Kamis, 05 Maret 2009

Israel Akan Semakin Mengganas...Apa Antisipasi Kita?

We will not go down, in the night without the fight.
You can burn off our mosque and our home and our school.
But our spirit will never die.

We will not go down.
we will not go down, in the night without the fight.
We will not go down.
Gaza tonight.

Begitulah penggalan lirik lagu Michael Heart yang menceritakan semangat saudara-saudara kita di Palestina menghadapi gempuran Israel beberapa waktu yang lalu.

Lagu ini mengingatkan saya pada lirik lagu Hikayat Prang Sabi yang dulu dinyanyikan untuk membakar semangat muyang datu kami di Aceh melawan Belanda dan begitu hebatnya spirit yang disemburkan lagu ini pada masa itu sampai Belanda yang begitu percaya diri dengan kekuatannya, mendapati ternyata menaklukkan orang Aceh tidak segampang yang mereka perkirakan. Mau tidak mau Belandapun harus menghadapi 'Kegilaan' Orang Aceh yang sama sekali tidak merasa takut, bahkan bergembira ria menyambut maut. Begitu dahsyatnya semangat itu sehingga sisa-sisa spirit Prang Sabi ini bahkan masih bisa kita temui di jiwa orang-orang Aceh yang hidup dimasa sekarang.

Ini pulalah yang kita saksikan beberapa waktu yang lalu terjadi di Gaza, Israel dengan peralatan tempur canggihnya yang begitu percaya diri dengan kekuatannya, mendapati ternyata menaklukkan orang Gaza tidak segampang yang mereka perkirakan. Seperti dalam lirik lagu Michael Heart , bagi orang Palestina...You can burn off our mosque and our home and our school. But our spirit will never die.

Menghadapi semangat tempur orang Aceh yang seperti itu, Belanda dulu dikenal luas mengubah taktik perangnya dari sekedar pendekatan tempur dengan kombinasi pendekatan tempur dengan pendekatan budaya. Melalui seorang antropolog jempolan bernama Christian Snouck Hurgronje, Belanda mengumpulkan segala informasi yang mungkin mereka dapatkan tentang Aceh, mempelajari setiap segi budaya dan cara hidup orang Aceh. Melalui pengetahuan yang mereka punya itulah Belanda melakukan infiltrasi dan memanfaatkan konflik internal di dalam Aceh sendiri untuk menghancurkan Aceh dari dalam.

Sementara itu, orang Aceh sendiri saat itu sama sekali tidak memiliki pengetahuan apapun tentang Belanda dan segala maksud dan strateginya terhadap Aceh.

Yang terjadi di Israel dan Palestinapun saat ini kurang lebih demikian. Dari sebuah artikel yang saya baca, saya menemukan informasi bahwa bahasa Arab adalah bahasa formal/resmi di Israel. Orang Israel boleh menggunakan dua bahasa, Ibrani dan Arab, di parlemen, ruang pengadilan, dan tempat-tempat resmi lainnya. Para pejabat, pemikir, budayawan, diplomat, penulis, dan profesional,di Israel, rata-rata lancar dan fasih berbahasa Arab.

Dengan menguasai bahasa Arab, orang-orang Israel telah memiliki sebuah elemen penting untuk menguasai orang-orang Arab. Orang-orang Israel bisa bebas menikmati televisi, radio, dan surat kabar dari Arab yang semua informasinya disampaikan dalam bahasa Arab.

Seperti muyang datu kita dulu di Aceh yang tidak memiliki sama sekali tidak memiliki pengetahuan apapun tentang Belanda dan segala maksud dan strateginya terhadap Aceh. Orang Palestina dan kita yang mendukung Palestina di sinipun demikian. Kita dan orang-orang Arab tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan di Israel dengan alasan yang berbeda.

Kalau di Palestina dan negara-negara Arab lainnya, itu karena bahasa Ibrani adalah bahasa asing yang bukan hanya tidak dipelajari, tapi juga dibenci dan dimusuhi. Sehingga ketika orang-orang Israel bisa bebas menikmati televisi, radio, dan surat kabar dari Arab. Orang Arab tidak mengerti sedikitpun apa yang dibicarakan di televisi, radio, dan surat kabar dari Israel.

Kalau kita di Indonesia yang mendukung Palestina, semua informasi yang didapatkan dari media dalam negeri, baik itu televisi, radio atau surat kabar juga sepertinya mengharamkan segala informasi apapun yang menggambarkan keadaan yang sebenarnya di Israel, bagaimana kehidupa mereka dan apa yang mereka lakukan dan bicarakan sehari-hari di sana. Sehingga kita sama sekali tidak mengetahui, seperti apa sebenarnya Israel yang kita anggap sebagai musuh ini.

Saya sendiri selama ini sama sekali tidak memiliki gambaran yang jelas tentang keadaan di Israel yang sebenarnya, selama ini situasi di Israel saya bayangkan kurang lebih sama dengan situasi di Gaza, Tepi Barat atau Beirut yang gedung-gedungnya banyak yang hancur dan bolong-bolong kena montir di sana sini.

Sampai beberapa waktu yang lalu saat menginap di Candi Dasa, saya menonton sebuah acara di TV 5 yang menayangkan sebuah reportase bergaya film dokumenter tentang situasi di Israel pasca perang di Gaza. Dalam reportase itu saya melihat betapa berbedanya situasi di Israel dibandingkan dengan situasi di Palestina. Kota Tel Aviv ibukota Israel benar-benar layaknya kota-kota besar di eropa dan amerika utara. Mulai dari bangunan, kendaraan, gaya hidup dan gaya berpakaian orang-orangnya sama sekali tidak ada kesan timur tengahnya. Dan yang paling mengherankan di Tel Aviv yang terletak di gurun yang sama dengan Palestina itu, pohon-pohon tumbuh subur menghijau dimana-mana.

Reportase ini dimulai dengan menayangkan sebuah gambar yang menunjukkan situasi di sebuah pub yang sedang menyelenggarakan sebuah konser musik dengan penyanyi muda bernama Aviv Geffen yang menurut narator dalam reportase ini sekarang sedang naik daun di Israel. Aviv Geffen dan para fansnya yang menonton konsernya di pub itu adalah anak-anak muda Israel yang menentang serangan ke Gaza, dalam setiap akhir lirik lagu-lagunya Aviv Geffen selalu meneriakkan kata 'Shalom' yang artinya 'damai' dalam bahasa Ibrani.

Tapi menurut menurut narator dalam reportase ini, Aviv Geffen dan para pedukungnya adalah kelompok yang sangat minoritas di Israel saat ini. Pasca serangan ke Gaza, suasana di Israel saat ini dipenuhi dengan suasana kebencian. Reportase ini dilanjutkan dengan menayangkan gambar yang menunjukkan poster-poster kampanye partai-partai di Israel dengan gambar tokoh-tokoh pemimpinnya, Benjamin Netanyahu, Tzivi Livni, Ehud Barak dan yang paling mengerikan AVIGDOR LIEBERMANN. Semua partai politik yang diketuai tokoh-tokoh di atas mengusung tema kampanye tentang pentingnya keamanan nasional di israel, tidak satupun yang berbicara soal perdamaian. Dari semua tokoh itu, Avigdor Liebermann adalah yang paling ekstrim, dia ingin menyingkirkan orang Palestina dari tanah yang mereka diami sekarang.

Pembuat reportase ini kemudian memotret secara lebih personal empat anak muda Israel yang dianggap mewakili kelompok-kelompok yang ada di Israel saat ini.

Yang pertama ditampilkan adalah dua gadis muda yahudi berusia 17 dan 18 tahun bernama Omer dan Tamar, keduanya adalah kelompok Yahudi anti perang gaza, mereka bergabung dengan semacam kelompok pembela HAM. Mereka telah berkali-kali ditahan oleh Polisi Israel karena kegiatannya yang anti kebijakan keras Israel terhadap Palestina. Pembuat reportase ini mengikuti kegiatan mereka selama seharian itu, mulai dari bangun tidur yang kesiangan karena habis dugem semalaman. lalu ikut ke kampusnya, lalu ikut mereka yang melakukan demonstrasi anti Perang Di gaza yang seperti kita di sini dengan membawa sebuah foto anak Palestina yang berdarah-darah di bawah reruntuhan gedung dengan tulisan di bawahnya " Inikah yang anda maksud sebagai musuh perdamaian?".

Pembuat reportase ini dengan cermat menangkap reaksi orang-orang di jalan yang gusar dengan ulah mereka, sampai kemudian polisi datang menangkap mereka. Dan dikatakan oleh keduanya dan diperlihatkan jelas dalam gambar reportase itu, bagaimana keduanya sudah demikian akrab dengan polisi yang menangkap mereka, karena memang mereka telah puluhan kali ditangkap oleh polisi yang sama karena ulah yang serupa.

Yang kedua, mereka menampilkan sosok seorang pemuda yahudi yang baru berimigrasi dari Rusia bernama Maxim Nazarkovitch. Seorang pemuda kekar berusia 21 tahun yang sangat anti arab yang percaya satu-satunya cara untuk mencapai kedamaian di Israel adalah dengan cara melenyapkan seluruh orang Arab. Seperti yang mereka lakukan dengan Omer dan Tamar, terhadap Maxim Nazarkovitch inipun sama. Kegiatan sehari-harinya diikuti, mulai dari kegiatannya berlatih tinju di sasana yang dibangun oleh bapaknya di rumah tempat tinggalnya di lingkungan yang mayoritas penghuninya adalah warga negara Israel keturunan Arab. menurut Nazarkovitch sasana tinju itu dibangun bapaknya agar pemuda Yahudi bisa membela diri terhadap gangguan orang Arab yang menurut mereka sangat jahat.

Lalu, mereka menayangkan gambar demonstrasi yang dilakukan oleh Nazarkovitch bersama kelompoknya di jalan-jalan sambil mengibarkan bendera israel dan menerikakkan katra-kata, "Mampuslah orang Arab".

Kemudian, mereka menayangkan gambar saat Nazarkovitch yang menjadi ketua pemuda pendukung Avigdor Liebermann mengikuti kampanye Liebermann di sebuah gedung. materi kampanyenya juga tidak jauh-jauh dari slogan yang diteriakkan Nazarkovitch dan kelompoknya di jalanan tadi. Di dalam kampanye itu terbentang poster Avigdor Liebermann pemimpin Israel berikutnya.

Orang terkahir yang dipotret oleh pembuat reportase ini adalah seorang gadis Arab yang memiliki paspor Israel bernama Roan, tidak disebutkan apa agamanya dan preferensi agamanya juga tidak bisa ditebak dari pakaiannya, karena Roan berpakaian seperti umumnya gadis eropa, seperti Omer dan tamar dua gadis Yahudi yang ditampilkan sebelumnya.

Roan tinggal di Knesset, sebuah lingkungan yang mayoritas dihuni oleh orang Arab. Roan adalah bagian dari 20% warga israel keturunan Arab. yang juga sama seperti orang Arab-Israel lainnya yang juga memiliki kerabat di tepi barat dan jalur Gaza.

Dalam reportase ini ditunjukkan bagaimana khawatirnya Roan dengan perkembangan politik terbaru di Israel yang semakin anti Arab, dalam reportase ini juga ditunjukkan bagaimana Roan bersama teman-temannya sesama pemuda Arab berpaspor Israel membicarakan kelanjutan masa depan mereka. Dalam kelompok itu ada satu orang gadis yang berjilbab.

Yang paling mereka khawatirkan dalam pemilu kali ini adalah sentimen yang berkembang di Israel yang cenderung untuk melakukan konfrontasi dengan Palestina. Faktanya memang bisa dikatakan hampir seluruh warga Israel justru lebih mendukung agresi militer Israel beberapa waktu yang lalu. Alasan mereka melakukan itu karena katanya karena mereka capek setiap hari menerima kiriman roket dari Gaza. Mereka rata-rata berharap serangan kali ini benar-benar bisa menyelesaikan misi membungkam Palestina untuk selamanya. Berdasarkan data yang mereka paparkan, selama 7 tahun belakangan ini pejuang HAMAS di Gaza sudah mengirim 12,000 roket ke Israel. Jadi kira-kira sekitar 4-5 roket sehari.

Yang menolak serangan Israel ke gaza kali ini cuma kelompok-kelompok kecil komunitas Yahudi semacam Aviv Geffen dan Omer dan Tamar serta 20% warga Israel keturunan arab. sisanya mendukung serangan Israel ke Gaza. FDan sikap ini pulalah yang tercermin dalam setiap isu kampanye partai-partai yang bertarung dalam pemilu Israel, semuanya menjual ide konfrontasi dengan Palestina.

Yang paling ditakutkan oleh Roan dan teman-teman Arabnya adalah kemenangan Avigdor Liebermann yang dengan terang-terangan mengatakan Mapuslah Arab dalam kampanyenya. Dalam kacamata Roan dan pemuda-pemudi Arab- Israel ini, Israel di bawah Liebermann bukanlah Israel mereka. Di mata mereka Israel di bawah Liebermann adalah Israel yang ingin mengusir mereka semua dari tanah airnya, Israel di bawah Liebermann menurut mereka adalah israel yang merencacankan menjatuhkan Bom atom di Tepi Barat dan Gaza.

Kemudian ditambahkan oleh narator, meskipun mungkin tidak menang. Tapi melihat signifikannya kekuatan pendukung Liebermann, bisa dipastikan siapaun memenangi pemilu diantara Ehud Barak, Netanyahu dan Livni, mau tidak mau mereka harus merangkul Liebermann.

Itulah situasi Israel saat ini.

Melihat hiruk pikuknya demo anti Israel dan penggalangan dana buat Palestina beberapa waktu yang lalu di negara ini saya jadi bertanya-tanya. Setelah sekarang serangan Israel mereda, apakah para pendemo itu sudah menyiapkan langkah selanjutnya terhadap kemungkinan buruk yang akan dihadapi oleh orang-orang Palestina yang akan terjadi melihat iklim politik yang terjadi di Israel saat ini.

Apakah kita yang katanya dari dulu mendukung Palestina akan tetap memberikan dukungan klise seribu Doa untuk Palestina dan Sekeranjang makian buat Israel?
Apakah kita yang katanya teman bangsa Palestina akan tetap hanya mampu mengagumi (atau bagi yang sinis menganggap gila) semangat tempur mereka yang meskipun tubuh berkalang tanah tapi semangat tak pernah mati seperti dalam lirik We will not go down-nya Michael Heart?...dan kemudian membiarkan tubuh-tubuh mereka hancur menjadi serpihan

Sepertinya begitu, karena meskipun sekarang sudah begitu banyak informasi yang bisa kita dapatkan tentang Israel dan kemungkinan langkah-langkah yang mereka lakukan ke depan, dan dari situ bisa disiapkan antisipasinya. Tapi sampai saat ini kita tidak melihat ada satu kelompok kajian apapun yang membahas tentang kemungkinan-kemungkinan apa yang terjadi di Palestina berdasarkan atas perkembangan yang terjadi di Israel.

Dulu endatu kita memang tidak punya pilihan ketika bertempur dengan cara Prang Sabi seperti itu melawan Belanda, endatu kita tidak memiliki kapasitas untuk melakukan kajian antropologis terhadap budaya dan perkembangan politik di Belanda. Tapi saat kini dunia sudah sedemikian terbukanya, informasi sudah sedemikian mudahnya. Tapi kita ternyata belum bisa maju setapakpun lebih jauh dari endatu kita.

Paling kalau nanti terjadi pembantaian lagi di Palestina, isu itu akan kembali dijadikan komoditas politik di sini dan akan ada ribuan orang berpakaian putih berdemo dan menangis bombay dimana-mana.

Wassalam

Win Wan Nur

1 komentar:

jufrizal mengatakan...

salam kenal aja dari aku..