Minggu, 21 September 2008

Tharawih di Bali

Sejak memulai bisnis pariwisata ini, aku seperti kembali ke masa lalu di saat aku masih lebih muda, bertualang dari satu tempat ke tempat lain. Selama sebulan belakangan ini aku terus berpergian dari satu kota ke kota lain, seperti masa aku lebih muda dulu saat masih menjadi back packers. Perjalanan yang aku lakukan sebenarnya bisa lebih jauh lagi kalau saja perusahaan penerbangan Indonesia tidak di-banned- oleh Uni Eropa yang mengakibatkan tur operator di eropa sana tidak memperbolehkan klien-nya menumpang pesawat komersial Indonesia, karena tidak ada perusahaan asuransi yang mau mananggung resiko mereka. Akibatnya saya hanya bisa menjual tur yang bisa dicapai dengan perjalanan darat dan apa boleh buat yang memungkinkan untuk itu hanyalah Jawa dan Bali.

Konsekwensi dari pekerjaan seperti ini dalam bulan Ramadhan seperti sekarang adalah aku tidak bisa melakukan shalat Tharawih tetap di satu Mesjid, tapi terus berpindah sesuai jalur yang aku lewati. Hari pertama puasa aku shalat Tharawih di Ketapang kabupaten Banyuwangi, hari kedua di Randu Agung sebuah desa di kecamatan Licin tidak jauh dari kaki Kawah Ijen lalu hari ketiga aku shalat Tharawih di Bromo. Sebagaimana umumnya daerah Jawa timur yang umat islamnya adalah pengikut NU, shalat Tharawih di semua tempat itu dilaksanakan sebanyak 23 rakaat. Dibandingkan dengan shalat Tharawih yang 11 rakaat, melakukan shalat Tharawih 23 rakaat ini seperti sedang balapan dengan kereta cepat, Imam mengucapkan bacaan ayat-ayatnya cepat sekali. Apalagi di Randu Agung, saya bahkan tidak dapat menangkap dengan jelas ucapan-ucapan Imam yang membacakan surat Al Fatihah. Karena saking cepatnya ucapan-ucapan pak Imam ini sudah seperti orang bergumam. Aku bahkan sampai berkeringat di tempat yang dingin ini saking cepatnya perubahan gerakan antara berdiri, ruku', duduk dan sujud.

Setelah berputar-putar di Jawa aku sampai lagi di Bali dan malam ini aku Shalat Tharawih di Mesjid Istiqamah di perumahan Kuta Permai Bali, meskipun di sini penganut Islamnya juga kebanyakan pengikut NU, tapi Shalat Tharawih di sini dilaksanakan hanya 11 rakaat seperti yang biasa dilakukan pengikut Muhammadiyah meskipun ciri NU-nya seperti bacaan Bismillah yang dikeraskan saat membaca Al fatihah, tiap jeda dua rakaat diselingi dengan shalawat dan niat Shalat yang dimulai dengan kata Usalli tidak hilang.

Mesjid Istiqamah yang terletak di perumahan Kuta Permai yang berada di jantung pariwisata Bali ini adalah mesjid yang unik, di tempat ini pula semasa tinggal di Bali dulu aku sering melakukan Shalat Jum'at tapi tidak pernah Shalat Tharawih di sini. Tongkrongan orang yang bersembahyang di sini berbagai rupa, mulai dari yang berbaju gamis sampai yang berambut gondrong dengan anting dikuping atau rambut yang dicat warna-warni dengan jeans model lancip ke bawah dengan aksesoris rantai berukuran besar bisa kita temukan diantara Jemaah pengunjung mesjid ini. Keunikan tongkrongan pengunjung Mesjid ini pernah dipermasalahkan beberapa Jama'ah yang risih dengan penampilan Jama'ah yang tidak biasa itu, tapi kerisihan itu langsung dijawab oleh pengurus Mesjid. "Kita ini tinggal di Kuta, tempat berkumpulnya berbagai macam manusia dari seluruh dunia seharusnya kita bersyukur masih banyak orang yang mau datang ke Mesjid ini, kalau mesjid terlalu banyak aturan tentang penampilan Jama'ahnya saya khawatir di Mesjid ini yang bersembahyang hanya Imam dan Penjaga Mesjid saja", kata si Pengurus waktu itu.

Keunikan lain dari Tharawih di mesjid ini yang tidak pernah saya temukan di mesjid lain adalah dibagikannya kertas-kertas bernomer sebelum kita masuk ke mesjid yang belakangan kuketahui ternyata adalah kupon untuk door prize, yang pemenangnya dibacakan setelah Shalat Isya menjelang Tharawih. Pengurus Mesjid ini tampaknya sangat menonjolkan sikap saling menghargai dengan penganut agama lain, isi ceramah yang laksanakan antara Tharawih dan Witirpun, tidak pernah secara terang-terangan menyerang kekurangan agama lain, penyebutan orang-orang kafir secara terbuka tampaknya sangat dihindari para penceramah di mesjid ini. Setelah prosesi Tharawih selesai, bila di Mesjid lain loud speaker Mesjid biasanya mengumandangkan kasidah atau Shalawat nabi, maka di mesjid ini yang berkumandang adalah suara nge-rock milik Armand Maulana dari kelompok GIGI yang melantunkan...Pintu Surga...Pintu Surga..dimana engkau berada...bagaimana caranya kita memasukinya.

Secara fisik bangunan mesjid Istiqamah ini juga unik, di bagian tengah tembok bagian luar mesjid ini tepat bersebelahan dengan tempat wudhuk, terdapat sebuah pura bernama Pura Persimpangan Ida Betara Ratu Cakti Dalem Ped tempat umat Hindu bersembahyang menghaturkan puja dan mempersembahkan banten kepada dewa-dewa dan juga memberikan canang sari untuk Bhuta Kala agar tidak mengganggu manusia, itu mereka lakukan setiap sore bersamaan dengan azan maghrib.

Perumahan Kuta Permai tempat Mesjid ini berdiri adalah sebuah lingkungan perumahan yang sangat plural. Orang-orang yang tinggal di Kompleks yang terdiri kurang dari 100 rumah ini berasal dari berbagai daerah dengan berbagai peradaban sehingga perumahan ini seolah menjadi seperti miniatur peradaban dunia. Di sini tinggal berbagai etnis dari penjuru Indonesia, mulai suku Gayo yang berasal dari Aceh (ada tiga keluarga Gayo yang tinggal di perumahan ini), Minang, Batak, Nias, Sunda, Jawa, Makasar, Manado, Flores, Papua dan tentu saja Bali sendiri, juga banyak etnis Cina. Disamping suku-suku dari penjuru Nusantara, di sini juga banyak tinggal orang asing, ada orang Jepang, Australia, Kanada dan Slovenia. Penganut dari semua 5 agama yang diakui pemerintah Indonesia bisa ditemukan di perumahan ini. Perbedaan karakter antara orang-orang ini tampak jelas pada orang dewasanya, tapi anak-anak mereka sama saja. Semua pada sore hari berkumpul entah itu bersepeda atau bermain bola di lapangan umum yang terletak di antara mesjid, pura Kompleks ini (bukan Pura persimpangan di tembok mesjid) dan Aula umum yang sering dipakai untuk kebaktian di hari-hari besar umat Kristen. Tampaknya anak-anak ini tidak terlalu bisa membedakan yang mana Gayo yang mana Flores yang mana Kanada yang mana Jepang, meskipun ciri fisik mereka jelas sekali bisa dibedakan ada yang bule ada yang sipit, coklat atau yang hitam berambut kriwil, tapi anak-anak Kuta Permai ini sepertinya kurang peka dengan perbedaan fisik.

Perumahan yang dibangun dengan menguruk hutan bakau di teluk benoa yang terlepat tepat di bagian leher pulau Bali yang membagi antara daratan besar pulau Bali di utara dengan daratan kecil bukit kapur di selatan ini diapit oleh dua tempat hiburan untuk kaum pribumi kelas atas yang oleh teman-teman PKS dan FPI disebut sebagai sarang maksiat. Di sebelah utara Perumahan ini ada Pusat hiburan dan Karaoke bernama Grahadi Bali di sebelah selatan juga ada Pusat hiburan dan Karaoke bernama Kuta Timur Resort.

Secara umum keberagaman di perumahan ini tidak sampai menyulut konflik secara terbuka, meskipun tampaknya ada rasa tidak senang juga di kalangan umat Hindu yang mayoritas di Bali tapi minoritas atau setidaknya berimbang komposisinya dengan Muslim di kompleks perumahan ini dengan ramainya pengunjung Mesjid Istiqamah. Dari bisik-bisik yang pernah saya dengar katanya mereka khawatir akan adanya islamisasi, sehingga tiap menjelang maghrib ketika Mesjid menghidupkan loudspeaker yang mengumandangkan suara Qari yang melantunkan ayat-ayat suci Al Qur'an, Pura di seberang lapanganpun tidak mau ketinggalan, menyalakan tape recorder yang melantunkan mantra dan puja-puja dengan Loudspeaker yang dinyalakan dengan volume maksimal.

Menurut cerita yang saya dengar dari beberapa jama'ah. Dulunya sebenarnya persaingan antara Islam dan Hindu ini tidaklah setajam ini, persaingan ini meruncing sejak seorang pengurus mesjid yang juga tinggal di perumahan ini dipecat dari kepengurusan mesjid karena alasan tertentu. Si mantan pengurus dan juga seorang haji ini sekarang menjadi bendahara di kepengurusan RT perumahan ini. Sejak itu dia mengompori pengurus RT yang lain termasuk ketua RT yang beragama Hindu untuk menggencet semua kegiatan Mesjid ini, diantaranya yang paling signifikan adalah melarang mobil-mobil Jama'ah mesjid untuk parkir di dalam lapangan kompleks perumahan ini di saat Shalat Jum'at, dengan alasan mengganggu ketenteraman penghuni, padahal dari bincang-bincang dengan penghuni perumahan yang beragama non Islam, mereka tidak mempermasalahkan, malah mereka mempermasalhkan sejak tidak dibolehkannya Mobil Parkir di lapangan, mereka harus membayar Iuran bulanan lebih mahal sebagai pengganti pemasukan dari Parkir Mobil di hari Jum'at. Si mantan pengurus yang bernama Joko ini sejak dipecat tidak pernah lagi Shalat di mesjid ini. Setiap Jum'at Haji Joko selalu Shalat di mesjid Kampung Bugis dekat bandara Ngurah Rai, demikian juga dengan Shalat Tharawih. Yang justru kasihan adalah Satpam perumahan ini yang berasal dari Manado dan beragama kristen, beliau sering menjadi sasaran kekesalan Umat Islam yang akan melakukan Shalat Jum'at di Mesjid Istiqamah. Pak Satpam ini diperintahkan oleh pengurus kompleks untuk menanyai maksud kedatangan setiap orang yang akan melakukan Shalat Jum'at di mesjid ini dengan bermobil dan menyuruh parkir di luar kalau maksudnya untuk Shalat, Pak Satpam yang sebenarnya sangat toleran ini makan hati sendiri karena dia sendiri sebenarnya tidak setuju dengan kebijakan atasannya itu, tapi tidak bisa melawan karena takut dipecat.

Kata teman saya, Orang Gayo yang tinggal di kompleks ini. Sebenarnya sasaran kemarahan haji Joko yang menurut teman ini pula sangat gila hormat adalah seorang pengurus mesjid bernama Haji Agus Bambang Priyanto, S.H yang namanya dikenal secara nasional bahkan internasional sebagai Haji Bambang, relawan Bom Bali yang paling terkenal dan oleh pers dijadikan ikon Tokoh Islam anti Terorisme yang di film Long Road to Heaven- karakternya diplesetkan menjadi Haji Ismail yang diperankan oleh Joshua Pulaki. Lebih dari 50% pembiayaan pembangunan mesjid ini dikeluarkan dari kantong pribadi Haji Bambang yang memiliki beberapa toko dan rumah kontrakan di Bali.

Oleh Haji Joko yang mantan pegawai BRI, pengurus RT di Kuta Permai ini juga dihasut untuk membenci Haji Bambang, sehingga meskipun Haji Bambang yang banyak menerima penghargaan baik itu nasional bahkan dari presiden RI maupun internasional salah satunya dia diangkat menjadi Pahlawan Asia. Semua penghargaan dan label yang diterima Haji bambang baik Nasional maupun Internasional itu secara resmi tidak diakui keabsahannya oleh pengurus RT Kuta Permai, artinya terserah apa kata Presiden, apa kata dunia, tapi yang jelas di Tingkat RT Kuta Permai Haji Bambang bukan siapa-siapa.

Kemarahan dan rasa tidak suka Haji Joko kepada Haji Bambang ini makin menjadi-jadi karena Haji Bambang yang pemurah, tidak perhitungan soal duit, mudah bergaul dengan siapapun dan sangat dihormati Jama'ah mesjid ini juga punya satu kelemahan yang mencolok yaitu kecenderungan suka pamer. Setiap dia diundang oleh satu institusi, setiap dia didatangi wartawan atau muncul di televisi, semua selalu diumumkan di mimbar mesjid. Seperti dulu ketika dia ikut membantu korban Tsunami di Meulaboh cerita itu terus diulang-ulang, lengkap dengan segala detailnya misalnya ketika dia naik helikopter, dijelaskan siapa pilotnya, jenis dan warna helikopternya dan ketinggian jelajahnya. Kadang hobi pamer haji Bambang ini membuatnya keluar dari jalur yang seharusnya, dan mengucapkan hal yang tidak dia mengerti seperti ketika satu saat di zaman masih 'panas' dulu dia berkata "Saya tidak setuju Aceh itu disebut Serambi Mekkah, bagaimana bisa disebut Serambi Mekkah kalau orangnya suka memberontak pemerintah yang sah" Menurut seorang teman saya yang kebetulan waktu itu Shalat Jum'at di Kuta permai, mendengar ucapan Haji Bambang itu seorang teman lain hampir saja bangun dari duduknya untuk memukul Haji Bambang saat itu juga, tapi si teman ini ditahan oleh teman lain lagi.

Hobi pamer Haji Bambang ini kadang juga mengundang kelucuan, seperti menurut cerita teman saya ketika beberapa hari yang lalu saat Haji Bambang akan berangkat ke New York untuk berbicara di depan Majelis PBB yang membahas tentang Terorisme. Haji Bambang berbicara di depan mimbar mengatakan kalau besok dia akan berangkat ke New York dengan Pesawat Boeing milik JAL nomer penerbangan sekian transit di Narita dan sebagainya, yang paling lucu adalah ketika Haji Bambang mengatakan di depan mimbar "perlu saudara-saudara ketahui diantara saudara-saudara sekalian ada sepuluh orang intel yang sedang menyamar untuk mengawal saya, mereka berbadan besar dan berambut cepak", mendengar itu jama'ah mesjid kontan saling berpandangan mencari orang dengan ciri yang disebutkan oleh Haji Bambang. Sambil tertawa terbahak-bahak teman saya ini bercerita kepada saya sambil membayangkan para intel berbadan besar dan berambut cepak ini berusaha menciutkan badan agar tidak tampak besar di antara jama'ah mesjid yang tidak terlalu banyak itu. Cerita teman saya ini mengingatkan saya pada cerita Haji Bambang kepada saya sendiri beberapa tahun yang lalu saat saya masih berdomisili di Bali, saat Haji Bambang dengan nada bangga mengatakan kepada saya bahwa telponnya sudah disadap oleh intel untuk mengantisipasi teror-teror telepon dari orang-orang yang tidak suka kepadanya.

Omongan teman saya ini saya buktikan sendiri tadi malam karena ternyata Haji Bambang sudah kembali dari New York. Saat jeda antara azan dan iqamah waktu Isya tadi Haji Bambang naik ke mimbar menceritakan pengalamannya berbicara di depan Majlis PBB di depan 196 delegasi negara-negara dan 20 perwakilan NGO Internasional (jumlahnya tepat disebutkan seperti itu). Menurutnya sekarang setelah dia berbicara di depan majelis PBB, dunia sudah berhasil dia yakinkan kalau Islam itu tidak ada kaitannya dengan terorisme, bahkan Haji Bambang mendesak agar PBB menggalang dana bantuan untuk para korban Bom, bukan hanya yang di Bali, tapi juga di Iraq, fghanistan, Amerika, London, Madrid dan dimanapun juga.

Lalu menurut Haji Bambang kemudian, sebenarnya duta besar Indonesia untuk PBB Marty Natalegawa ingin menahannya lebih lama di New York supaya Haji Bambang bisa bertemu dengan masyarakat Indonesia di New York dan mengajak Haji Bambang berkeliling new York. Lalu Haji Bambang juga menjelaskan New York itu dibelah sungai Hansen dengan Manhattan di barat dan Long Island di timur, tapi menurut Haji Bambang dia menolak tawaran Marty karena dia sudah menyatu dengan Jama'ah mesjid istiqamah dan ingin bertharawih di sana.

"Sebenarnya kalau bukan karena tugas untuk menjadi duta Islam saya akan menolak perjalanan di Bulan Ramadhan", kata Haji Bambang. Lalu Haji Bambang menceritakan perjalanan pulangnya dari New York yang seperti cerita teman saya sebelumnya, kali inipun lengkap sampai ke detail-detailnya. Ketika pulang ke Bali dia menumpangi Pesawat JAL (dia menyebutkan nomer ekor dan kapasitas penumpangnya tapi saya lupa persisinya) dengan ketinggian jelajah 12.000 meter di atas permukaan laut dengan kecepatan 900 kilometer per Jam selama 12 Jam dari New York ke Narita di Jepang lalu dilanjutkan 7 jam lagi dari Narita ke Bali. Pada kesempatan itu pula Haji Bambang minta pamit dan besok tidak bisa ikut Tharawih bersama karena besok pagi dia kembali harus berangkat ke Jakarta untuk diwanwancari di Metro Pagi Weekend hari minggu nanti, dia juga mohon do'a dari para Jama'ah agar nanti lancar menjawab cecaran pertanyaan dalam acara di Metro TV yang menurut Haji Bambang akan dipandu oleh Muthia Hafidz. Tidak lupa pula Haji Bambang meminta agar jama'ah mesjid tidak lupa menonton acara itu hari minggu besok jam 7 waktu Bali. Ketika aku sempat mengobrol dengannya sebelum Shalat Isya tadi, Haji Bambang juga meminta secara pribadi agar aku menonton acara tersebut, tapi aku katakan pada Haji Bambang " Wah Pak Haji pasti menarik sekali dan saya pengen sekali nonton, sayang saya tidak bisa melihat Pak Haji di TV hari minggu nanti karena di waktu yang sama saya akan berada di kursi pesawat garuda GA 251 tujuan Jogja".

Haji Joko yang pasti akan mendengar cerita ini dari Istri, anak atau tetangganya yang ikut shalat di mesjid istiqamah tentu bakal makin panas mendengar cerita ini dan entah taktik apalagi yang akan dia perbuat untuk menghancurkan Haji Bambang dan menggembosi Mesjid Istiqamah.
Cerita perseteruan dua Haji di Kuta Permai yang menimbulkan rasa tidak suka dari umat lain terhadap umat Islam ini karena ada satu pihak bersekutu dengan kekuatan asing yang lebih besar untuk menghancurkan kaum sendiri ini mengingatkan saya pada pola perseteruan antara umat Islam secara global, kasus ini memiliki banyak kemiripan dengan perseteruan antara umat Islam sendiri di berbagai belahan dunia, ketika ada dua kelompok atau pimpinan kelompok Islam saling berseteru, biasanya ada satu kelompok mengundang satu kekuatan asing yang lebih kuat sebagai sekutu untuk menghancurkan kelompok islam yang menjadi musuhnya, tidak peduli korbannya termasuk orang-orang yang tidak tahu-menahu tentang perseteruan itu, seperti haji Joko yang hanya karena rasa tidak sukanya pada Haji Bambang tega mengorbankan orang-orang luar Kuta Permai yang ingin melaksanakan Shalat Jum'at di mesjid Istiqamah. Kasus seperti ini terjadi di Pakistan, Afghanistan, Iraq, Kuwait dan berbagai belahan dunia lain.
Entah kenapa dalam menyelesaikan masalah kita sulit sekali mengembangkan dialog di antara kita sendiri entah itu dalam skala kecil seperti di Kuta Permai ini maupun secara skala besar entah itu antar golongan atau antar negara.

Wassalam

Win Wan Nur

Tidak ada komentar: