Senin, 17 November 2008

Banda Aceh dan Pendidikan Pra Sekolah

Setelah tiga hari yang lalu menyaksikan pertunjukan didong jalu antara Sidang Temas melawan Teruna Jaya di gedung Aula SMK Lampineung (dulu STM). Kemarin adalah hari paling mengesankan selama aku berada di Banda Aceh. Kota tempat aku tumbuh menjadi dewasa yang sekarang sudah sangat berubah ini.

Kemarin mulai dari pagi sampai malam kegiatanku benar-benar penuh. Semua kegiatan yang kulakukan kemarin adalah kegiatan-kegiatan yang tidak mungkin bisa aku dapatkan semasa aku masih tinggal di Banda Aceh dulu.

Pagi hari aku diundang oleh temanku Fitria Warastuti, anak Leuser yang seangkatan denganku di Diksar X UKM-PA Leuser Unsyiah. Fitri alumni teknik sipil Unsyiah angkatan 1993 ini sekarang mengelola sebuah taman kanak-kanak di rumah suaminya di Geuceu. Oleh Fitri aku diundang untuk mengajar di TK yang dia kelola itu karena sehari sebelumnya saat kami bertemu di Lampuuk, kepada Fitri aku pernah bercerita tentang kekagumanku terhadap metode Montessori yang diterapkan di TK tempat anakku bersekolah. Karena itulah pagi kemarin akupun menjadi Guru TK mengajar murid-muridnya sambil membayangkan diriku seperti Miss Valda, guru anakkku di TK Montessori yang sendirian mampu menangani 26 orang Murid yang berasal dari 17 negara.

Siang harinya aku menghadiri acara Launching buku di Taman ratu Safiatuddin dan malamnya aku menghadiri acara pemutaran film di kantor perwakilan Uni Eropa. Kegiatan budaya semacam ini dulunya selama 13 Tahun aku tinggal di Banda Aceh ini sama sekali tidak pernah aku rasakan. Pasca Tsunami Banda Aceh benar-benar menawarkan banyak sekali pilihan.

Pagi hari, saat aku tiba di TK yang dikelola oleh Fitri, kulihat Fitri sedang menghadapi 15 orang muridnya yang berlarian ke sana kemari dalam ruangan kelas yang aslinya adalah ruang tamu rumah milik Kades, suami Fitri yang teman seangkatanku di SMA 2 dan juga di Teknik Sipil Unsyiah.

Fitri kemudian memperkenalkanku kepada anak-anak didiknya yang kecil-kecil mungil yang wajah-wajah polosnya mengingatkanku pada putri kecilku. Kepada anak-anak itu Fitri mengatakan kalau aku akan bercerita kepada mereka. Awalnya aku bingung harus bercerita apa pada anak-anak yang memandangiku dengan penuh rasa ingin tahu itu. Sampai aku melihat seorang anak memegang mainan berbentuk Badak. Aku langsung punya ide untuk bercerita tentang Badak.

Aku teringat pada apa yang dilakukan Miss Valda saat mengajarkan Geografi dan Biologi pada anak-anak di TK Montessori ketika aku dan istriku diundang oleh Montessori untuk mengamati keseharian anak-anak Montessori di sekolah. Kegiatan itu adalah pengganti pembagian raport di sekolah tradisional.Di sana aku lihat Miss Valda mengajarkan hal-hal besar dengan memulai cerita dari hal-hal kecil yang diminati oleh anak-anak itu.

Melihat ada celah untuk itu, aku kemudian meminta Fitri untuk mengambil Globe dan bercerita kalau Globe ini adalah bentuk planet yang kita tinggalkan ini dengan ukuran yang dikecilkan. Aku tahu anak-anak itu tidak memahami ceritaku itu persis seperti yang aku pahami tapi pasti itu akan tercetak dalam ingatan mereka dan nantinya akan menjadi bahan bagi mereka untuk memulai pencarian yang lebih detail ketika mereka sudah lebih besar. Sambil bercerita aku menunjukkan tempat-tempat dimana Badak bisa ditemukan.

Saat aku bercerita beberapa anak mulai bosan, awalnya Fitri membujuk anak itu untuk tetap duduk ditempatnya untuk mendengarkanku. Tapi aku melarangnya, karena memang anak-anak seumuran itu belum boleh dipaksa. Mereka harus dibiarkan memilih kegiatan yang disukainya, untuk anak-anak seumuran ini sebagai guru seharusnya kita hanya boleh memfasilitasi minat mereka, bukan memaksa anak-anak itu melakukan apa yang dimaui oleh orang dewasa.

Murid-murid Fitri yang rata-rata berumur antara 3 sampai 5 tahun ini dalam kategorisasi perkembangan menurut Piaget ada pada Periode Pra Operasional. Pada masa ini bagi anak-anak semua hal yang ada disekitarnya adalah hal yang menarik. Hal-hal yang mereka lihat menarik itu mengundang rasa penasaran dan rasa ingin tahu mereka. Pada masa ini anak-anak ingin selalu mencoba hal-hal baru yang terkadang berbahaya. Pada tahap ini yang bisa dilakukan oleh orang dewasa adalah memberikan dukungan dan menjaga anak-anak itu dari bahaya yang mungkin timbul akibat bedsarnya rasa ingin tahu mereka. Pada masa ini seperti dikatakan Erikson psikolog besar dari aliran psikoanalisa. Pembatasan dan kritik yang berlebihan apalagi pemaksaan hanya akan menyebabkan tumbuhnya rasa ragu dalam diri anak-anak terhadap kemampuan diri mereka sendiri. Karena itulah paksaan dari orang tua kepada anak-anak agar bisa membaca dan menulis di usia seperti ini hanya akan merugikan perkembangan mental si anak di masa depan.

Sekarang ini banyak TK atau lembaga pengajaran anak pra sekolah yang memperlakukan anak-anak secara salah. Anak TK yang secara kognitif sebenarnya perkembangan otaknya belum mampu untuk menerima tekanan sudah dipaksa untuk bisa membaca dan menulis. Akibatnya anak-anak itu mengalami gejala stress dini. Beberapa SD yang kutemui di berbagai daerah bahkan mensyaratkan kemampuan baca tulis bagi calon siswanya. Dengan kurikulum gila yang tidak mempertimbangkan kemamuan real anak ini kita tunggu saja beberapa tahun ke depan bangsa ini pasti akan dipenuhi generasi stress yang mudah mengamuk dan mudah bunuh diri.

Selesai bercerita, kulihat seorang anak yang dari tadi dengan khusuk mendengarkan ceritaku mulai mengantuk. Anak yang wajahnya sangat ganteng, berkulit utih dan berambut pirang yang dibiarkan tumbuh agak panjang ini dari tadi kuperhatikan sangat antusias mendengarkan ceritaku. Tingkahnya juga tidak rewel.

Untuk anak-anak yang mengantuk seperti itu, di sekolah yang dikelola Fitri ini tersedia tempat tidur. Tapi Dafa nama anak ini punya kebiasaan dibuai dulu sebelum tidur. Akupun tanpa ragu menggendong dan membuainya sampai tertidur dalam gendonganku. Entah karena aku teringat anakku atau apa entah kenapa aku merasakan ada rasa sayang saat menggendong anak yang sama sekali tidak rewel ini. Saat dia semakin mengantuk akan dia memandangi mataku dengan tatapannya yang polos sampai matanya redup dan kemudian tertidur pulas dalam gendonganku.

Saat aku akan meletakkannya di tempat tidur Fitri datang dan menanyakan
" Kee tau anak siapa yang kee gendong itu Win?"
"enggak", jawabku jujur.
"itu anak si Ian", kata Fitri menjelaskan.

Aku kaget dan memandangi wajah anak ganteng yang sangat polos dan sekarang tertidur pulas ini. Ternyata anak ganteng yang tadi kugendong dan menimbulkan rasa sayang ini adalah anak salah seorang teman dekatku di Leuser yang pernah bertahun-tahun kost di tempat yang sama denganku Jalan Cumi-cumi no.11 di Lamprit.

Melihat wajah ganteng nan polos yang tertidur dengan damai ini aku langsung teringat pada masa lalu. Rasanya baru kemarin aku dan Ian yang masih lajang dengan kebandelan masing-masing sama-sama didera rasa haus di padang rumput Gle Raja. Rasanya baru kemarin perutku dihajar tinju tentara kompi Rudal di Simpang KKA Lhokseumawe yang marah gara-gara Ian mengemudikan mobilnya terlalu kencang di depan markas mereka.

Aneh rasanya membayangkan itu sambil menyadari kenyataan sekarang ketika kami berdua sudah menjadi bapak-bapak yang memiliki tanggung jawab terhadap makhluk-makhluk mungil yang salah satunya adalah Dafa yang sedang tertidur pulas ini.

Wassalam

Win Wan Nur

Tidak ada komentar: