokasi untuk selimut, tilam dan pakaian sekolah yang menjadi hak para anak yatim itu.

Bahkan kita salah kalau menyangka kreatifitas pengelola Panti Asuhan ini berhenti sampai di sini. Setelah mendapatkan manfaat ekonomi yang cukup signifikan dari berbagai penyunatan dan penggelapan. Pengelola Panti Asuhan ini masih mendapatkan manfaat ekonomi tambahan dengan melakukan eksploitasi FISIK terhadap anak-anak penghuni Panti Asuhan Budi Luhur.

Seperti Belanda yang sering memerintahkan Kerja Rodi dan Jepang yang memerintahkan Romusha, menurut pengakuan anak yang diwawancari MaTA tersebut, pengurus Panti Asuhan inipun ternyata sering memerintahkan anak-anak Panti Asuhan Budi Luhur untuk bekerja memetik kopi, menyiangi rumput dan lain-lain di kebun milik pribadinya tanpa dibayar sama sekali. Karena anak-anak panti yang sudah agak besar enggan bekerja Rodi seperti itu, sekarang oleh pengurus Panti anak-anak Panti yang masih kecillah yang diperintahkan untuk melakukan pekerjaan seperti itu.

Bagi anak Panti yang berani menentang TITAH pengurus Panti, hukuman berat sudah menunggu. Si pengurus ini tidak segan-segan untuk mengeluarkan anak tersebut dari Panti.

Dalam masa 2 Tahun kekuasaannya di Panti Asuhan Budi Luhur, pengurus Panti Asuhan ini sukses mengeluarkan 15 orang anak yang berani menentang kekuasaannya. Salah satu anak yang dikeluarkan karena menentang kebijakan pengurus Panti tersebut bernama Suhardi yang kini bekerja disebuah pabrik batako di Kemili Kecamatan Bebesen dan tetap bersekolah di SMA 1001 Takengon.

Suhardi dikeluarkan dari panti karena berani menuliskan ketidakpuasannya terhadap kebijakan pengelola Panti di beberapa lembar kertas karton dan menempelnya didinding-dinding bangunan panti. Mengetahui hal itu, pengurus Panti marah besar dan kemudian menyuruh Suhardi mengangkut semua pakaiannya dan angkat kaki hari itu juga dari Panti Asuhan Budi Luhur.

Kasus-kasus yang terjadi di Panti Asuhan Budi Luhur ini seharusnya menjadi perhatian KOMNAS Anak melalui ketuanya Kak Seto, karena apa yang dilakukan oleh pengurus Panti Asuhan ini adalah sebuah bentuk eksploitasi terhadap anak-anak yang mengarah kepada perbudakan.

Ketika kita melihat pengurus Panti ini demikian berani memperlakukan anak yatim yang berada dibawah pengasuhannya dengan semena-mena, logika saya mengatakan sangatlah tidak mungkin kalau dia melakukan hal-hal tersebut sendirian.

Misalnya pengurangan jumlah anak yang tinggal di Panti secara signifikan, mustahil kalau ada yang mengatakan ini adalah kebijakan pengurus Panti Asuhan ini sendiri.

Panti Asuhan Budi Luhur adalah sebuah unit pelaksana teknis yang berada di bawah Dinas Sosial Kabupaten Aceh Tengah, jadi kebijakan menggelapkan jumlah anak asuh di Panti Asuhan Budi Luhur tentu kita pahami sebagai kebijakan dari Dinas Sosial Aceh Tengah, tempat Panti Asuhan ini bernaung.

Selisih dana yang operasional Panti yang tidak diberikan kepada 44 Orang anak Yatim yang nilai nominalnya berjumlah RP.550.000 perhari itu kecil sekali kemungkiannnya dinikmati oleh pengurus panti asuhan ini. Yang sangat mungkin menikmati uang hasil penggelapan atas HAK ANAK YATIM ini adalah Kepala Dinas Sosial Kabupaten Aceh Tengah bernama Albar atau yang sering ditulis secara lengkap dengan berbagai gelar tambahan baik akademis maupun agamis sebagai Drs.Tgk. H Albar.

Pengurus panti ini kemungkinan besar hanya mendapat manfaat ekonomi dari kreatifitasnya mengumpulkan 'uang receh' seperti penggelapan dana LKS, Selimut, pakaian sekolah dan biaya pengadaan kebutuhan sehari-hari anak-anak panti seperti odol dan sabun mandi.

Indikasi dari besarnya peran ALBAR atas carut marut yang terjadi Panti Asuhan Budi Luhur ini semakin jelas ketika kasus penjualan (Pengalihan jika dibaca secara EUFIMISME) lahan dan Mesjid Panti Asuhan Budi Luhur oleh PEMDA Aceh Tengah ini mencuat ke permukaan.

Sejak kasus ini mencuat, Dinas Sosial Aceh Tengah tampak seperti cacing kepanasan. Mungkin karena panik, takut borok yang mereka simpan terkuak, menurut pengakuan anak Panti Asuhan Budi Luhur, pada malam Jum’at 26 Maret 2009 Panti Asuhan Budi Luhur didatangi Pejabat Dinas Sosial Aceh Tengah yang tidak lain adalah Albar sendiri untuk diberi pengarahan supaya anak-anak Panti mengatakan yang baik-baik saja bila didatangi wartawan.

Apa yang dilakukan Albar ini sangat bisa saya maklumi, sebab kalau ingin jabatannya langgeng dan lestari, ALBAR tentu sangat berkepentingan untuk menutupi borok-borok yang telah dia buat di Panti Asuhan Budi Luhur. Borok-borok ini sangat penting untuk dia tutupi karena menurut berbagai sumber saya yang ada di kalangan PEMDA Aceh Tengah, selain Bupati Nasaruddin, menurut sumber ini, ternyata yang menjadi dalang dan aktor utama di balik kasus penjualan (Pengalihan jika dibaca secara EUFIMISME) lahan dan Mesjid Panti Asuhan Budi Luhur oleh PEMDA Aceh Tengah ini tidak lain adalah ALBAR, kepala Dinas Sosial Aceh Tengah yang juga mengaku anak yatim ini.

Jauhar wakil Bupati dan Ketua MPU Tgk. Ali Djadun yang beberapa hari yang lalu oleh PEMDA dijadikan 'umpan peluru' untuk membuat pernyataan tentang keabsahan penjualan lahan tersebut di Serambi Indonesia, ternyata adalah dua orang yang sangat menentang penjualan lahan tersebut, ketika penjulana lahan beserta Mesjid itu masih berupa wacana. Bahkan menurut sumber saya tersebut, dalam proses penggodokan ide penjualan lahan Panti Asuhan dan Mesjid ini, ketika Nasaruddin berkeras menjual lahan Panti Asuhan Budi Luhur beserta mesjid yang ada di dalamnya kepada BPD Aceh, Tgk. Ali Djadun dalam kapasitasnya sebagai Ketua MPU sampai melakukan walk out segala.

Tapi, ketika sekarang kasus ini mencuat ke permukaan, anak beranak, Jauhar yang wakil Bupati dan Tgk. Ali Djadun yang ketua MPU inilah yang dikorbankan oleh Nasaruddin untuk menjadi sasaran tembak. Sementara ALBAR si aktor utama yang merupakan salah satu anggota Team Sukses Nasaruddin saat pemilihan Bupati dulu, seperti HARMOKO di zaman reformasi, sejauh ini masih bisa duduk tenang menikmati hasil KREATIFITASNYA.

Saat mahasiswa Gajah Putih melakukan demonstrasi menentang Penjualan lahan dan Mesjid Panti Asuhan Budi Luhur ini, ALBAR sama sekali tidak menunjukkan batang hidungnya.

Wassalam

Win Wan Nur
Mantan Penghuni Panti Asuhan Budi Luhur

2 komentar:

Pengalaman di Adsense mengatakan...

Trima kasih ceritanya. Dari penulis buku 40 Hari Di Tanah Suci.

Unknown mengatakan...

terimakasih atas pemaparannya. mudah2an bisa membuat suatu pergerakan kearah perbaikan