Akhirnya pelantikan anggota baru DPRK Aceh Tengah periode 2009-2014 jadi dilaksanakan. Setelah sebelumnya sempat tertunda akibat berbagai masalah yang menyertai Pemilu legislatif yang berlangsung beberapa waktu yang lalu.
Sejak reformasi bergulir ada banyak perubahan mencolok berkaitan dengan pembagian kekuasaan antara eksekutif dan legislatif. Dibanding zaman orde baru dulu,sekarang peran legislatif dalam menentukan berbagai kebijakan daerah menjadi lebih besar. Salah satu contohnya bisa kita lihat betapa besar peran DPRK Aceh tengah dalam menggoalkan proses penjualan lahan dan mesjid Panti Asuhan Budi Luhur kepada BPD Aceh beberapa waktu yang lalu.
Maksud awal dari pemberian peran yang lebih besar kepada legislatif dalam menentukan arah kebijakan pemerintahan tidak lain adalah untuk meminimalisir penyelewengan yang dilakukan oleh eksekutif dalam menentukan arah atau melaksanakan sebuah kebijakan.
Tapi dengan mentalitas tikus pejabat dan politikus Indonesia yang rata-rata terkenal rakus sejak dahulu kala. Tentu saja yang dipikirkan oleh mayoritas pejabat maupun politikus yang terlibat dalam menyusun kebijakan untuk daerah bukanlah apa yang terbaik untuk daerah, tapi apa yang terbaik yang bisa dilakukan untuk pemerataan rezeki diantara eksekutif dan legislatif beserta kroni-kroninya.
Akhirnya maksud dan semangat awal dari perubahan inipun menjadi jauh panggang dari api. Rakyat yang menjadi pemberi mandat tertinggi, majikan yang menggaji para pejabat dan politikus itu malah dijadikan komoditi oleh para pesuruh dan pelayannya sendiri.
Begitulah dengan pola baru pembagian kekuasaan ini, posisi legislatif sekarang menjadi sangat penting dan strategis. Para pejabat tidak bisa menggoalkan ambisi mereka tanpa persetujuan legislatif. Maka belakangan kitapun menyaksikan fenomena baru dalam setiap pelantikan anggota legislatif baru. Fenomena baru itu adalah banyaknya pejabat yang berusaha mendekat dan menjilat anggota legislatif yang baru.
Seperti juga di daerah lain, fenomena yang sama juga terjadi di Aceh Tengah. Setelah resmi terpilih menjadi anggota DPRK, banyak wajah-wajah baru yang akan menduduki kursi empuk dewan terhormat itu yang mulai didekati dan dijilat-jilat oleh para pejabat di kabupaten ini. Yang paling aktif melakukan penjilatan itu biasanya adalah pejabat-pejabat karatan yang sudah lama malang melintang dalam percaturan birokrasi pemerintahan. Yang menjadi sasaran adalah para wajah baru di parlemen yang meskipun banyak mendapat dukungan tapi masih tergagap-gagap ketika tiba-tiba memperoleh kekuasaan.
Salah satu pejabat yang paling sibuk dan paling aktif dalam usaha menjilat calon anggota DPRK yang sudah resmi terpilih adalah Drs. H. Albar, mantan camat Bebesen yang sekarang menjabat kepala dinas Sosial Aceh Tengah, otak di balik penjualan lahan dan mesjid panti asuhan Budi Luhur. Yang sembunyi ketakutan ketika rombongan mahasiswa Gajah Putih yang dipimpin oleh Iwan Bahagia mendemo bupati memprpotes penjualan lahan dan mesjid Panti Asuhan itu.
Berkaitan dengan adanya pelantikan anggota DPRK Aceh Tengah kemarin, seorang pengurus Partai Aceh yang saya kenal cukup baik menceritakan kepada saya. Menjelang pelantikan kemarin, Albar yang bergelar haji dan mengaku yatim sejak kecil tapi menurut laporan sebuah LSM menilap uang jatah harian anak-anak yatim yang tinggal di Panti Asuhan Budi Luhur, mulai mendekati salah satu calon anggota terpilih yang mewakili Partai Aceh. Kepada si anggota DPRK terpilih ini Albar menawarkan hadiah satu setel jas untuk dipakai waktu pelantikan kemarin.
Seperti kata ungkapan terkenal dalam dunia politik "tidak ada musuh dan teman abadi, yang ada hanyalah kepentingan yang abadi" sehingga meskipun di masa konflik dulu Albar adalah salah satu orang yang sangat anti dengan orang-orang yang sekarang berada di Partai Aceh, tapi ketika saat ini arah angin berubah, Albar yang cerdas dan ber-IQ tinggi ini dengan cepat memahami, sosok mana yang harus dia dekati demi melanggengkan kepentingannya yang abadi.
Menurut pengamatan saya dan juga pengurus Partai Aceh yang saya ajak bicara ini. Sosok anggota DPRK ini dipilih Albar untuk dijilat karena Albar yang sosoknya mengingatkan kita pada HARMOKO, menteri penerangan legendaris di masa orde baru dulu ini, karena Albar tahu betapa strategisnya posisi Partai Aceh di pemerintahan Aceh saat ini. Sehingga bukan tidak mungkin saat pemilihan ketua DPRK nanti, sosok yang sedang berusaha dia jilat inilah yang akan terpilih menjadi ketua. Jadi kalau sosok ini berhasil dia jilat, segala kebijakan yang berdasarkan'ide' dan 'kreatifitas' Albar seperti 'kreatifitasnya' saat mengusulkan pada Bupati untuk menjual Panti Asuhan Budi Luhur dulu akan mudah dilaksanakan.
Untungnya, menurut pengurus Partai Aceh ini, si anggota terpilih yang pernah lama tinggal di Bali itu menolak menerima tawaran Albar karena khawatir ada konsekwensi yang harus dibayar dari 'budi baik' yang ditawarkan Albar.
Albar sendiri hanyalah satu dari banyak pejabat yang berperilaku serupa. Karenanya saya yakin, tawaran-tawaran seperti itu yang ditujukan kepada anggota DPRK terpilih bukan hanya datang dari Albar seorang saja.
Kemudian, anggota DPRK Aceh Tengah terpilih juga tidak semuanya bermental seperti anggota Partai Aceh di atas. Banyak anggota DPRK Aceh tengah terpilih yang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif memang murni karena alasan 'bisnis' dan 'perut' semata. Sama sekali bukan demi kepentikan konstituen yang dia wakili.
Salah satu anggota DPRK Aceh Tengah terpilih yang dilantik kemarin yang banyak disorot oleh para mantan aktivis tahun 1998 dulu adalah anggota DPRK yang bernama Ikwanussufa yang mewakili Demokrat. Para mantan aktivis tahun 1998 dulu banyak yang mengatakan bahwa Ikhwanussufa yang saya kenal cukup baik ini sebagai sosok yang oportunis dan tidak punya pendirian, sangat mudah berpaling pada yang mampu memberinya peluang kekuasaan.
Saya sendiri tidak tahu mengenai pribadi Ikhawanussufa sejauh itu, tapi melihat rekam jejaknya sangat mungkin apa yang dikatakan para mantan aktivis ini memang begitu adanya. Saya sendiri masih mengingat apa yang dikatakan oleh Ikhwanussufa saat demo Referendum di Aceh Tengah dulu. Ketika itu Ikhwanussufa inilah yang memunculkan ide untuk menjadikan Tgk. Ilyas Leubee menjadi pahlawan nasional. Saya menduga dia akan menjadi politikus yang bergabung di Partai Aceh, Tapi sekarang dia justru berada di kubu Demokrat.
Jadi, maksud saya menulis ini bukanlah menyerang pribadi Drs. H. Albar atau Ikhwanussufa, mereka hanya jadi contoh kasus saja. Tapi maksud saya menuliskan ini adalah, dengan adanya pelantikan anggota DPRK yang baru lalu. Marilah kita sebagai masyarakat Aceh tengah dan yang berada jauh di luar Aceh Tengah tapi tetap memiliki kepedulian terhadap tanoh Gayo, tanoh warisan endatu kita untuk terus membuka mata lebar, mengawasi setiap gerak langkah dan mengkritisi setiap kebijakan yang akan ditelurkan oleh para anggota DPRK yang baru ini.
Karena perilaku para pejabat dan politikus yang mengutamakan untuk mengenyangkan perut sendiri ini bisa dikurangi hanya dengan cara menghidupkan elemen demokrasi keempat yaitu PERS.
Dan yang lebih menarik lagi, PERS sekarang bukan hanya media resmi yang untuk wilayah Aceh tengah juga sudah berhasil dikebiri oleh Pemda dengan cara memberi 'budi baik' kepada para wartawannya. Sekarang blog dan publikasi di milis dan facebookpun bisa mempengaruhi opini publik.
Malah khusus untuk Aceh Tengah, orang Gayo sekarang mengalami lompatan quantum dalam penerimaan informasi. Orang Gayo yang memiliki akses informasi sangat rendah karena tidak suka membaca koran, kini malah sangat familiar dengan internet.
Ini bisa terjadi karena orang Gayo memiliki karakter khas 'unung-unung'. Karakter itu membuat orang Gayo rata-rata tidak mau kalah dengan teman dan kolega soal kecanggihan Handphone yang mereka punya. Orang gayo bahkan yang tinggal di tengah kebun kopi di Weh Ni Konyel sanapun malu jika punya handphone yang tidak memilik fasilitas internet.
Begitulah, karakter orang Gayo yang sering dipandang rendah dan dianggap sebagai sikap negatif ini justru memberi efek positif. Dengan perilaku yang baru ini, informasi yang disampaikan melalui media internet justru lebih efektif dibanding koran. Kalau ingin menyampaikan ide kepada orang Gayo sekarang, jauh lebih efektif melalui internet ketimbang koran.
Jadi sebenarnya para pejabat dan politikus Aceh Tengah rugi membayar dan mengumpani para wartawan cetak untuk dijadikan corong, karena koran hanya memiliki oplag yang tidak lebih dari 200 eksemplar untuk seluruh Aceh Tengah dan Bener Meriah, pembacanyapun ya cuma kalangan pemda. politikus, kolega dan keluarga mereka sendiri. Sehingga untuk kasus ini, wartawannya kenyang, pejabat dan politikusnya nggak dapat apa-apa.
Seharusnya kalau Pemda mau 'mengumpani' wartawan, yang diumpani itu Khalisuddin dan Win Ruhdi Bathin yang disangka banyak orang adalah nama asli saya. Karena mereka berdua wartawan untuk media online, yang pengaruh tulisannya terhadap pembentukan opini masyarakat Aceh Tengah jauh lebih terasa (he he he...sori rinen)
Jadi karena menyampaikan ide melalui media internet kepada orang Gayo terbukti efektif, mulai hari ini marilah kita mulai untuk mengamati setiap gerak langkah para anggota DPRK terpilih yang baru dilantik ini dalam menjalankan tugasnya dan mari kita tuliskan setiap kejanggalan dan kebijakan 'ajaib' yang mereka rencanakan.
Wassalam
Win Wan Nur
www.winwannur.blog.com
www.winwannur.blogspot.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar