Belakangan ini sering terjadi, tulisan saya di blog dan facebook dikutip oleh orang lain tanpa pemberitahuan apalagi izin dari saya. Mereka mengutip tulisan-tulisan tersebut untuk berbagai keperluan, kebanyakan untuk ditempatkan di website-website yang menampilkan iklan.
Terhadap kejadian seperti ini saya tidak terlalu ambil pusing, terserahlah orang mau mengambil untung dari apa yang telah saya tulis selama saya sendiri tidak dirugikan.
Tapi ada kelompok kedua yang mengutip tulisan saya, kemudian dimuat di blog, milis atau website untuk kemudian dihajar beramai-ramai tanpa memberi saya hak jawab untuk memberikan klarifiksi.
Untuk alasan yang kedua ini saya jelas dirugikan, karena itulah belakangan ini saya sering meng-google nama saya sendiri, supaya kalau saya menemukan hal seperti ini, saya bisa ikut nimbrung untuk memberi klarifikasi.
Tadi iseng-iseng hal ini (meng-google nama saya sendiri ) saya lakukan dan menarik sekali, saya menemukan hal baru yang merugikan diri saya. Kali ini saya menemukan (di kompasiana) bukan tulisan saya yang dikutip, tapi orang yang lari terkencing-kencing lari dari debat melawan saya di facebook lalu memfitnah dan menyerang saya dari belakang secara sembunyi-sembunyi. Baca : http://filsafat.kompasiana.com/2010/03/20/membongkar-%E2%80%9Ckerancuan-di-atas-kerancuan%E2%80%9D-pemikiran-win-wan-nur-oleh-teuku-zulkhairibersambung/ .
Orang yang melakuan hal yang sedemikian pengecut dan tanpa harga diri ini siapa lagi kalau bukan Teuku Zulkhairi, si FUNDIES ayam sayur, caleg PKS yang gagal terpilih di Pemilu 2009 lalu, yang sekarang kuliah S2 di IAIN Arraniry dengan beasiswa dari pemerintah Aceh, pemerintah yang pernah dia fitnah dengan semena-mena. Orang yang mendaftar menjadi teman di facebook saya, untuk kemudian menghujat dan memaki-maki saya, lalu lari sembunyi dan menggonggong dari jauh ketika mendapati bahwa dia tidak memiliki cukup argumen ketika tantangannya saya layani.
Oleh Teuku Zulkhairi, tulisan ini diberi judul “Membongkar Kerancuan di Atas Kerancuan Pemikiran Win Wan Nur” judul tulisan ini diambil dari judul tulisan Ibnu Rushd Tahafut Al Tahafut yang dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai Kerancuan di atas Kerancuan. Tulisan ini dibuat oleh Ibnu Rushd sebagai kritik terhadap pemikiran seorang Al Ghazali yang berjudul Tahafut Al falasifa yang merupakan kritik Al Ghazali terhadap pemikiran filsafat yang dikembangkan oleh kaum Mu'tazillah (terutama Ibnu Sina).
Dalam perdebatan kedua tokoh besar Islam ini, saya dengan tegas menempatkan diri di kubu Ibnu Rushd.
Pilihan saya ini tampaknya sangat tidak disukai oleh Teuku Zulkhairi, sehingga dia pun mengata-ngatai saya dengan bermacam-macam sebutan yang tidak enak.
Supaya debat kusir tidak berlanjut, saya kemudian menantangnya untuk memperdebatkan pemikiran kedua tokoh besar Islam yang hidup berbeda zaman ini. Saya mempersilahkan dia memaparkan pemikiran Al Ghazali dalam Tahafut Al Falasifa untuk saya balas dengan pemikiran Ibnu Rushd dalam Tahafut Al Tahafut. Tapi tantangan saya tersebut selalu dihindari oleh Teuku Zulkhairi.
Tapi meskipun menghindar, di belakang saya Teulu Zulkhairi terus menyerang pilihan saya ini, seperti tulisan di kompasiana yang saya komentari ini.
Di samping menyerang pilihan saya tersebut, dalam tulisannya di Kompasiana ini, saya mendapati Teuku Zulkhairi juga menyebarkan berbagai fitnah yang berdasarkan informasi yang tidak benar terhadap saya.
Bersyukur sekali saya bisa mengetahui keberadaan tulisan ini, sehingga saya bisa memberi klarifikasi dan lebih bersyukur lagi, dengan menjawab di Kompasiana ini, teuku Zulkhairi tidak akan bisa seenaknya menghapus berbagai perkataan yang telah dia keluarkan untuk dimodifikasi buat menydutkan saya.
Dalam “Membongkar Kerancuan di Atas Kerancuan Pemikiran Win Wan Nur” , Teuku Zulkhairi sebagai penulis artikel menafsirkan pemikiran saya dengan seenak perutnya, lalu (penafsirannya itu) dia komentari sendiri dengan seenak perutnya pula. Lalu tulisan ini mendapat komentar dari orang bernama Azhari yang membacanya, yang kemudian dengan serta merta menyimpulkan (berdasarkan informasi dari tulisan Teuku Zulkhairi) bahwa "WWN sejenis dg makhluk Islam liberal yg menyamaratakan semua agama, ini bertentangan dg aqidah agama Islam"
Apa yang dilakukan oleh Teuku Zulkhairi ini mengingatkan saya kepada sifat khas kaum fundamentalis yang mau menghalalkan segala cara (termasuk yang bertentangan dengan ajaran agama yang mereka anut) untuk memaksakan pendapat mereka.
Bagi kaum fundamentalis itu (jangan tersinggung kalau anda tidak merasa termasuk dalam golongan itu) memaksakan pendapat membom dan membunuhi orang yang nggak ngerti urusan apa-apa saja boleh, apalagi kalau kurang dari itu.
Teuku Zulkhairi seperti biasa selalu menolak sebutan fundamentalis disematkan terhadap dirinya, tapi ciri-ciri kaum fundamentalis yang suka menghalalkan segala cara (termasuk yang bertentangan dengan agama yang dia anut) selalu tergambar jelas dalam setiap tulisannya.
Ciri khas kaum fundamentalis (yang mau menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan yang mereka yakini) dalam tulisan ini. Pertama; jelas tulisan ini di post oleh Teuku Zulkhairi tanpa memberitahukan kepada saya sebagai orang yang dia hujat untuk memberi hak jawab terhadap segala hal yang dia katakan.
Dalam tulisan (mengenai saya) yang dia post di luar sepengetahuan saya ini, Teuku Zulkhairi dengan bebas menafsirkan dan menilai dan menghakimi saya dengan segala imajinasinya sendiri.
Kedua, tulisan-tulisan dan komentarnya yang membuat Teuku Zulkhairi berseteru dengan saya pun dengan licik telah dia modifikasi redaksinya tanpa dia memberi link kepada pembaca untuk membuktikan bahwa benar komentar yang dia tulis memang seperti itu dan kronologisnya memang seperti yang dia gambarkan.
Dalam tulisan ini, Teuku Zulkhairi melakukan banyak penipuan data untuk memaksakan diterimanya ide-ide fundamentalis yang dia anut.
Misalnya pada paragraf ketiga dalam tulisan ini, "Awal dari perdebatan itu adalah koment ringan saya pada notes-nya yang bercerita tentang budaya Bali. Dalam koment tsb, sambil bercanda saya menulis “ Orang Hindu di Bali memang tidak layak menganggap diri sebagai umat terbaik lho, sebab mereka masih menyembah berhala di era modern seperti sekarang ini, he he he”. Koment ini ternyata mebuat WWN murka."
Ini jelas penipuan dan pemalsuan fakta. Dalam redaksi yang dia tuliskan di sini, Teuku Zulkhairi menggambarkan seolah-olah orang Bali menganggap diri sebagai umat terbaik. Padahal, hal seperti yang digambarkan oleh Teuku Zulkhairi itu sama sekali tidak eksis dalam budaya dan agama orang Bali, karena agama orang Bali bukanlah agama DAKWAH yang mencari umat agama lain untuk berpindah menganut agama mereka. Agama orang Bali itu justru sangat berbeda dengan agama-agama yang memiliki akar di Timur Tengah (Islam, Kristen dan Yahudi ) yang hanya mengakui adanya satu kebaikan yaitu kebaikan agama itu sendiri.
Agama orang Bali sebaliknya, mereka menganggap kebaikan ada dimana-mana termasuk di luar agama mereka (mirip dengan ide-ide kaum pluralis semacam Ulil). Saya tahu itu dan tentu saja karenanya "Orang Hindu di Bali menganggap diri sebagai umat terbaik" sebagaimanai yang anda katakan itu sangat tidak mungkin saya tuliskan.
Redaksi kalimat ASLI yang ditulis oleh Teuku Zulkhairi di link saya http://www.facebook.com/note.php?note_id=271545243965&id=1524941840&ref=share yang kemudian memunculkan debat panjang yang diakhiri dengan pilihan Teuku Zulkhairi untuk kabur seperti anjing kurap yang dipukuli orang sekampung adalah "cara hidup dgn bertelanjang seperti di pantai Kuta atau memuja makhluk (dlm tradisi hindu) memang tdk layak dibanggakan... dlm masyarakat modern hal tsb dianggap sbg budaya jahiliyah... he he he "
Komentar saya menanggapi tulisan tersebut yang disebutnya merupakan MURKA itu adalah;
"Lalu selanjutnya karena menurut bos mereka memuja makhluk (dlm tradisi hindu) memang tdk layak dibanggakan dan masih menganut budaya jahiliyah.
Apa menurut Bos Teuku Zulkhairi dua kali pengeboman yang dilakukan Jihadis Islam yang sangat patriotis sebagaimana layaknya Bos Teuku Zulkhairi ini terhadap mereka masih perlu ditambah lagi?"
Modifikasi redaksi kedua tulisan ini jelas mengubah makna dan esensi komentar tersebut. Perubahan redaksi ini jelas membuat efek psikologis yang sangat berbeda bagi orang yang membaca. Dalam tulisan yang telah dimodifikasi oleh Teuku Zulkhairi ini, terbaca orang Bali lah yang sedang memprovokasi, sementara kalau kita baca redaksi asli yang ditulis oleh Teuku Zulkhairi, adalah sebaliknya, justru Teuku Zulkhairi sedang melecehkan orang Bali dan agama yang mereka anut.
Kemudian ketiga, seluruh bangun argumen dalam tulisan Teuku Zulkhairi ini juga jelas-jelas adalah kesimpulan sepihak yang dia ambil atas interpretasi sepihak (yang data aslinya telah dimodifikasi tentunya) atas semua yang pernah saya katakan.
Contoh mengenai interpretasi sepihak yang data aslinya telah dimodifikasi ini dapat dibaca dengan jelas pada paragraf kelima tulisan ini, di sini Teuku Zulkhairi mengatakan "Sebab WWN memandang bahwa semua aturan dalam Islam adalah berdasarkan interpretasi(tafsiran) ulama secara sepihak, sehingga muaranya adalah perihal AKIDAH-pun menurut WWN hanya persoalan interpretasi."
Di sini Teuku Zulkhairi menggambarkan dengan gamblang seolah-olah kesimpulan yang berdasarkan imajinasinya tersebut adalah ide yang dikatakan oleh Win Wan Nur sendiri, padahal kalau kita bertanya pada Teuku Zulkhairi, mana bukti Win Wan Nur pernah berkata seperti itu, jelas dia tidak bisa menunjukkan.
Dalam tulisan ini, Teuku Zulkhairi dengan licik menggambarkan bahwa seolah-olah Win Wan Nur memandang bahwa semua aturan dalam Islam adalah berdasarkan interpretasi(tafsiran) ulama secara sepihak. Padahal kenyataannya yang saya kritisi hanyalah aturan Syariat Islam yang berlaku di Aceh, yang memang jelas adalah aturan dalam Islam, yang ditafsirkan oleh Ulama lalu dipaksakan menjadi sebuah Hukum Positif di Aceh. Saya mengkritisi ini karena sejak sebelum hukum yang memuat empat pasal yang mengatur empat perkara (judi, minuman keras, shalat jum'at dan berkhalwat alias berdua-duaan di tempat sepi) diterapkan pun sudah banyak orang yang mempertanyakan urgensinya kenapa hukum ini harus diterapkan.
Qanun ini saya kritisi karena saya sama sekali tidak paham , kenapa di negeri yang baru dicabik-cabik konflik, dimana korupsi tumbuh subur, rakyat tidak terurus justru empat pasal yang mengurusi tetek bengek itu yang justru diprioritaskan. Kemudian kalau kemudian hukum ini diterapkan, saya dan banyak orang yang mengkritisi Qanun yang mengatur urusan moral ini mengkhawatirkan bukannya memmbuat keadaan lebih baik, tapi justru akan banyak terjadi penyelewengan oleh aparat polisi moral yang ditugaskan mengawalnya. Tapi semua kritikan ini seperti masuk kuping kiri dan keluar kuping kanan, sama sekali tidak dihiraukan oleh para ulama penggagas Qanun ini.
Kemudian beberapa hal yang telah saya dan orang-orang yang mengkritisi Qanun ini khawatirkan terjadi, para Ulama yang dulu dengankeras kepala tidak mau mendengarkan kekhawatiran itu dengan santai buang badan menyalahkan oknum.
Jadi sama sekali bukan seperti yang dituduhkan oleh Teuku Zulkhairi dalam tulisannya yang seolah sengaja disembunyikan dari pantauan saya ini bahwa "WWN memandang bahwa semua aturan dalam Islam adalah berdasarkan interpretasi(tafsiran) ulama secara sepihak, sehingga muaranya adalah perihal AKIDAH-pun menurut WWN hanya persoalan interpretasi."
Semua hal yang saya kritisi ini dapat anda baca di sini : http://www.facebook.com/note.php?note_id=290444563965&id=1524941840&ref=share dan dari tulisan inilah sebenarnya semua sikap sentimen Teuku Zulkhairi kepada saya berasal. Tulisan ini memecahkan rekor tulisan saya yang paling banyak dikomentari (total ada 148 komentar)
Tulisan saya tersebut telah membuat Teuku Zulkhairi dan kelompoknya emosi, mati kutu dan kehilangan akal, karena biasanya dia berhasil mengintimidasi orang yang berseberangan pandangan dengan kelompok mereka dan memilih diam tidak mau mencari masalah, tapi di sini justru intimidasi mereka saya layani.
Alasan utama saya ketika melayani intimidasi mereka adalah untuk menunjukkan kepada orang-orang di Aceh yang selama ini selalu mundur ketika mereka intimidasi, bahwa untuk menghadapi kelompok yang suka memaksakan kehendak seperti ini, kita tidak boleh takut ketika mereka intimidasi. Karena memang itulah tujuan mereka, sebab ide-ide garis keras yang mereka sebarkan hanya bisa tumbuh subur dalam masyarakat yang diliputi ketakutan.
Harapan saya setelah intimidasi mereka ini saya layani, akan semakin banyak orang Aceh yang berani menghadapi intimidasi mereka.
Karena itulah, ketika mereka emosi, mereka semakin saya kompori supaya komentar yang mereka keluarkan pun semakin ngawur dan mereka jadi kehilangan simpati.
Harapan saya itu benar-benar terjadi, karena emosi kelompok ini ternyata demikian mudah dipermainkan. Ketika itu saya lakukan, berbagai komentar ngawur dari mereka pun berhamburan.
Salah satu komentar ngawur itu misalnya ketika Teuku Zulkhairi mengatakan " si Win gila ini pengen Aceh kayak Bali tempat dia bekerja sekarang jadi BUDAK di negri umat penyembah BERHALA(umat Hindu Bali) , kalo bicara syari'at dia pasti bermaksud utk menghujat dan mencari titik lemah utk menolaknya secara total, baca semua tulisan dia, pemikiran dia 100 persen copy paste dari pemikiran Cak Nur, jd dia seorang yg taqlid juga, bukan pemikir, hanya pengekor...
Dia ngomong ttg IPTEK dan menyalahkan para ulama atas ketinggalan umat Islam dlm bidang IPTEK, pdhl dia sendiri jg tdk memberikan sumbangsih apa2 utk kemajuan umat Islam, yg dia lakukan hanya MENGACAUKAN AKIDAH GENERASI ISLAM saja meski baru lewat Facebok."
Komentar-komentar semacam ini membuat mereka semakin kehilangan simpati. Dari orang-orang yang kehilangan simpati kepada kelompok mereka inilah saya mendapatkan informasi tentang kelompok Teuku Zulkhairi ini. Informasi yang saya sebutkan itulah yang kemudian membuat Teuku Zulkhairi, pergi diam-diam dan menghilang dari daftar friendlist saya.
Selanjutnya alhamdulillah setelah peristiwa itu, ada banyak yang berani menantang ide-ide kelompok ini, contohnya seperti yang sekarang yang sedang hangat-hangatnya berlangsung di www.acehinstitute.org , sekarang di sana ada banyak orang yang berani menantang kelompok Teuku Zulkhairi ini berdebat.
Sementara terhadap saya, pasca kaburnya dia dari account facebook saya, Teuku Zulkhairi hanya berani menghantam saya melalui berbagai tulisan dari jauh dan secara diam-diam tanpa saya ketahui.
Salah satu dari tulisan tersebut adalah tulisan ini (http://filsafat.kompasiana.com/2010/03/20/membongkar-%E2%80%9Ckerancuan-di-atas-kerancuan%E2%80%9D-pemikiran-win-wan-nur-oleh-teuku-zulkhairibersambung/.)
Wassalam
Win Wan Nur
www.winwannur.blog.com
www.winwannur.blogspot.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar