Sabtu, 14 Februari 2009

Pemaksaan Atas Dasar Cinta yang Menyebalkan dan Merusak

Sangat sering saya melihat dan mengalami sendiri pemaksaan berdasarkan rasa Cinta. Pemaksaan berdasarkan alasan ini sangat menyebalkan karena si pemaksa merasa apapun yang dilakukan berdasarkan niat baik dan ketulusan apalagi CINTA pasti akan baik pula hasilnya. Padahal pemaksaan model ini seringkali pada akhirnya merusak, baik itu merusak si pemaksa maupun yang dipaksa.

Pemakasaan model ini yang paling sering terjadi adalah pemaksaan berdasarkan rasa cinta yang dilakukan orang tua terhadap anaknya. Pemaksaan itu bentuknya bermacam-macam, mulai dari memaksakan pemilihan pakaian, memaksakan pemilihan jurusan di sekolah dan kuliah, memaksakan pemilihan prosesi anak sampai yang paling parah memaksakan pemilihan pasangan hidup anaknya.

Yang lebih menyebalkan, seringkali pemaksaan itu disertai dengan ancaman mulai dari yang pasif dengan mengumbar kelemahan semacam "kalau kamu tidak menuruti ibu, nanti sakit jantung ibu bisa kumat" diikuti dengan yang aktif semacam "awas nanti kamu bisa kualat kalau tidak menuruti nasehat orang tua", biasanya ancaman begini dikeluarkjan oleh para orang tua yang di masa kecilnya banyak diracuni cerita semacam Malin Kundang dan sejenisnya, sampai ke yang hiper aktif yang mengumbar ancaman nyata semacam "kalau kamu tidak mengikuti nasehat bapak, kamu boleh pergi dari rumah ini" atau "kamu bukan anak bapak lagi", atau "kamu tidak akan bapak beri warisan".

Orang tua semacam ini biasanya memang sangat mencintai anaknya, tapi terperangkap dalam situasi uniknya sendiri yang dia alami di lingkungannya baik saat ini dan terutama di masa mudanya. Dia tidak sadar kalau situasi unik yang dia alami itu sifatnya cuma 'terberi'. Hadir begitu saja di lingkungannya.

Seperti yang saya tulis dalam tulisan sebelumnya, ketika'yang terberi' itu diabaikan, maka selalu saja diasumsikan bahwa yang terberi itu sifatnya universal. Mereka berfikir 'saya manusia dan anak saya juga manusia'..., maka 'kalau ini bagus buat saya jelas ini juga bagus buat anak saya'. Orang tua semacam ini tidak pernah mau tahu kalau gaya berpakaian zaman sekarang sudah berbeda dengan zaman di masa dia muda, mereka tidak pernah mau tau kalau minat dan bakat anaknya belum tentu sama dengan minat dan bakatnya, mereka tidak pernah mau tau kalau profesi yang dia anggap hebat di masa mudanya sekarang sudah jadi profesi semenjana bahkan mereka tidak pernah mau tau kalau selera terhadap pasangan hidup anaknya juga berbeda dengan seleranya.

Yang jelas dengan memaksakan pendapat dan keinginannya pada anak yang dia cintai, Orang tua semacam ini sudah merasa berbuat baik, merasa berpahala pada Tuhan dan telah memberikan yang terbaik bagi buah hatinya.

Pemaksaan semacam ini sering berkahir seperti yang diinginkan orang tua, si anak hanya bisa manut dan makan hati sampai tua. Tapi kadang juga berakhir sebaliknya, si anak yang dipaksa memberontak dan melawan keinginan orang tua, memusuhi dan membenci orang tuanya, kadang si anak jatuh ke jeratan narkoba sampai yang paling parah si anak bunuh diri, seperti yang digambarkan Sophia Coppola dalam filmnya 'Virgin Suicide' yang salah dibintangi antara lain oleh Kirsten Dunst. Atau di film Indy- buatan Singapura 'I Not Stupid'.

Pemaksaan berdasarkan cinta ini juga kadang terjadi dalam hubungan romantis, tapi untuk pemaksaan berdasarkan cinta jenis ini jarang sekali berakhir sukses. Lalu ada juga karena preferensi agama bahkan budaya, pemaksaan berdasarkan rasa cinta dengan alasan terakhir, belakangan saya lihat marak di milis-milis yang saya ikuti, pelakunya siapa lagi kalau bukan Kosasih, serinen saya yang lahir dan besar di Jawa.

Kosasih yang orang Gayo ini merasa hidupnya begitu nyaman, tentram dan berbudaya sejak dia mengadopsi tata nilai, moralitas dan kearifan lokal budaya Jawa. Karenanya Kosasih yang mengaku sangat mencintai Gayo tanah nenek moyangnya dan kami semua orang Gayo sernennya ini untuk meninggalkan segala nilai, moralitas dan kearifan lokal budaya Gayo kami yang dia pandang demikian rendah. Untuk diganti atau setidaknya dimodifikasi menjadi mirip nilai, moralitas dan kearifan lokal budaya Jawa seperti yang dia anut. Karena dalam pandangannya tata nilai, moralitas dan kearifan lokal budaya Jawa begitu tinggi, agung dan Adi luhung sehingga tidak ada yang menandingi di bumi nusantara ini.

Apa yang ditunjukkan Kosasih ini mengingatkan saya pada apa yang saya saksikan di tahun 2005, ketika seorang teman yang saya kenal saat saya tinggal di Bandung mengundang saya untuk menghadiri "kesaksian" di gereja Lembah Pujian yang terletak di jalan Nangka Utara Bali.

Teman saya ini adalah seorang keturunan Cina asal Malang yang selalu gelisah karena merasa ada sesuatu yang kosong dalam jiwanya, yang dia simpulkan sendiri itu adalah kekosongan spiritual. Untuk mengisi kekosongan itu dia bermaksud mengisinya dengan mengimani sebuah agama. Tapi selama yang saya tahu, teman saya ini tidak pernah puas dengan ajaran agama yang dianutnya, karena itulah dia terus mencari. Dari 5 agama resmi yang diakui pemerintah di negara ini, hanya Islam yang belum pernah dimasuki teman saya ini. Karena pengalaman buruk berkaitan dengan Islam yang dia alami di masa lalu, sejak awal teman saya ini memutuskan untuk menghindari Islam sebagai sebuah alternatif untuk mengisi kekosongan jiwanya.

Teman saya ini terlahir dari orang tua etnis Cina asal Bali yang entah bagaimana ceritanya bisa menganut hindu malah punya kasta Weisya. Latar belakang orang tuanya yang seperti ini membuat teman saya ini lahir sebagai Hindu juga dan mendapat nama Gusti sebagai nama depan sebagai penanda kastanya. saat tumbuh dewasa dia merasa tidak puas dengan agama Hindu yang sedemikian mengikat dan begitu banyak aturan dan upacara yang harus dipenuhi, menurut teman saya ini Hindu tidak Universal karena itu dia meninggalkannya. Lalu dia beralih ke Buddha, agama ini sempat dia anut beberapa lama dan diapun merasa tenang dengannya, tapi kemudian dia kembali merasa hampa, karena menurutnya Buddha terlalu mengawang-awang sampai-sampai tidak boleh ada keinginan. Dia kemudian beralih ke Katolik, agama ini dia anut cukup lama dan diapun merasakan ketenangan di dalamnya.

Teman saya ini bisa merasa akrab dengan saya karena dia tahu kalau sayapun senang mempelajari agama-agama lain di luar agama yang saya yakini. Dia pikir sayapun seperti dia, melakukannya karena saya juga merasa ada sesuatu yang kosong dalam jiwa saya. Padahal yang terjadi pada saya justru sebaliknya, saya sudah sangat puas dengan agama yang saya anut dan melalui agama yang saya anut pula saya mampu secara utuh mengisi kebutuhan spiritual dalam jiwa saya. Saya mempelajari agama lain hanya semata karena ditarik oleh rasa penasaran saja. Jadi berbeda dengan teman saya itu yang ketika mempelajari sebuah agama ikut masuk secara emosional dalam tata nilai dan doktrin yang ada di dalamnya, saya mempelajari agama-agama lain dengan mentalitas seperti seorang antropolog yang ambigu terhadap materi yang diamatinya, memahami kenapa orang percaya, kenapa orang meyakini agamanya tapi saya sendiri sama sekali tidak terlibat secara emosional di dalamnya.

Lagi-lagi seperti yang pernah saya katakan sebelumnya, karena orang cuma bisa berpikir dalam batas pengalamannya sendiri saja, teman saya inipun begitu juga. Bisa jadi karena dia punya pengalaman buruk dengan agama yang saya anut lalu memiliki pandangan negatif pula terhadapnya, dia pikir sayapun begitu terhadap agama saya, karena itulah saya mencari.

Saat dia menganut Katolik dia merasa begitu tenang dan diapun ingin membagi ketenangan yang dia dapatkan itu kepada saya. Katanya melalui pengamatannya, saya adalah salah seorang yang jiwanya gelisah. Sampai hari ini saya tidak pernah tahu, apa dasar pengamatannya itu dan entah menggunakan metode apa, saya juga tidak tahu. Yang jelas atas pengamatan yang dia buat sendiri dan dia yakini sendiri, lalu diapun membuat solusi sendiri pula atas apa yang dia simpulkan sebagai masalah saya itu. Maka sayapun diajarinya do'a 'Novena Salam Maria' dan dihadiahi sebuah palang salib yang disebut Rosario. Karena menurut teman saya ini kedua hal itulah yang memberi ketenangan pada jiwanya.

Tapi belakangan, teman saya ini juga merasa tidak puas dengan Katolik yang terlalu kaku, tapi dia sudah sangat percaya pada kasih Yesus yang menurutnya satu-satunya juru selamat yang bisa menyelamatkan seluruh umat manusia dan dia sendiri sudah merasakannya, menurutnya sensasi yang dia dapatkan saat mendapatkan kasih Yesus terasa berbeda dengan pengalaman-pengalaman sebelumnya. Karena itulah ketika kembali berpindah agama, dia tetap memilih Kristen, tapi kali ini Kristen Protestan. Aliran yang dia pilih adalah aliran Kharismatik, aliran kristen Protestan yang paling giat melakukan penginjilan alias penyebaran agama kristen. Aliran ini didukung oleh tiga gereja, Bethany, Tiberias dan Pantekosta. Teman saya ini bergabung dengan gereja Bethany.

Suatu waktu, saya diajak oleh teman saya ini menghadiri sebuah acara 'kesaksian' yang diselenggarakan sebuah organisasi sosial kecil dengan didukung oleh Gereja tempat teman saya ini bernaung. Mereka mengadakan sebuah acara pertunjukan massal yang dibuka untuk umum. Acara ini didukung oleh musisi-musisi papan atas negeri ini seperti Rio Febrian, Glenn Fredly, Saba Brothers dan banyak lagi dan ditambah beberapa pesohor lain seperti Ari Wibowo. Untuk menarik banyak pengunjung, acara gratis yang diselenggarakan di lapangan Sabuga ini diiklankan besar-besaran di seantero Kota Bandung. Tapi dalam iklan itu sama sekali tidak disebutkan kalau acara ini adalah sebuah acara dakwah kristen.

Pada hari 'H', pengunjung acara ini luar biasa banyak sampai membludak, dan acaranya memang keren abis. Berbagai lagu ditampilkan oleh para penyanyi terkenal itu dalam kualitas tinggi yang diiringi dengan musik yang juga sama bagusnya. lagu yang dinyanyikan dalam acara ini adalah lagu-lagu terkenal yang di beberapa bagian liriknya diganti dengan kata "Yesus", "Kasih Tuhan", "Gembalamu" dan sejenisnya. Ini mengingatkan saya pada sebuah episode "South Park" yang berjudul "Christian Rock".

Mendengar keanehan lagu yang ditampilkan, beberapa cewek berjilbab di samping saya terlihat gelisah. Rupanya mereka merasa tertipu menghadiri acara gratis yang ternyata adalah media penyebaran agama secara terselubung ini. Cewek-cewek di samping saya semakin gelisah ketika pembawa acara mengajak seluruh pengunjung meneriakkan 'haleluyah'.

Cewek-cewek berjilbab ini semakin gelisah ketika acara musik ini diselingi dengan acara kesaksian dari seorang artis ganteng dan terkenal, Ari Wibowo, yang mengaku terlahir sebagai orang Islam tapi hidupnya terus merasa gelisah, padahal selama ini dia hidup bergelimang uang dan ketenaran. Sampai suatu waktu dia bermimpi mendengar sebuah suara yang penuh otoritas yang menyebutkan AMSAL yang merupakan salah satu nama surat dalam Perjanjian Baru (saya lupa ayat berapa dan juga redaksinya). Yang jelas menurut Ari Wibowo saat itu dia tidak pernah tahu apa itu Amsal, karena dia sama sekali tidak pernah belajar mengenai keimanan Kristen. Dia menceritakan dengan lidah cadelnya pengalaman masa kecilnya dulu sewaktu dia di Jerman, di sana Kristen adalah agama dominan, Islam di sana tidak dianggap, apalagi Ari Wibowo berasal dari negara semenjana, dia sama sekali tidak dianggap di kelasnya. Menurut Ati Wibowo, di sekolahnya di jerman dulu, memang ada pelajaran agama kristen, tapi karena saat itu dia muslim, maka setiap dikelasnya berlangsung pelajaran itu, dia dan beberapa temannya yang lain yang juga muslim asal Turki dipersilahkan bermain di luar kelas.

Tapi karena menurut Ari Wibowo suara yang dia dengar itu begitu jelas. Saat mengatakan itu Ari sempat memamerkan suara dan gaya bencong yang menurutnya kalau seperti itu tidak mungkin suara Tuhan, tapi suara yang dia dengar ini penuh otoritas, karenanya dia yakin itu suara Tuhan. Karena yakin itu suara Tuhan, Ari Wibowo kemudian mencari tahu dan mendapati kalau Amsal itu adalah nama sebuah surat dalam alkitab. Diapun mencari alkitab itu dan menemui memang apa yang dalam mimpinya persis tertulis di sana. Sejak saat itu menurut Ari Wibowo dia menjadi terpacu mengenal Yesus lebih dalam dan diapun mendapatkan ketenangan dalam hidupnya. Di panggung, Ari Wibowo yang dikenal sebagai aktor laga ini juga sempat memamerkan beberapa jurus tae Kwon do-nya. Dan menurutnya apa yang dia pamerkan itu tidak baik dan bertentangan dengan keimanan kristen yang menyuruh umatnya menyodorkan pipi kanan saat pipi kiri ditampar. Karena itulah menurut Ari Wibowo, sejak dia menganut kristen, dia tidak pernah lagi menerima tawaran bermain di sinetron laga.

Cewek-cewek berjilbab di samping saya bertambah gelisah dan memilih keluar, ketika kemudian kesaksian Ari Wibowo diikuti dengan kesaksian seorang warga asing berkulit putih dalam bahasa inggris yang diterjemahkan oleh pembawa acara dengan penuh semangat. Si bule ini mengisahkan kesaksiannya yang sembuh dari sebuah penyakit ganas saat dia berdoa dan mengingat Yesus sedemikian khusyuknya dan kemudian melihat cahaya dan seolah Yesus sendiri menghampirinya. Dia sembuh dari penyakit itu dan bisa bersaksi di sini, padahal saat itu dokter telah memvonis kalau umurnya tinggal beberapa hari lagi.

Dari Bandung saya pindah ke Bali, sementara teman saya ini kembali ke Malang, di Malang dia semakin dalam terikat dengan iman kekristenannya mulai melibatkan diri dalam aktivitas kekristenan.

Tahun 2005, di Bali, tepatnya di Hotel Conrad, Tanjung Benoa diadakan sebuah konferensi kreasionis kristen sedunia. Konferensi ini diselenggarakan oleh sebuah organisasi yang menolak segala teori ilmiah yang bertentangan dengan alkitab. Sasaran utama mereka tentu saja Teori Evolusi. Teman saya ini hadir diacara ini sebagai utusan dari gereja Bethany Malang.

Karena tahu saat itu saya tinggal di Bali, teman saya ini lagi-lagi mengundang saya untuk mengikuti salah satu rangkaian kegiatan ini yang mirip seperti yang saya ikuti di Sabuga, beberapa tahun sebelumnya. Kali ini yang menjadi EO acaranya adalah model terkenal Tracy Trinita. Cuma bedanya kali ini acaranya diadakan bukan di sebuah gedung untuk umum tapi di gereja Lembah Pujian seperti yang saya ceritakan di atas.

Gereja lembah pujian ini adalah salah satu pusat penyebaran kristen di Bali. Terletak di sebuah lembah yang luas dengan bangunan megah yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas semacam poliklinik untuk pengobatan gratis, klinik bersalin gratis dan bahkan gereja ini sering membagikan sembako gratis kepada siapa saja tanpa membedakan agamanya, yang penting bagi mereka orang mau datang berkunjung ke gereja itu dan tentu saja mendengarkan sedikit informasi tentang Kasih Yesus yang menenangkan. Gereja ini juga sangat terkenal di luar Bali, saya tahu itu ketika saya bertemu dengan salah seorang teman saya yang lain yang juga aktivis gereja yang sering mengirimi saya berbagai SMS yang mempromosikan kasih Yesus. Menurut teman saya ini Gereja Lembah Pujian adalah bukti kuasa Yesus, gereja itu bisa tegak berdiri di tengah masyarakat yang dinaungi kuasa jahat, penuh dengan berbagai teluh dan sihir.

Saya tiba di Lembah Pujian agak terlambat. Saat saya datang acara sudah dimulai, dan seperti di Sabuga, di gereja inipun pengunjungnya membludak. Tapi bedanya di sini sepertinya pengunjungnya semuanya kristen, kebanyakan berwajah timur seperti wajah Ambon, Kupang atau Flores, ada juga cina dan Jawa. Hampir tidak ada orang Bali.

Saat saya tiba, pintu gereja sudah ditutup. Untuk bisa masuk ke dalam, saya menelpon teman saya tersebut dan diapun datang dengan ditemani Tracy Trinita dan memperkenalkan si model ini pada saya dan lalu mengajak saya masuk.

Saat masuk, saya lihat keadaan dalam gereja ini tidak kalah dengan bagian luarnya. Gedung gereja ini dilengkapi dengan akustik ruangan yang sangat bagus sehingga suara nyanyian dan musik di dalam ruangan tidak menggema.

Acara di gereja ini tidak berbeda dengan yang saya saksikan di sabuga, ada nyanyian lagu-lagu Pop terkenal yang liriknya 'dikristenkan'. Saat saya masuk, penyanyi di panggung sedang menyanyikan "who Let the dogs out" yang liriknya diganti dengan "Jesus our saviour" sehingga berbunyi Jesus our Saviour..woof woof woof. Di acara ini juga ada kesaksian, yang lagi lagi oleh Ari Wibowo dengan cerita dan nada serta pamer gerakan Tae Kwon Do, persis seperti yang pernah saya lihat di Sabuga.

Yang membedakannya di acara ini juga ada pidato seorang profesor asal Amerika yang menjelaskan perjuangannya untuk memaksa pemerintah USA untuk memasukkan pelajaran tentang kreasionisme ke dalam kurikulum pelajaran IPA di sekolah-sekolah di sana.

Tapi yang paling menarik perhatian saya adalah kesaksian seorang Kristen asal Jawa Barat yang dulunya memeluk Islam. Si kristen mantan Islam ini dalam kesaksiannya menangis begitu sedihnya sampai mencucurkan air mata.

Menurut pengakuannya, air matanya itu adalah air mata bahagia bercampur kesedihan. Dia bahagia karena merasa sejak menganut Kristen, sejak dia menjadikan Yesus sebagai juru selamatnya, hidupnya terasa begitu indah, begitu tenang dan dia merasakan kenikmatan spiritual begitu sempurna, karenanya dia merasa sangat beruntung.

Dia merasa sedih karena menurutnya dia juga sangat mencintai orang tua dan keluarganya yang lain. Tapi orang-orang yang dia cintai itu semua terperangkap dalam kuasa gelap, tersesat dan jauh dari kasih Yesus. Menurut pengakuannya, selama ini dia sudah berusaha sekuat tenaga untuk membawa orang tuanya untuk ikut menerima Yesus sebagai juru selamat dan mendapatkan kehidupan yang indah, tenang serta merasakan kenikmatan spiritual yang sempurna. Tapi alih-alih diterima, orang tuanya yang dengan keras kepala bertahan dalam kekafiran dan dalam pengaruh kuasa gelap malah marah dan mengusirnya. Dia sendiri sama sekali tidak sedih diusir orang tuanya, tapi yang disedihkannya adalah bagaimana orang-orang yang dia cintai itu nanti akan disiksa di neraka dan tidak dapat mencapai bapa karena tidak mengakui Tuhan Yesus yang baik sebagai juru selamatnya.

Tampaknya si orang kristen mantan islam ini sangat menghayati sebuah ayat dari surat Matius yang berbunyi "tiada yang dapat mencapai Bapa kecuali melaluiNya (Yesus)". Melalui penghayatannya yang mendalam, penuh kepasrahan dan tanpa tanya, tampaknya si mantan muslim ini juga telah merasakan suatu arus rasa yang sangat manis dan indah luar biasa secara estetis yang dalam tradisi hindu (yang kemudian diserap secara konseptual oleh bahasa Indonesia juga) disebut rasa.
Bahasa Sansekerta menyebutnya sebagai 'akhandaika-rasa' yang dalam bahasa inggris didefinisikan sebagai 'unbroken uniflow of sweetness'.

Saya sangat memaklumi rasa bahagia yang dialami si mantan muslim itu, karena 'Akhandaika-rasa' itu memang satu pengalaman puncak, 'Akhandaika-rasa' itu
seperti cinta yang benar-benar cinta yang memang tidak banyak orang yang mengalami serta merasakannya. Banyak orang yang kawin, tapi tidak banyak yang
bisa menikmati sejenis akhandaika-rasa dari cinta yang eksis di dalam perkawinan mereka.

Yang menjadi masalah dalam kesaksian si mantan muslim itu adalah ketika dia menjelaskan perasaannya atas 'unbroken uniflow of sweetness' itu sebagai BUKTI atas kasih Tuhan Yesus dan bahkan sebagai BUKTI atas eksistensi Tuhan Yesus yang disambut teriakan puji Tuhan oleh pembawa Acara dan diikuti oleh pengunjung lainnya.

Padahal 'akhandaika-rasa' itu betul-betul universal yang bisa dirasakan melalui musik, filsafat, agama, ketaatan, pelatihan SQ-nya Ary Ginanjar dan lain sebagainya. Bukan hanya kristen, agama atau isme apapun yang mengharuskan pengikutnya untuk menghayati ajaran agama atau ismenya, tanpa tanya, tanpa menggunakan akal sebagai sandaran tapi betul-betul hanya percaya pada TEXT yang dipercayai berasal dari Tuhan tapi dipahami berdasarkan kacamata manusia yang menjadi pemimpinnya juga pasti akan merasakan 'unbroken uniflow of sweetness' ini.

Inilah sebabnya banyak aliran-aliran sesat yang aneh-aneh bisa muncul, pemimpin aliran ini biasanya punya kemampuan untuk mengeksplorasi perasaan pengikutnya sehingga membuat umatnya merasakan 'akhandaika-rasa', ketika orang yang menjadi umatnya itu berhasil mendapatkannya. Tidak jarang umat yang telah merasakan 'unbroken uniflow of sweetness' ini sampai rela menyerahkan istrinya untuk ditiduri ketua alirannya, kadang pengalaman atas rasa ini menjadi aksi yang merusak kanan kiri. Bahkan ada yang saking larutnya sampai rela mengorbankan jiwanya.

Begitulah si mantan muslim yang membuat kesaksian di Lembah Pujian ini, dia merasa 'akhandaika-rasa' yang dia dapatkan karena rasa yakin dan percayanya kepada Yesus itu adalah bukti kasih Tuhan Yesus dan bahkan sebagai BUKTI atas eksistensi Tuhan Yesus. Dan hanya dengan cara seperti yang dia lakukan itulah siapaun juga bisa merasakan 'akhandaika-rasa' alias 'unbroken uniflow of sweetness'.

Dia sama sekali tidak bisa lagi melihat betapa banyak nilai-nilai kebaikan dan kemanusiaan universal dalam Islam, agama yang dianut orang tuanya. Baginya apa yang dianut oleh orang tuanya itu adalah ajaran sesat yang menjauhkan orang tuanya dari kasih Yesus yang demikian indah sehingga orang tuanya tidak akan pernah mencapai bapa di surga dan orang tua yang dia cintaipun akan terjerumus ke dalam neraka.

Kosasih serinen saya yang lahir dan besar di Jawa inipun tampaknya telah merasakan yang namanya 'unbroken uniflow of sweetness' dalam budaya Jawa. Dan seperti si mantan Muslim di lembah Pujian itu, Kosasihpun merasa kenikmatan seperti itu hanya bisa dirasakan melalui penerimaan terhadap segala tata nilai, moralitas dan kearifan lokal budaya Jawa.

Karena itulah Kosasihpun dengan rasa cintanya yang besar terhadap kami orang Gayo serinennya, seperti si mantan muslim yang sekuat tenaga berusaha mengkristenkan orang tuanya. Kosasihpun demikian, karena besarnya rasa cintanya terhadap Gayo, diapun berusaha dengan segala cara agar kami orang Gayo meninggalkan segala unsur kegayoan kami segala tata nilai, moralitas dan kearifan lokal budaya kami dan menggantinya dengan tata nilai, moralitas dan kearifan lokal budaya Jawa.

Apa yang dilakukan Kosasih belakangan ini di berbagai milis dan juga dipraktekkan oleh orang-orang yang sekelompok dengannya, persis sama seperti yang dilakukan si Kristen yang mantan muslim yang saya ceritakan di atas. Orang-orang di kampung-kampung Gayo dibuat merasa rendah diri dengan budayanya sendiri. Secara halus orang Gayo dipaksa mengganti tata nilai, moralitas dan kearifan lokal budayanya dengan tata nilai, moralitas dan kearifan lokal budaya Jawa.

Bagi orang Gayo yang tidak mengenal budaya Gayo dengan baik dan merasa minder terhadap budaya Jawa, seperti Ari Wibowo yang minder jadi orang Islam di Jerman. Ajakan Kosasih ini tentu akan mudah mereka terima. Tapi bagi orang Gayo seperti saya yang sangat mengenal, menghormati dan menghargai budaya Gayo warisan Muyang Datu saya.

Saya tentu saja merasa sebal dan terganggu dengan aksi merusak yang dilakukan Kosasih atas dasar CINTA ini. Karena itulah belakangan ini kepada Kosasih saya mulai bersikap seperti orang tua si Kristen mantan Muslim tadi. Meminta bahkan memaki Kosasih supaya dia tidak mengusik budaya kami dan menyuruhnya tinggal diam duduk manis dan menikmati keindahan dan adi luhungnya budaya Jawanya.


Wassalam

Win Wan Nur

2 komentar:

Iwan Kurniawan mengatakan...

Yth Mas Win Wan,

Bukan membela dan bukan pula memaksakan atas opini saya pribadi tapi ungkapan dan tulisan dibawah tentang identitas PKS sebagai keikutsertaan mereka dalam budaya arab, sama sekali salah, analisis yang dangkal dan tidak mendasar.

Tulisan dibawah lebih banyak menitik beratkan pada kedengkian sepihak atas kelompok dan lebih bersifat menjatuhkan secara politis yang tidak pragmatis. Menjatuhkan bukan sekedar kelompok yang namanya pengikut PKS tapi lebih ke ISLAM dan ajaran ISLAM tentang kewajiban berjilbab bagi Perempuan dan Sunnah Berjenggot bagi kaum laki2.

Tidak ada hubungannya antara sikap poltik maupun pemikiran dan cara bertindak diindentikan dengan suatu budaya yang menjadi dasar dalam melakukan manuver manuver dalam kebihdupan politik sehari hari dalam diri PKS.

Saya pribadi bukan kader PKS dan seorang muslim tapi saya tahu maksud dan tujuan dan cikal bakal PKS ketika bermula bernama PK sekitar 1998-1999 didirikan atas sebuah kemurnian dan niat luhur untuk menjadikan Islam lebih terlihat manis dalam berpolitik dan bersosial dalam suatu masyarakat yang cerdas. Dimana PKS sendiri timbul dari para intelektual muda yang muak atas sikap berpolitik kaum tua dan nasionalis kiri maupun kanan yang hipokrit atas pernyataan dan perbuatan mereka.

Semoga saja tulisan-tulisan dibawah tidak sekedar diforward tapi dicerna dan dipikirkan sebelum layak untuk dipublikasikan dan circular ke berbagai pihak

Thanks and Regards

Iwan Kurniawan

Time mengatakan...

Mas Iwan... apa benar PKS dulu waktu bernama PK didorong oleh para intelektual muda. Bukannya PK dulu di-driven oleh para asatidznya yang merupakan bagian dari pergerakan Ikhwanul Muslimin di Indonesia? Gerakan anak muda inilah yang selama ini menjadi jualan PKS, padahal mereka dikendalikan oleh orang2 tua (ustadz-ustadz) yang fatwanya tak bisa dibantah...
Revolusi Iran memang dilakukan oleh para pemuda dan mahasiswa, namun otaknya adalah Khomeini dan ulama-ulama....