Ketika seorang anak mengalami penyakit kudis di kepala, bagaimana cara orang tua menghadapinya?.
Pertama, untuk menghindari konflik dengan si anak karena si anak tidak tahan rasa sakit dan menangis meraung-raung kalau kudisnya disentuh, si orang tua memilih mengobati kudis di kepala dengan membiarkan rambut di kepala si anak menghalangi pengobatan, dengan resiko kudis itu tidak akan sembuh sempurna.
Atau cara kedua memilih sedikit berkonflik dengan si anak dengan cara mencukur habis rambut si anak di bagian kepala yang berkudis yang akan membuat penyakit kudis itu bisa diobati sampai sembuh sempurna dengan resiko berkonflik dengan si anak yang meraung-raung kesakitan saat rambut di bagian kepalanya yang berkudis dicukur.
Banyak orang tua yang karena besarnya rasa sayang, tidak tega melihat raungan anaknya yang kesakitan, menghindari konflik kecil dan memilih memelihara penyakit seperti itu. Mereka memilih memberikan pengobatan yang hanya mengurangi sedikit rasa sakit tapi tidak bisa mengobati kudis ini sampai tuntas. Pilihan seperti ini sekilas terlihat paling bijaksana karena membuat si anak senang, tapi resikonya, kudis yang tidak diobati dengan sempurna itu perlahan-lahan akan meluas dan akhirnya akan meneginfeksi seluruh kulit kepala yang akan membuat si anak akan sangat menderita. Pada akhirnya, kalau mereka tidak mau anaknya menderita seumur hidup, mereka pun terpaksa harus mau berkonflik besar dengan si anak karena harus mencukur seluruh bagian kepala yang semuanya telah ditumbuhi kudis.
Perilaku menghindari konflik kecil seperti yang ditunjukkan oleh orang tua dalam menghadapi masalah seperti yang saya gambarkan dalam ilustrasi di atas adalah perilaku umum yang dapat kita temui dalam setiap masyarakat di belahan dunia manapun, dalam menghadapi masalah apapun.
Di Indonesia, dulu (bahkan sampai sekarang) kita mengenal hantu bernama SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan), yang tabu untuk diomongkan.
Men-tabu-kan pembicaraan atau diskusi yang menyangkut SARA ini, sekilas terlihat di permukaan mampu meredam konflik antar masyarakat yang sedemikian majmuk.
Pada kenyataannya, pelarangan ini sama saja dengan memelihara kudis di kepala. Di permukaan, pelarangan ini memang berhasil menghindarkan masyarakat dari 'konflik-konflik kecil'. Padahal 'konflik-konflik kecil' ini sebenarnya berguna untuk mengobati kudis sebelum penyakit itu meluas menginfeksi seluruh bagian kepala. Tapi karena dilarang untuk didiskusikan, maka masalah SARA yang tabu didiskusikan ini seolah terselesaikan padahal inti permasalahannya sama sekali tidak hilang.
Seperti kudis di kepala yang tidak tuntas tersembuhkan, masalah SARA yang tabu dibicarakan itupun terendapkan, terakumulasi sedikit demi sedikit, tanpa disadari semakin lama semakin membesar dan pada saatnya ketika tekanan sudah sedemikian besar, masalah itu pun meledak menjadi konflik besar secara fisik yang berdarah-darah seperti yang kita saksikan terjadi di Ambon dan di Poso.
Dalam skala yang lebih kecil, di Aceh, men-Tabu-kan pembicaraan soal SARA telah membuat akumulasi kekecewaan suku-suku minoritas terhadap suku Aceh yang mayoritas, membesar. Kekecewaan yang membesar inilah yang telah memunculkan ide pembentukan provinsi baru ALA dan ABAS yang terpisah dari provinsi Aceh.
Apa yang terjadi terhadap pemerintahan Orde Baru yang anti kritik juga sama.
Pemerintahan pada masa itu sangat alergi terhadap segala konflik kecil-kecil. Pada masa itu semua kritik yang ditujukan kepada pemerintah ditanggapi secara berlebihan, sehingga ketika semuanya terakumulasi, meledaklah sebuah konflik besar yang menjatuhkan pemerintahan Soeharto.
Pola yang sama juga dapat kita saksikan pada kejatuhan ekonomi Amerika beberapa waktu yang lalu.
Dulu Amerika adalah negara yang sangat produktif sehingga mereka bisa menjadi kekuatan utama ekonomi dunia. Ini bisa terjadi karena dibandingkan eropa dan jepang mereka sedikit sekali mengalami kerusakan pasca Perang Dunia II. Situasi ini membuat mereka bisa leluasa mengembangkan industrinya, sehingga lebih dari separuh barang produksi yang ada di pasar dunia pada masa itu disumbangkan oleh Amerika.
Industri mobil Amerika, Ford, Chrysler dan GM waktu itu nyaris tanpa pesaing, begitu juga dengan industri baja, mesin manufaktur, aluminium, pesawat dan sebagainya. Situasi ini membuat lebih dari separuh transaksi mata uang Global ada dalam mata uang DOLLAR AMERIKA.
Situasi perekonomian yang nyaman ini membuat masyarakat Amerika menjadi masyarakat yang konsumtif, perlahan-lahan mereka menjadi sangat konsumtif dan semakin konsumtif.
Sementara itu negara-negara lain pun mulai menata ekonominya, tanpa disadari oleh orang Amerika sendiri, sedikit demi sedikit kekuatan ekonomi Amerika sudah tidak lagi sedominan pasca perang dunia II dulu. Tanpa disadari oleh banyak orang Amerika, peta ekonomi dunia berubah. Eropa, Jepang, Korea, India, bahkan Cina dan lain-lain telah tumbuh menjadi kekuatan ekonomi baru. Industri Amerika tidak lagi sedigjaya dulu, untuk mobil misalnya, sekarang dunia malah lebih akrab dengan merk Toyoya, Nissan, Honda dan berbagai merk Jepang lainnya bahkan KIA dan Hyundai yang nota bene merk Korea, ketimbang Chevrolet, Ford dan merk-merk Amerika lainnya yang dulu pernah sangat dominan dalam pasar otomotif dunia.
Situasi ini membuat AMERIKA sekarang bukan lagi negara PRODUSEN seperti setalah PD II dulu, tapi sebaliknya sekarang mereka adalah negara KONSUMEN, defisit perdagangan mereka 800 MILYAR DOLLAR PER TAHUN, pertumbuhan rata-rata impor rata-rata tiga kali lipat pertumbuhan rata-rata ekspor.
Ketika dulu presiden Bush naik menggantikan Clinton, Ekonomi AS dibangunnya atas paradigma besar pasak daripada tiang. Perdagangan luar negeri mereka mengalami defisit, tapi APBN mereka terus meningkat bahkan mereka mampu membiayai perang di Iraq yang berlangsung bertahun-tahun. Perang yang sebulannya menghabiskan biaya 10 Milyar Dollar.
Sementara itu masyarakat Amerika sendiri sudah terlanjur nyaman dengan perilaku konsumtifnya. Pada akhirnya dari yang dulunya merupakan masyarakat paling produktif, masyarakat Amerika telah berubah menjadi masyarakat yang paling konsumtif di dunia. Bahkan ekonomi Amerika sangat bertumpu pada konsumsi, tanpa adanya konsumsi yang tinggi, ekonomi Amerika langsung mati.
Tapi karena minimnya produksi, orang Amerika yang konsumtif jadi tidak bisa lagi menabung. Tingkat tabungan masyarakat Amerika sangat rendah. Banyak rumah tangga Amerika memiliki utang rumah tangga yang lebih besar dari penghasilan yang mereka dapatkan per bulan.
Lalu selama ini bagaimana Amerika mampu membiayai ekonominya yang boros itu? jawabnya ya sama seperti yang dilakukan oleh warga negaranya, yaitu BERUTANG. Mereka menerbitkan beragam surat utang, entah itu pemerintah atau juga swasta. Surat-surat utang ini kemudian dibeli oleh investor dari berbagai belahan dunia, jaminannya apa?...Reputasi Amerika sendiri yang berdasarkan pada kepercayaan bahwa Amerika memiliki fundamen ekonomi yang kuat. Solusi mengatasi masalah ekonomi seperti disebut dengan ekonomi gelembung alias 'Bubble Economy'.
Pemerintah Amerika tidak mau sedikit berkonflik dengan masyarakatnya (atau lebih tepat disebut ketakutan tidak akan dipilih lagi) dengan cara mendidik mereka untuk kembali produktif dan mengurangi perilaku konsumtif.
Sikap pemerintah Amerika ini persis sama seperti sikap orang tua yang tidak tahan mendengar raungan anaknya ketika rambut dibagian kulit kepalanya yang berkudis dicukur untuk bisa diobati secara tuntas.
Seperti ditulis Budiarto Shambazy di kolom politika Kompas 7-oktober 2008 silam, pada tanggal 22 Maret 2007, melihat ketidakberesan sektor keuangan di Amerika, Obama dalam kapasitasnya sebagai senator pernah menyurati Gubernur The Fed, Ben Bernanke dan Menkeu Henry Paulson, dalam suratnya Obama meminta mereka berdua untuk mengadakan KTT kepemilikan rumah dengan Bank, Investor, Lembaga pemberi kredit dan lembaga perlindungan konsumen. Tapi dua pejabat penting itu tidak mengindahkan surat Obama.
Hasil perilaku seperti ini apa?...BENCANA keruntuhan ekonomi Amerika yang memicu krisis global sebagaimana kita saksikan beberapa waktu yang lalu.
Seperti dalam politik dan ekonomi, dalam kehidupan beragama pun efek yang ditimbulkan oleh perilaku menghindar dari 'konflik' kecil seperti ini juga sama.
Dalam kehidupan beragama, kadang-kadang kita dihadapkan pada sekelompok orang yang memaksakan kehendak dan memaksakan penafsirannya sendiri terhadap teks-teks agama dan menuduh orang yang berbeda pandangan dengan cap buruk yang macam-macam.
Di Aceh contohnya, orang-orang semacam ini sudah mulai berani menunjukkan diri terang-terangan. Di negeri saya ini, mereka misalnya memonopoli ruang opini di media massa dan dengan angkuhnya mengancam setiap orang yang berani menuliskan opini berbeda.
Akibat adanya ancaman semacam ini, ketika terjadi pemerkosaan yang dilakukan oleh WH beberapa waktu yang lalu, banyak intelektual Aceh yang tidak berani beropini di media lokal untuk menghantam inti permasalahan yang membuat tragedi ini terjadi.
Pasca terjadinya Tragedi Langsa tersebut, saya membaca sebuah tulisan di sebuah media cetak nasional yang sangat objektif memandang masalah itu. Penulisnya adalah seorang perempuan berjilbab yang jelas beragama Islam.
Membaca tulisannya, saya bertanya kepada penulis artikel ini, "kenapa tidak mengirimkan tulisan yang sama ke media lokal?",
"nggak bisa bang, kalau yang seperti ini kita tulis di media lokal, besoknya akan datang berhamburan berbagai opini yang menyebut kita kafir, murtad, anti islam sampai menghalalkan darah kita" jawabnya dengan nada miris. Begitulah situasi di Aceh sekarang.
Di aceh, sebenarnya perilaku sekelompok orang ini jelas sudah sangat mengganggu. Tapi para intelektual Aceh seolah kehilangan akal dalam menghadapi perilaku mereka yang mau menang sendiri itu.
Padahal situasi seperti ini sebetulnya tidak terlalu sulit untuk dihadapi.
Untuk menghadapi perilaku sekelompok orang yang suka memaksakan kehendak dan pemikiran ini, caranya cukup dengan membuka 'konflik' kecil dengan menantang mereka beradu gagasan terhadap masalah yang tidak mereka sepakati. Biarkan mereka menyumpah-nyumpah dan memaki-maki dan biarkan masyarakat luas yang menilai argumen-argumen dalam debat ini.
Tapi sayangnya banyak kalangan dalam masyarakat Aceh, dengan alasan menjaga ukhuwah islamiyah dan tidak ingin ada pertentangan di antara saudara seiman, tidak menginginkan adanya adu opini semacam ini, mereka lebih memilih bersikap sabar, mendiamkan, mentolerir dan membiarkan perilaku fasis yang dipraktekkan sekelompok orang ini.
Dengan bersikap fasif untuk menghindar dari konflik seperti itu, kalangan ini merasa telah bersikap netral dan merasa telah berbuat adil sesama saudara seiman.
Mereka seolah menutup mata dan seperti tidak menyadari kalau perilaku orang-orang yang suka memaksakan kehendak dan pemikiran yang mereka biarkan ini, padahal sebenarnya perilaku yang ditunjukkan oleh orang-orang yang suka memaksakan kehendak dan pemikiran ini sudah pada taraf yang sangat berbahaya karena sudah sampai pada tahap ancam-mengancam (secara fisik), mengkafirkan dan memurtadkan umat Islam lain.
Dengan memilih sikap 'netral' seperti ini, tanpa mereka sadari, kalangan yang tidak mau repot dan suka memilih 'jalan aman' ini sebenarnya sedang bersikap persis seperti orang tua yang tidak tahan mendengar raungan anaknya sebagaimana saya ceritakan dalam ilustrasi di atas. Dengan memilih sikap 'netral' seperti ini, mereka sebenarnya sedang bersikap seperti Soeharto dan pemerintah Amerika yang mendewakan stabilitas dan sangat anti terhadap setiap 'konflik' kecil yang sebenarnya perlu ada untuk menghindari terjadinya konflik besar yang berpotensi menyebabkan kerusakan besar pula.
Kalau melihat doktrin agamanya, sebenarnya terjadinya pembiaran Sikap yang ditunjukkan sebagian kalangan dalam masyarakat Islam ini terasa janggal dan sangatlah aneh. Hal ini terasa aneh karena dalam agama Islam, umatnya tidak pernah diajarkan untuk "Memberikan Pipi Kiri saat Pipi Kanan ditampar"
Sebelum bibit-bibit konflik ini terakumulasi menjadi BENCANA konflik besar secara fisik yang berdarah-darah, pembiaran semacam ini harus cepat diakhiri.
Dalam situasi sekarang, sangatlah bijaksana kalau kita membiarkan bahkan kalau perlu memulai 'konflik-konflik' kecil dengan orang-orang yang suka memaksakan kehendak dan pemikiran ini dalam bentuk DISKURSUS alias DEBAT INTELEKTUAL. Kalau orang-orang yang suka memaksakan kehendak dan pemikiran ini terus menghindar (dari DISKURSUS alias DEBAT INTELEKTUAL), kita pun tidak perlu ragu untuk mengikuti 'aturan permainan' yang mereka buat, kalau cara seperti itu memang diperlukan.
Ini perlu kita lakukan supaya kudis yang masih sedikit ini tidak menjalar menginfeksi seluruh kulit kepala. Kita harus tega mencukur rambut dibagian kepala yang berkudis itu, biarkan si anak meraung-raung sebentar, tapi setelah itu kudis di kepalanya bisa diobati sampai sembuh total.
Wassalam
Win Wan Nur
Orang Aceh suku GAYO beragama ISLAM
Kamis, 25 Februari 2010
Intelektual Dalam TEMPURUNG ; Sebuah Tanggapan Untuk T. Kemal Fasya
Tulisan ini adalah tanggapan terhadap tulisan Teuku Kemal Fasya ng dia beri judul "Loper Koran Menggugat Perguruan Tinggi" http://www.facebook.com/note.php?note_id=314921442010&comments#!/notes/teuku-kemal-fasya/loper-koran-menggugat-perguruan-tinggi/315168529758
***
Dalam perjalanan hidup saya, saya cukup beruntung mengenal seorang sosok luar biasa bernama bapak Irman Syarkawi, arsitek yang merancang puncak gedung Menara BNI sekaligus membangun Menara BNI 46 yang pernah (bahkan mungkin masih) menjadi gedung tertinggi di Indonesia, bentuk puncak gedung ini yang unik sekarang telah menjadi ciri khas lansekap kota Jakarta.
Pada rancangan awalnya, sebenarnya bentuk dari puncak menara BNI tersebut tidaklah seperti itu. Awalnya di puncak gedung tersebut di rencanakan dibangun sebuah helipad dengan satu buah tiang logam bulat di tengahnya. Rancangan awal ini dibuat oleh satu kelompok arsitek asal Perancis.
Perusahaan milik Pak Irman memenangkan tender pembangunan puncak gedung ini. Sebelum memulai pengerjaan gedung tersebut, semua kontraktor, termasuk beliau diundang oleh pemilik proyek untuk terlibat di dalam sebuah rapat perencanaan.
Dalam rapat tersebut Pak Irman yang memenangkan tender pengerjaan puncak gedung tersebut yang merasa terganggu melihat bentuk rancangan menara itu, secara terbuka mengkritik bentuk puncak gedung dalam rancangan arsitek Perancis yang tender pengerjaannya beliau menangkan tersebut.
"Kalau ini kita bangun menurut rancangan ini, dari kejauhan menara ini akan terlihat sangat konyol, gedung ini akan tampak seperti sebuah kotak dengan lidi yang ditusukkan di puncaknya, lalu kalau membangun Helipad di sampingnya juga akan sangat berbahaya, dengan adanya hembusan angin, baling-baling helikopter sangat mungkin akan menghantam tiang baja tersebut", kata Pak Irman dalam rapat tersebut.
Mendapat kritik seperti itu, wajah ketua tim arsitek asal Perancis itu naik darah dan menantang, "kalau menurut kamu itu lucu, memangnya kamu punya ide seperti apa bentuk yang lebih bagus", tantangnya.
Ditantang secara terbuka seperti itu, Pak Irman sempat kelabakan ditantang seperti itu, seccara kebetulan waktu itu di atas meja tergeletak sebuah Pena. Terinspirasi oleh bentuk pena tersebut, beliau membuat sebuah rancangan sederhana di kertas rapat tersebut dan menunjukkannya kepada semua orang yang menghadiri rapat dan semua yang menghadiri rapat tersebut pun langsung merasa lebih sreg dengan rancangan Pak Irman. Bahkan si ketua tim arsitek asal Perancis ini pun dengan sportif mengakui kalau rancangan Pak Irman jauh lebih baik dibandingkan rancangan yang mereka buat dan pemilik proyek pun langsung meminta rancangan awal itu untuk diganti.
Setelah itu, Pak Irman pun mematangkan rancangan yang beliau tunjukkan dalam rapat tersebut dan jadilah gedung BNI 46 dengan bentuk seperti yang kita kenal sekarang.
Kaitan cerita ini dengan tulisan Kemal yang saya komentari ini adalah; Pak Irman Syarkawi, arsitek yang merancang puncak Gedung BNI 46 ini bukanlah seorang Insinyur apalagi bergelar magister apatah lagi seorang doktor di bidang Teknik. Beliau 'hanya' tamatan sebuah STM di Bukit Tinggi Sumatera Barat sana. Berbekal pendidikan STM, beliau mengembangkan kemampuan Tekniknya secara otodidak. Selain membangun menara BNI beliau juga pernah dipercaya merancang dan membangun sebuah hanggar pesawat terbang di Hongkong. Beliau juga membangun kanal pengendali Banjir di bawah kawah Galunggung, setelah beberapa kontraktor sebelumnya seperti Bakrie dan beberapa kontraktor asing menyerah, tidak sanggup untuk menyelesaikan proyek tersebut.
Bukan hanya di bidang Teknik Sipil, Pak Irman Syarkawi juga punya keterampilan yang mumpuni dalam bidang Teknik mesin dan Teknik Kimia, beliau telah merancang dan membangun banyak mesin untuk pabrik-pabrik yang tersebar di berbagai tempat di Indonesia dan luar negeri. Pak Irman Syarkawi pada akhir tahun 90-an, juga mempelopori penggunaan per keong dengan merk "ALL S" yang dirancang dan beliau produksi untuk membuat mobil Jeep dan kendaraan niaga senyaman sedan. Tapi karena karya ini tidak dipatenkan, kemudian banyak yang menirunya, dan entah kebetulan atau bukan, sekarang mobil-mobil non sedan buatan Toyota dan Daihatsu seperti Avanza dan Xenia semuanya telah dilengkapi per keong yang angat mirip dengan rancangan Pak Irman pada akhir tahun 90-an dulu.
Kemampuan beliau dalam pengusaan ilmu-ilmu Teknik banyak mengundang kekaguman dari dalam dan luar negeri. Atas rekomendasi dari orang yang mengagumi kemampuan beliau, Pak Irman Syarkawi pernah beberapa kali ditawari gelar Doctor Honoris Causa oleh beberapa universitas ternama di luar negeri, tapi beliau selalu menolaknya, karena menurut beliau gelar seperti itu sama sekali tidak membuat kemampuan beliau bertambah.
Dalam sebuah bincang-bincang di kantor beliau, Pak Irman pernah menceritakan kepada saya tentang kekecewaannya terhadap kualitas Insinur-insinyur lulusan Indonesia. Menurut Pak Irman, para Insinyur lulusan Indonesia yang pernah beliau pekerjakan, kebanyakan hanya jago dalam hal hapalan saja. Mereka hanya mampu menghadapi masalah-masalah yang ada dalam teori. Padahal kenyataannya di lapangan, seringkali masalah yang dihadapi adalah sama sekali baru. Misalnya saat mengerjakan proyek Galunggung, cerita Pak Irman. Satu kali saat mengebor terowongan terlihat ada gas yang menyembur di dalam tanah. Secara teori, dalam menghadapi situasi seperti itu kita harus mundur dan mengevaluasi komposisi gas tersebut dengan sebuah alat khusus yang harganya sangat mahal dan sulit didapat. Insinyur-insinyur Indonesia terpaku pada teori itu tanpa bia berbuat apa-apa lagi, logika mereka tidak berjalan. Sementara Pak Irman yang besar di lapangan, menghadapi situasi seperti ini,logikanya sangat cepat bermain.
"Yang ingin kita ketahui dari gas ini bukanlah komposisi detailnya, tapi yang ingin kita ketahui apakah gas tersebut berbahaya atau tidak", cerita Pak Irman pada saya.
Jadi untuk mengetahui berbahaya atau tidaknya gas ini, Pak Irman membeli sepasang burung merpati dalam sangkar dan memasukkan burung tersebut ke dalam tempat yang dipenuhi gas itu selama dua hari. Ketika dalam dua hari Pak Irman mendapati burung tersebut masih hidup dan malah sempat bertelur, beliau langsung menyimpulkan gas itu tidak berbahaya dan pengerjaan proyek pun dilanjutkan, nyaris tanpa hambatan berarti sampai selesai.
Kalau cerita Kemal ini kita gabungkan dengan kisah yang diceritakan Pak Irman, memang faktanya benar seperti Kemal katakan, KAMPUS seringkali hanya bisa memproduksi manusia yang hanya mampu berpikir dalam sebuah KOTAK SEMPIT atau TEMPURUNG. Sementara dunia nyata ini adalah dunia dengan tingkat keacakan dan ketidak pastian yang tinggi. Masalah-masalah di dunia nyata seringkali datang dalam bentuk kejutan-kejutan yang membutuhkan solusi spontan. Karena itulah, ketika dilemparkan ke dunia nyata, seringkali intelektual dengan nilai akdemis tinggi yang diproduksi di kampus-kampus dalam jum;lah ribuan setiap tahunnya seringkali kebingungan sendiri menghapi masalah-masalah yang tidak ada dalam KOTAK SEMPIT atau TEMPURUNG yang mereka diami.
Di Indonesia ini sebagaimana dalam segala hal, pendidikan formal seringkali hanya dihargai sebatas kulit luarnya. Tidak sedikit orang menempuh pendidikan formal hanya untuk bisa memamerkan gelar tanpa masyarakat bisa mendapat manfaat dari pengetahuan yang mereka dapatkan dari pendidikan itu.
Di negeri ini, gelar akademis menjadi semacam alat untuk membentuk masyarakat feodal baru, di Indonesia (terlebih di ACEH) banyak orang yang ingin dihormati karena gelar akademisnya, bukan karena kemampuannya dalam sebuah debat intelektual, orang-orang semacam ini suka memaksakan pandangan agar orang mau menilai KUALITAS ARGUMEN dari gelar orang yang bicara, bukan atas logika yang dibangun.
Yang lebih konyol pola seperti ini juga menular ke kalangan non kampus.
Contohnya pola yang sama seperti cerita di atas juga bisa kita saksikan pada penulis-penulis muda Aceh yang berbasis pesantren yang tergabung dalam sebuah kelompok yang mereka namakan CADS (Center for Aceh Development Strategy) dan IPSA (Ikatan Penulis Santri Aceh) yang baru merasakan euforia tulisannya dimuat di media massa terbitan lokal. Keputusan redaktur media lokal untuk memuat tulisan mereka secara reguler membuat anak-anak muda berbasis pesantren ini besar kepala dan menganggap remeh semua orang yang berbeda pandangan dengan mereka. Lalu sebagaimana para akademisi kampus anak-anak muda berbasis pesantren ini pun menuntut untuk dihormati karena jumlah tulisannya yang dimuat di media lokal, bukan atas kemampuannya membangun logika dalam sebuah debat intelektual.
Berdasarkan pengalaman saya menghadiri berbagai konferensi di dalam dan luar negeri, saya mendapati, biasanya orang-orang semacam ini selalu merasa besar di dalam kalangannya sendiri tapi langsung mengkeret ketika dilemparkan ke lingkungan lain. Saya pikir inilah efek dari yang disebut Kemal sebagai "sikap narsis, sok hebat, tapi hanya di kandang"
Mungkin ini pula sebabnya tidak banyak dosen asal Aceh yang tulisannya dimuat di media massa kelas nasional, bahkan sejujurnya dosen asal kampus-kampus yang ada di Aceh yang sering saya baca buah pikirannya secara reguler di media massa nasional, hanya TEUKU KEMAL FASYA seorang.
Wassalam
Win Wan Nur
***
Dalam perjalanan hidup saya, saya cukup beruntung mengenal seorang sosok luar biasa bernama bapak Irman Syarkawi, arsitek yang merancang puncak gedung Menara BNI sekaligus membangun Menara BNI 46 yang pernah (bahkan mungkin masih) menjadi gedung tertinggi di Indonesia, bentuk puncak gedung ini yang unik sekarang telah menjadi ciri khas lansekap kota Jakarta.
Pada rancangan awalnya, sebenarnya bentuk dari puncak menara BNI tersebut tidaklah seperti itu. Awalnya di puncak gedung tersebut di rencanakan dibangun sebuah helipad dengan satu buah tiang logam bulat di tengahnya. Rancangan awal ini dibuat oleh satu kelompok arsitek asal Perancis.
Perusahaan milik Pak Irman memenangkan tender pembangunan puncak gedung ini. Sebelum memulai pengerjaan gedung tersebut, semua kontraktor, termasuk beliau diundang oleh pemilik proyek untuk terlibat di dalam sebuah rapat perencanaan.
Dalam rapat tersebut Pak Irman yang memenangkan tender pengerjaan puncak gedung tersebut yang merasa terganggu melihat bentuk rancangan menara itu, secara terbuka mengkritik bentuk puncak gedung dalam rancangan arsitek Perancis yang tender pengerjaannya beliau menangkan tersebut.
"Kalau ini kita bangun menurut rancangan ini, dari kejauhan menara ini akan terlihat sangat konyol, gedung ini akan tampak seperti sebuah kotak dengan lidi yang ditusukkan di puncaknya, lalu kalau membangun Helipad di sampingnya juga akan sangat berbahaya, dengan adanya hembusan angin, baling-baling helikopter sangat mungkin akan menghantam tiang baja tersebut", kata Pak Irman dalam rapat tersebut.
Mendapat kritik seperti itu, wajah ketua tim arsitek asal Perancis itu naik darah dan menantang, "kalau menurut kamu itu lucu, memangnya kamu punya ide seperti apa bentuk yang lebih bagus", tantangnya.
Ditantang secara terbuka seperti itu, Pak Irman sempat kelabakan ditantang seperti itu, seccara kebetulan waktu itu di atas meja tergeletak sebuah Pena. Terinspirasi oleh bentuk pena tersebut, beliau membuat sebuah rancangan sederhana di kertas rapat tersebut dan menunjukkannya kepada semua orang yang menghadiri rapat dan semua yang menghadiri rapat tersebut pun langsung merasa lebih sreg dengan rancangan Pak Irman. Bahkan si ketua tim arsitek asal Perancis ini pun dengan sportif mengakui kalau rancangan Pak Irman jauh lebih baik dibandingkan rancangan yang mereka buat dan pemilik proyek pun langsung meminta rancangan awal itu untuk diganti.
Setelah itu, Pak Irman pun mematangkan rancangan yang beliau tunjukkan dalam rapat tersebut dan jadilah gedung BNI 46 dengan bentuk seperti yang kita kenal sekarang.
Kaitan cerita ini dengan tulisan Kemal yang saya komentari ini adalah; Pak Irman Syarkawi, arsitek yang merancang puncak Gedung BNI 46 ini bukanlah seorang Insinyur apalagi bergelar magister apatah lagi seorang doktor di bidang Teknik. Beliau 'hanya' tamatan sebuah STM di Bukit Tinggi Sumatera Barat sana. Berbekal pendidikan STM, beliau mengembangkan kemampuan Tekniknya secara otodidak. Selain membangun menara BNI beliau juga pernah dipercaya merancang dan membangun sebuah hanggar pesawat terbang di Hongkong. Beliau juga membangun kanal pengendali Banjir di bawah kawah Galunggung, setelah beberapa kontraktor sebelumnya seperti Bakrie dan beberapa kontraktor asing menyerah, tidak sanggup untuk menyelesaikan proyek tersebut.
Bukan hanya di bidang Teknik Sipil, Pak Irman Syarkawi juga punya keterampilan yang mumpuni dalam bidang Teknik mesin dan Teknik Kimia, beliau telah merancang dan membangun banyak mesin untuk pabrik-pabrik yang tersebar di berbagai tempat di Indonesia dan luar negeri. Pak Irman Syarkawi pada akhir tahun 90-an, juga mempelopori penggunaan per keong dengan merk "ALL S" yang dirancang dan beliau produksi untuk membuat mobil Jeep dan kendaraan niaga senyaman sedan. Tapi karena karya ini tidak dipatenkan, kemudian banyak yang menirunya, dan entah kebetulan atau bukan, sekarang mobil-mobil non sedan buatan Toyota dan Daihatsu seperti Avanza dan Xenia semuanya telah dilengkapi per keong yang angat mirip dengan rancangan Pak Irman pada akhir tahun 90-an dulu.
Kemampuan beliau dalam pengusaan ilmu-ilmu Teknik banyak mengundang kekaguman dari dalam dan luar negeri. Atas rekomendasi dari orang yang mengagumi kemampuan beliau, Pak Irman Syarkawi pernah beberapa kali ditawari gelar Doctor Honoris Causa oleh beberapa universitas ternama di luar negeri, tapi beliau selalu menolaknya, karena menurut beliau gelar seperti itu sama sekali tidak membuat kemampuan beliau bertambah.
Dalam sebuah bincang-bincang di kantor beliau, Pak Irman pernah menceritakan kepada saya tentang kekecewaannya terhadap kualitas Insinur-insinyur lulusan Indonesia. Menurut Pak Irman, para Insinyur lulusan Indonesia yang pernah beliau pekerjakan, kebanyakan hanya jago dalam hal hapalan saja. Mereka hanya mampu menghadapi masalah-masalah yang ada dalam teori. Padahal kenyataannya di lapangan, seringkali masalah yang dihadapi adalah sama sekali baru. Misalnya saat mengerjakan proyek Galunggung, cerita Pak Irman. Satu kali saat mengebor terowongan terlihat ada gas yang menyembur di dalam tanah. Secara teori, dalam menghadapi situasi seperti itu kita harus mundur dan mengevaluasi komposisi gas tersebut dengan sebuah alat khusus yang harganya sangat mahal dan sulit didapat. Insinyur-insinyur Indonesia terpaku pada teori itu tanpa bia berbuat apa-apa lagi, logika mereka tidak berjalan. Sementara Pak Irman yang besar di lapangan, menghadapi situasi seperti ini,logikanya sangat cepat bermain.
"Yang ingin kita ketahui dari gas ini bukanlah komposisi detailnya, tapi yang ingin kita ketahui apakah gas tersebut berbahaya atau tidak", cerita Pak Irman pada saya.
Jadi untuk mengetahui berbahaya atau tidaknya gas ini, Pak Irman membeli sepasang burung merpati dalam sangkar dan memasukkan burung tersebut ke dalam tempat yang dipenuhi gas itu selama dua hari. Ketika dalam dua hari Pak Irman mendapati burung tersebut masih hidup dan malah sempat bertelur, beliau langsung menyimpulkan gas itu tidak berbahaya dan pengerjaan proyek pun dilanjutkan, nyaris tanpa hambatan berarti sampai selesai.
Kalau cerita Kemal ini kita gabungkan dengan kisah yang diceritakan Pak Irman, memang faktanya benar seperti Kemal katakan, KAMPUS seringkali hanya bisa memproduksi manusia yang hanya mampu berpikir dalam sebuah KOTAK SEMPIT atau TEMPURUNG. Sementara dunia nyata ini adalah dunia dengan tingkat keacakan dan ketidak pastian yang tinggi. Masalah-masalah di dunia nyata seringkali datang dalam bentuk kejutan-kejutan yang membutuhkan solusi spontan. Karena itulah, ketika dilemparkan ke dunia nyata, seringkali intelektual dengan nilai akdemis tinggi yang diproduksi di kampus-kampus dalam jum;lah ribuan setiap tahunnya seringkali kebingungan sendiri menghapi masalah-masalah yang tidak ada dalam KOTAK SEMPIT atau TEMPURUNG yang mereka diami.
Di Indonesia ini sebagaimana dalam segala hal, pendidikan formal seringkali hanya dihargai sebatas kulit luarnya. Tidak sedikit orang menempuh pendidikan formal hanya untuk bisa memamerkan gelar tanpa masyarakat bisa mendapat manfaat dari pengetahuan yang mereka dapatkan dari pendidikan itu.
Di negeri ini, gelar akademis menjadi semacam alat untuk membentuk masyarakat feodal baru, di Indonesia (terlebih di ACEH) banyak orang yang ingin dihormati karena gelar akademisnya, bukan karena kemampuannya dalam sebuah debat intelektual, orang-orang semacam ini suka memaksakan pandangan agar orang mau menilai KUALITAS ARGUMEN dari gelar orang yang bicara, bukan atas logika yang dibangun.
Yang lebih konyol pola seperti ini juga menular ke kalangan non kampus.
Contohnya pola yang sama seperti cerita di atas juga bisa kita saksikan pada penulis-penulis muda Aceh yang berbasis pesantren yang tergabung dalam sebuah kelompok yang mereka namakan CADS (Center for Aceh Development Strategy) dan IPSA (Ikatan Penulis Santri Aceh) yang baru merasakan euforia tulisannya dimuat di media massa terbitan lokal. Keputusan redaktur media lokal untuk memuat tulisan mereka secara reguler membuat anak-anak muda berbasis pesantren ini besar kepala dan menganggap remeh semua orang yang berbeda pandangan dengan mereka. Lalu sebagaimana para akademisi kampus anak-anak muda berbasis pesantren ini pun menuntut untuk dihormati karena jumlah tulisannya yang dimuat di media lokal, bukan atas kemampuannya membangun logika dalam sebuah debat intelektual.
Berdasarkan pengalaman saya menghadiri berbagai konferensi di dalam dan luar negeri, saya mendapati, biasanya orang-orang semacam ini selalu merasa besar di dalam kalangannya sendiri tapi langsung mengkeret ketika dilemparkan ke lingkungan lain. Saya pikir inilah efek dari yang disebut Kemal sebagai "sikap narsis, sok hebat, tapi hanya di kandang"
Mungkin ini pula sebabnya tidak banyak dosen asal Aceh yang tulisannya dimuat di media massa kelas nasional, bahkan sejujurnya dosen asal kampus-kampus yang ada di Aceh yang sering saya baca buah pikirannya secara reguler di media massa nasional, hanya TEUKU KEMAL FASYA seorang.
Wassalam
Win Wan Nur
Kamis, 18 Februari 2010
Konflik dan Persaingan, Bahan Bakar Peradaban
Sejarah Italia selalu dipenuhi gejolak dan konflik, mulai dari Romulus yang membunuh Remus, Lucius Tarquin membunuh Servius, Nero yang membakar Roma, mempunyai Kaisar bernama Caligula yang sakit jiwa, menunjukkan kalau Italia dibentuk oleh sejarah yang jauh dari ketenangan dan kedamaian. Sepanjang sejarahnya Italia begitu sering diserang dari kanan kiri oleh berbagai bangsa (Etruria, Galia, Kartago dan lain sebagainya). Tapi lihatlah sumbangan Italia terhadap peradaban, Italia memperkenalkan teknologi pembangunan Jalan, mendirikan bangunan luar biasa semacam Aquaduk dan Circus Maximus dan bermacam karya hebat lainnya. Italia juga melahirkan seniman renaissance Leonardo da Vinci, Michelangelo, Rafael dan Donatello yang menghasilkan karya agung lukisan perjamuan terakhir, Basilika, patung Daud dan lukisan monalisa. Italia juga melahirkan ilmuwan sekaliber Galileo Galilei.
Sementara Swiss sang tetangga yang sepanjang sejarahnya selalu tenang dan damai, apa sumbangan terbesar mereka untuk peradaban?...Coklat dan Jam Kuk Kuk.
Begitulah komentar orang Italia yang negaranya terhitung sebagai negara eropa barat yang paling miskin dan juga memiliki banyak masalah politik dan juga masalah keamanan yang berkaitan dengan Mafia yang berbanding terbalik dengan tetangga dekatnya Swiss yang kaya-raya, aman dan makmur sentosa.
Dua hari yang lalu seorang teman di facebook yang membaca notes yang kutulis dengan judul "Lembaga Penabur FITNAH bernama CADS dan Mudanya Demokrasi Aceh" http://winwannur.blogspot.com/2010/02/demokrasi-aceh-yang-masih-muda.html menulis sebuah pesan, "Indahnya hidupp bila dapat menghargai kebaikan dan keberhasilan orang lain, bukan dengan mencari kekurangan orang lain untuk direndahkan."
Saya katakan itu adalah harapan kosong yang tidak akan mungkin terjadi selama masih ada manusia di bumi, konflik dan persaingan bagaimanapun akan terjadi, pertentangan akan selalu ada.
Dalam beberapa hal, konflik dan pertentangan seperti itu jelas sangat merusak, tapi dalam hal lain tanpa adanya pertentangan peradaban akan mandeg ilmu pengetahuan dan teknologi akan stagnan, karena justru seringkali (meski tidak harus) melalui pertentanganlah banyak muncul berbagai ide yang akan memajukan peradaban, sebagaimana yang dibanggakan oleh orang-orang Italia dalam cerita di atas.
Konflik memaksa manusia menjadi kreatif, memaksa manusia untuk menggali potensi terbaik yang dia miliki agar mampu bertahan hidup. Karena itulah manusia-manusia yang selamat dari konflik kalau bukan jenis yang sangat beruntung maka biasanya dia adalah jenis manusia yang memiliki banyak keunggulan.
Para nabi, rasul dan orang-orang besar selalu muncul di tempat yang mengalami banyak konflik dan tekanan, seniman besar juga demikian, berbagai teknologi praktis yang bisa kita manfaatkan sekarang juga banyak yang dihasilkan akibat dari adanya konflik dan tekanan.
Dalam acara Kick Andy, Iwan Fals mengatakan, "Iwan Fals ada karena adanya orde baru, Iwan Fals tidak akan dikenal orang tanpa lagu-lagu legendaris macam tikus kantor, wakil rakyat, Oemar Bakri sampai Bento. Lagu-lagu legendaris itu bisa tercipta karena adanya tekanan yang dia terima dan rasakan selama pemerintahan Orde Baru."
Contoh terdekat hasil positif bagi peradaban yang bisa kita rasakan akibat adanya konflik adalah internet yang sekarang kita gunakan untuk berkomunikasi ini. Teknologi internet ini dalam masa awal perkembangannya dimaksudkan untuk keperluan militer. Teknologi ini berkembang karena karena adanya era perang dingin antara blok barat dan blok timur beberapa waktu yang lalu.
Kemudian perlu juga kita sadari bahwa semua gagasan dan teknologi karya manusia yang ada sekarang bisa dikatakan tercipta secara 'kebetulan' yang dalam bahasa agama disebut TAKDIR. Contohnya katakanlah pesawat terbang Airbus A300 dan komputer yang sekarang sedang kita gunakan. Tidak ada satu manusia pun pada beberapa ribu tahun yang lalu mempunyai gagasan untuk membuat benda seperti ini dan memfokuskan penelitiannya untuk menciptakan benda seperti ini untuk dilanjutkan dari generasi ke generasi.
Ide untuk membuat Airbus A300 dan komputer 'kebetulan' muncul ketika ide dan teknologi manusia yang terakumulasi dimulai sejak bermulanya peradaban sudah memadai untuk menciptakan alat-alat ini. Ide dan teknologi masa lalu ini pun bisa dikatakan tercipta akibat dari berbagai 'kebetulan', katakanlah misalnya mulai dari ditemukannya cara membuat api secara 'kebetulan' (saya katakan seperti ini karena sebenarnya kita bisa memulainya lebih jauh lagi entah itu dari 'kebetulan' ditemukannya bahasa atau bahkan sejak awal terciptanya jagat raya ini atau sejak saat yang sama sekali tidak pernah bisa kita bayangkan) yang kemudian membuat manusia bisa 'secara kebetulan' melebur logam, ditemukannya roda, manusia mulai bertani dan menjinakkan hewan yang pada awalnya juga sangat mungkin adalah sebuah 'kebetulan',dan seterusnya semua itu bersintesa dengan situasi dan kebutuhan yang mengikuti zaman.
Kebiasaan bertani dan beternak sendiri adalah contoh dari kreativitas yang muncul akibat tekanan situasi yang muncul akibat bertambahnya populasi sehingga cara hidup berburu dan mengumpulkan tidak lagi mampu memberi makan semua orang dan manusia pun dihadapkan pada masalah kekurangan pangan. Karena bertambahnya populasi manusia berarti juga makin berkurangnya jumlah biji-bijian di alam dan berkurangnya populasi hewan buruan (pada masa ini sangat mungkin terjadi konflik memperebutkan lahan buruan). Cara hidup baru ini pun langsung memicu berkembangnya teknologi, yaitu teknologi bertani. Manusia mulai membuat alat-alat sederhana untuk mengolah tanah, menuai dan juga merontokkan biji-bijian, serta gerabah untuk menyimpan makanan.
Berkembangnya pertanian menyebabkan hasil yang melimpah. Panen melimpah membuat manusia mempunyai waktu luang untuk tidak bekerja. Beberapa orang bahkan tak usah bekerja di ladang sama sekali, melainkan hanya bertukang membuat dan memperbaiki alat-alat pertanian. Merekalah cikal bakal para insinyur. Situasi seperti inipun membuat sebuah kelas sosial baru muncul, yaitu tenaga ahli.
Begitulah, berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi sebenarnya adalah sebuah rangkaian yang tidak terputus, sama sekali bukan satu penemuan besar yang berdiri sendiri. Ilmu pengetahuan dan teknologi hanya bisa tumbuh dan berkembang dalam sebuah peradaban yang memiliki jumlah populasi “intelektual” yang cukup besar.
Populasi “intelektual” yang cukup besar ini hanya bisa dicapai kalau sebuah negeri cukup makmur dan tidak lagi pusing memikirkan makanan.
Faktor kedua yang juga sangat penting untuk berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi adalah pertukaran ilmu antar peradaban yang hanya dimungkin dengan adanya kontak antar peradaban. Inilah yang menjelaskan kenapa daerah yang banyak berhubungan dengan peradaban luar selalu lebih maju dibandingkan dengan daerah yang terisolasi. Ini pula yang menjawab kenapa orang-orang yang tinggal di perkotaan cenderung lebih berpengetahuan ketimbang yang tinggal di pedesaan.
Pertukaran ilmu antar peradaban inilah yang menjelaskan kenapa bagian peradaban yang paling maju dari planet ini ada di UTARA tepatnya di daerah eurasia. Ini terjadi karena Eurasia memiliki daratan yang luas dan besar tanpa isolasi geografis yang berarti. Kondisi seperti ini memberikan peluang besar untuk melakukan kontak antar peradaban.
Bandingkan situasi ini misalnya dengan peradaban Mesoamerika (Aztec) yang salah satunya adalah suku Maya peradabannya sedemikian tinggi tapi karena terisolasi dari Eurasia mereka tidak pernah mengenal roda dan teknologi logam yang berkembang di Eurasia sehingga teknologi mereka tidak bisa berkembang lebih jauh.
Tidak terlalu jauh dari tempat orang Mesoamerika (Aztec) hidup juga berkembang peradaban Inca yang dikembangkan oleh suku Quechua di Andes, sebuah peradaban tinggi yang lain yang juga terisolasi. Jika peradaban Mesoamerika (Aztec) tidak terisolasi dari peradaban Inca di Andes, mungkin ceritanya akan berbeda. Jarak keduanya hanya sekitar 2000 km, tapi dataran rendah yang panas dan bergurun di Amerika Tengah, telah secara efektif memisahkan kedua peradaban ini dengan sempurna. Padahal dengan adanya ternak besar seperti llama yang dikembangkan di Andes yang sebenarnya cocok sekali dikembangkan di Mexico, tidak mustahil, peradaban Aztec akan mampu mencapai peradaban semaju di Eurasia. Hal yang sama seperti yang dialami oleh peradaban Aztec dan Inca ini terjadi pada peradaban di Sahel dan peradaban di Afrika bagian selatan yang terisolasi dengan sempurna oleh Gurun Sahara.
Jarak antara peradaban Mesoamerika (Aztec) dan peradaban Inca di Andes ini kurang lebih sama dengan jarak antara Balkan dan Mesopotamia. Tapi karena tidak ada hambatan geografis yang berarti, dalam jangka waktu 2000 tahun Balkan telah mengadopsi pertanian dan peternakan dari Mesopotamia. Alih teknologi dan pertukaran peradaban ini menyebar sampai ke negeri kita ini. Jauh sebelumnya, pada masa awal mencairnya es bahkan sangat mungkin di tempat kita inilah peradaban lebih dulu berkembang, karena memang di sinilah di daerah khatulistiwa ini terdapat tanah subur dan sinar matahari untuk bisa mengembangkan pertanian dan segala teknologi yang mengikutinya. Dasar inilah yang membuat beberapa peneliti modern percaya kalau peradaban Atlantis dalam legenda itu sebenarnya ada di negeri kita ini.
Karena hampir tidak memiliki isolasi geografis yang berarti, dalam waktu tak lama hampir seluruh Eurasia telah mengenal bertani dan beternak dengan ciri khas daerahnya masing-masing.
Penyebaran ilmu pengetahuan dan teknologi tidak selalu melalui jalan damai, tapi sangat sering juga melalui PENAKLUKAN. Melalui perdagangan atau penaklukan (konflik), teknik-teknik bertani dan beternak itu pun makin disempurnakan dan kemudian diwariskan dari generasi ke generasi dan terus menerus disempurnakan seiring dengan perubahan, suasana dan konflik dan persaingan terbaru.
Saat ini misalnya ketika umat manusia di planet ini sudah mencapai 6,5 milyar lebih. Model pertanian konvensional yang sepenuhnya mengandalkan kebaikan alam sama sekali tidak lagi memadai untuk memberi makan ke 6,5 milyar manusia itu. Situasi ini menuntut perluasan lahan pertanian dan dikembangkannya teknik-teknik pertanian baru, entah itu teknologi persilangan benih, pupuk kimia, pestisida dan berbagai teknologi alat pertanian dan juga tidak kalah penting moda transportasi untuk mendistribusikan bahan pangan.
Begitulah keadaan manusia modern saat ini, setiap peradaban manapun tidak lagi mampu berdiri sendiri. Seluruh planet ini sekarang telah terhubung dan saling bergantung satu sama lain. Situasi seperti inilah yang memunculkan kesadaran pada manusia modern akan pentingnya kebersamaan, tapi sepanjang manusia ada di bumi konflik jelas akan terus terjadi dan melalui konflik ini pun pasti akan muncul berbagai teknologi yang saat ini belum bisa kita bayangkan (seperti orang zaman dulu yang tidak bisa membayangkan internet, HP dan Pesawat terbang).
Seperti yang saya jelaskan dalam tulisan ini, peradaban itu bisa maju ketika dia banyak berinteraksi dengan peradaban lain yang membuatnya mampu menyerap banyak informasi dan pengetahuan dari peradaban lain dan mensintesanya ke dalam peradabannya sendiri.
Situasi seperti inilah yang membuat saya begitu antusias mengetahui pemerintah Aceh saat ini mengirim sampai 1300 orang untuk ke luar negeri. Meski tidak semuanya, saya sangat yakin dari jumlah sebanyak itu pasti masih banyak tersisa manusia-manusia Aceh yang tercerahkan yang membawa pengetahuan dan pengalaman baru dari tempatnya belajar untuk kemudian saling didiskusikan, diperdebatkan dan dipertentangkan untuk membangun peradaban Aceh yang gemilang.
Alasan inilah yang membuat saya menolak keras ide membuat Gayo yang eksklusif dan mengisolasi diri dengan cara membuat provinsi sendiri, karena ide ini hanya akan membuat Gayo menjadi hebat dalam tempurung kecil buatan sendiri tapi langsung remuk begitu berhadapan dengan kekuatan luar. Gayo yang mengisolasi diri tidak akan memiliki cukup orang yang memiliki banyak ide semangat besar untuk mengembangkan sebuah budaya debat dan diskusi yang memunculkan iklim persaingan untuk menuju kemajuan sebuah peradaban.
Memang di Aceh sendiri sekarang berkembang populasi orang-orang TOLOL yang SOK JAGO yang karena sempit dan kerasnya batok kepala merasa mampu hidup sendiri dan mengharamkan perbedaan. Orang-orang yang karena mengalami korslet dalam otak ini kemudian merasa diri sebagai orang yang paling beriman, yang paling mengerti dan paling dekat dengan TUHAN. Mereka menyebut orang luar sebagai kafir yang harus dimusuhi dan menyebut orang sekaumnya sendiri yang berbeda pandangan sebagai kaum PENGACAU KEIMANAN ini mau menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya, termasuk dengan menyebar fitnah kemana-mana.
Keberadaan orang-orang ini adalah sebuah dinamika yang berfungsi untuk membuat orang-orang di sekelilingnya menjadi lebih tercerahkan, meskipun mereka sendiri jelas sampai kapanpun tidak akan pernah maju kemana-mana, sampai kapanpun mereka cuma bisa menghayal dan bersitegang urat leher sambil pamer bacot besar kemana-mana.
Kita bisa mengatakan nasib mereka akan tetap seperti ini sampai musnah sendiri ditelan kemajuan, karena sejarah selalu menunjukkan kalau manusia-manusia berbacot besar semacam ini selalu sama sekali tidak konsisten antara ucapan dan perbuatan.
Contohnya sekarang saja kita lihat, mulut mereka berbuih-buih menghujat orang kafir tapi mereka sendiri menggunakan komputer dan berbagai teknologi buatan kafir untuk menyebarkan gagasan. Contoh yang lebih telak lagi yang menunjukkan kemunafikan kelompok ini adalah ketika salah seorang dari kelompok ini, seorang mantan caleg dari PKS dari daerah pemilihan Aceh Utara ( Matangkuli, blang jruen, nibong, pirak timu) dalam pemilu 2009 kemarin kan. Cuma malangnya dia tidak dipercaya oleh masyarakat sana untuk duduk di dewan.
Orang yang sekarang berstatus mahasiswa S2 di IAIN ARRANIRY pernah memfitnah pemerintah Aceh dalam tulisan http://www.facebook.com/note.php?rfa9692d4¬e_id=477156225511&comments dengan mengatakan "Jumlah pendudukan miskin naik dengan angka yang sangat fantastis " dan "mutu pendidikan yang sangat terbelakang" sementara dia sendiri hidup dari uang 1,2 juta sebulan yang merupakan beasiswa dari pemerintah yang difitnahnya. Dia menjadi Kabid sosial di lembaga bernama CADS yang berfiliasi dengan IPSA (Ikatan Penulis Santri Aceh) sebelumnya beraudiensi dengan si Nazar, wakil gubernur yang dia FITNAH itu, untuk meminta komputer dan biaya operasi lembaga tersebut. Tapi karena FITNAH-nya saya telanjangi, dia menghapus tulisan tersebut dan menggantinya dengan tulisan senada http://www.facebook.com/notes/teuku-zulkhairi/menatap-aceh-pasca-irna-catatan-harian-tgkteuku-zulkhairi/482475450511 dengan memasukkan informasi baru yang saya sampaikan.
Karena itulah ketika semakin banyak orang Aceh yang tercerahkan, saya yakin orang-orang ini akan punah dengan sendirinya, meskipun untuk sekarang kita memang harus melawan mereka, agar pondasi untuk kegemilangan peradaban Aceh di masa depan tidak dihancurkan oleh orang-orang PANTENGONG ini.
Wassalam
Win Wan Nur
Orang Aceh, Suku GAYO beragama ISLAM
www.winwannur.blog.com
www.winwannur.blogspot.com
Notes : Lebih lanjut tentang sejarah evolusi peradaban silahkan dibaca di buku - Guns, Germs, and Steel - yang ditulis oleh Jared Diamond
Sementara Swiss sang tetangga yang sepanjang sejarahnya selalu tenang dan damai, apa sumbangan terbesar mereka untuk peradaban?...Coklat dan Jam Kuk Kuk.
Begitulah komentar orang Italia yang negaranya terhitung sebagai negara eropa barat yang paling miskin dan juga memiliki banyak masalah politik dan juga masalah keamanan yang berkaitan dengan Mafia yang berbanding terbalik dengan tetangga dekatnya Swiss yang kaya-raya, aman dan makmur sentosa.
Dua hari yang lalu seorang teman di facebook yang membaca notes yang kutulis dengan judul "Lembaga Penabur FITNAH bernama CADS dan Mudanya Demokrasi Aceh" http://winwannur.blogspot.com/2010/02/demokrasi-aceh-yang-masih-muda.html menulis sebuah pesan, "Indahnya hidupp bila dapat menghargai kebaikan dan keberhasilan orang lain, bukan dengan mencari kekurangan orang lain untuk direndahkan."
Saya katakan itu adalah harapan kosong yang tidak akan mungkin terjadi selama masih ada manusia di bumi, konflik dan persaingan bagaimanapun akan terjadi, pertentangan akan selalu ada.
Dalam beberapa hal, konflik dan pertentangan seperti itu jelas sangat merusak, tapi dalam hal lain tanpa adanya pertentangan peradaban akan mandeg ilmu pengetahuan dan teknologi akan stagnan, karena justru seringkali (meski tidak harus) melalui pertentanganlah banyak muncul berbagai ide yang akan memajukan peradaban, sebagaimana yang dibanggakan oleh orang-orang Italia dalam cerita di atas.
Konflik memaksa manusia menjadi kreatif, memaksa manusia untuk menggali potensi terbaik yang dia miliki agar mampu bertahan hidup. Karena itulah manusia-manusia yang selamat dari konflik kalau bukan jenis yang sangat beruntung maka biasanya dia adalah jenis manusia yang memiliki banyak keunggulan.
Para nabi, rasul dan orang-orang besar selalu muncul di tempat yang mengalami banyak konflik dan tekanan, seniman besar juga demikian, berbagai teknologi praktis yang bisa kita manfaatkan sekarang juga banyak yang dihasilkan akibat dari adanya konflik dan tekanan.
Dalam acara Kick Andy, Iwan Fals mengatakan, "Iwan Fals ada karena adanya orde baru, Iwan Fals tidak akan dikenal orang tanpa lagu-lagu legendaris macam tikus kantor, wakil rakyat, Oemar Bakri sampai Bento. Lagu-lagu legendaris itu bisa tercipta karena adanya tekanan yang dia terima dan rasakan selama pemerintahan Orde Baru."
Contoh terdekat hasil positif bagi peradaban yang bisa kita rasakan akibat adanya konflik adalah internet yang sekarang kita gunakan untuk berkomunikasi ini. Teknologi internet ini dalam masa awal perkembangannya dimaksudkan untuk keperluan militer. Teknologi ini berkembang karena karena adanya era perang dingin antara blok barat dan blok timur beberapa waktu yang lalu.
Kemudian perlu juga kita sadari bahwa semua gagasan dan teknologi karya manusia yang ada sekarang bisa dikatakan tercipta secara 'kebetulan' yang dalam bahasa agama disebut TAKDIR. Contohnya katakanlah pesawat terbang Airbus A300 dan komputer yang sekarang sedang kita gunakan. Tidak ada satu manusia pun pada beberapa ribu tahun yang lalu mempunyai gagasan untuk membuat benda seperti ini dan memfokuskan penelitiannya untuk menciptakan benda seperti ini untuk dilanjutkan dari generasi ke generasi.
Ide untuk membuat Airbus A300 dan komputer 'kebetulan' muncul ketika ide dan teknologi manusia yang terakumulasi dimulai sejak bermulanya peradaban sudah memadai untuk menciptakan alat-alat ini. Ide dan teknologi masa lalu ini pun bisa dikatakan tercipta akibat dari berbagai 'kebetulan', katakanlah misalnya mulai dari ditemukannya cara membuat api secara 'kebetulan' (saya katakan seperti ini karena sebenarnya kita bisa memulainya lebih jauh lagi entah itu dari 'kebetulan' ditemukannya bahasa atau bahkan sejak awal terciptanya jagat raya ini atau sejak saat yang sama sekali tidak pernah bisa kita bayangkan) yang kemudian membuat manusia bisa 'secara kebetulan' melebur logam, ditemukannya roda, manusia mulai bertani dan menjinakkan hewan yang pada awalnya juga sangat mungkin adalah sebuah 'kebetulan',dan seterusnya semua itu bersintesa dengan situasi dan kebutuhan yang mengikuti zaman.
Kebiasaan bertani dan beternak sendiri adalah contoh dari kreativitas yang muncul akibat tekanan situasi yang muncul akibat bertambahnya populasi sehingga cara hidup berburu dan mengumpulkan tidak lagi mampu memberi makan semua orang dan manusia pun dihadapkan pada masalah kekurangan pangan. Karena bertambahnya populasi manusia berarti juga makin berkurangnya jumlah biji-bijian di alam dan berkurangnya populasi hewan buruan (pada masa ini sangat mungkin terjadi konflik memperebutkan lahan buruan). Cara hidup baru ini pun langsung memicu berkembangnya teknologi, yaitu teknologi bertani. Manusia mulai membuat alat-alat sederhana untuk mengolah tanah, menuai dan juga merontokkan biji-bijian, serta gerabah untuk menyimpan makanan.
Berkembangnya pertanian menyebabkan hasil yang melimpah. Panen melimpah membuat manusia mempunyai waktu luang untuk tidak bekerja. Beberapa orang bahkan tak usah bekerja di ladang sama sekali, melainkan hanya bertukang membuat dan memperbaiki alat-alat pertanian. Merekalah cikal bakal para insinyur. Situasi seperti inipun membuat sebuah kelas sosial baru muncul, yaitu tenaga ahli.
Begitulah, berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi sebenarnya adalah sebuah rangkaian yang tidak terputus, sama sekali bukan satu penemuan besar yang berdiri sendiri. Ilmu pengetahuan dan teknologi hanya bisa tumbuh dan berkembang dalam sebuah peradaban yang memiliki jumlah populasi “intelektual” yang cukup besar.
Populasi “intelektual” yang cukup besar ini hanya bisa dicapai kalau sebuah negeri cukup makmur dan tidak lagi pusing memikirkan makanan.
Faktor kedua yang juga sangat penting untuk berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi adalah pertukaran ilmu antar peradaban yang hanya dimungkin dengan adanya kontak antar peradaban. Inilah yang menjelaskan kenapa daerah yang banyak berhubungan dengan peradaban luar selalu lebih maju dibandingkan dengan daerah yang terisolasi. Ini pula yang menjawab kenapa orang-orang yang tinggal di perkotaan cenderung lebih berpengetahuan ketimbang yang tinggal di pedesaan.
Pertukaran ilmu antar peradaban inilah yang menjelaskan kenapa bagian peradaban yang paling maju dari planet ini ada di UTARA tepatnya di daerah eurasia. Ini terjadi karena Eurasia memiliki daratan yang luas dan besar tanpa isolasi geografis yang berarti. Kondisi seperti ini memberikan peluang besar untuk melakukan kontak antar peradaban.
Bandingkan situasi ini misalnya dengan peradaban Mesoamerika (Aztec) yang salah satunya adalah suku Maya peradabannya sedemikian tinggi tapi karena terisolasi dari Eurasia mereka tidak pernah mengenal roda dan teknologi logam yang berkembang di Eurasia sehingga teknologi mereka tidak bisa berkembang lebih jauh.
Tidak terlalu jauh dari tempat orang Mesoamerika (Aztec) hidup juga berkembang peradaban Inca yang dikembangkan oleh suku Quechua di Andes, sebuah peradaban tinggi yang lain yang juga terisolasi. Jika peradaban Mesoamerika (Aztec) tidak terisolasi dari peradaban Inca di Andes, mungkin ceritanya akan berbeda. Jarak keduanya hanya sekitar 2000 km, tapi dataran rendah yang panas dan bergurun di Amerika Tengah, telah secara efektif memisahkan kedua peradaban ini dengan sempurna. Padahal dengan adanya ternak besar seperti llama yang dikembangkan di Andes yang sebenarnya cocok sekali dikembangkan di Mexico, tidak mustahil, peradaban Aztec akan mampu mencapai peradaban semaju di Eurasia. Hal yang sama seperti yang dialami oleh peradaban Aztec dan Inca ini terjadi pada peradaban di Sahel dan peradaban di Afrika bagian selatan yang terisolasi dengan sempurna oleh Gurun Sahara.
Jarak antara peradaban Mesoamerika (Aztec) dan peradaban Inca di Andes ini kurang lebih sama dengan jarak antara Balkan dan Mesopotamia. Tapi karena tidak ada hambatan geografis yang berarti, dalam jangka waktu 2000 tahun Balkan telah mengadopsi pertanian dan peternakan dari Mesopotamia. Alih teknologi dan pertukaran peradaban ini menyebar sampai ke negeri kita ini. Jauh sebelumnya, pada masa awal mencairnya es bahkan sangat mungkin di tempat kita inilah peradaban lebih dulu berkembang, karena memang di sinilah di daerah khatulistiwa ini terdapat tanah subur dan sinar matahari untuk bisa mengembangkan pertanian dan segala teknologi yang mengikutinya. Dasar inilah yang membuat beberapa peneliti modern percaya kalau peradaban Atlantis dalam legenda itu sebenarnya ada di negeri kita ini.
Karena hampir tidak memiliki isolasi geografis yang berarti, dalam waktu tak lama hampir seluruh Eurasia telah mengenal bertani dan beternak dengan ciri khas daerahnya masing-masing.
Penyebaran ilmu pengetahuan dan teknologi tidak selalu melalui jalan damai, tapi sangat sering juga melalui PENAKLUKAN. Melalui perdagangan atau penaklukan (konflik), teknik-teknik bertani dan beternak itu pun makin disempurnakan dan kemudian diwariskan dari generasi ke generasi dan terus menerus disempurnakan seiring dengan perubahan, suasana dan konflik dan persaingan terbaru.
Saat ini misalnya ketika umat manusia di planet ini sudah mencapai 6,5 milyar lebih. Model pertanian konvensional yang sepenuhnya mengandalkan kebaikan alam sama sekali tidak lagi memadai untuk memberi makan ke 6,5 milyar manusia itu. Situasi ini menuntut perluasan lahan pertanian dan dikembangkannya teknik-teknik pertanian baru, entah itu teknologi persilangan benih, pupuk kimia, pestisida dan berbagai teknologi alat pertanian dan juga tidak kalah penting moda transportasi untuk mendistribusikan bahan pangan.
Begitulah keadaan manusia modern saat ini, setiap peradaban manapun tidak lagi mampu berdiri sendiri. Seluruh planet ini sekarang telah terhubung dan saling bergantung satu sama lain. Situasi seperti inilah yang memunculkan kesadaran pada manusia modern akan pentingnya kebersamaan, tapi sepanjang manusia ada di bumi konflik jelas akan terus terjadi dan melalui konflik ini pun pasti akan muncul berbagai teknologi yang saat ini belum bisa kita bayangkan (seperti orang zaman dulu yang tidak bisa membayangkan internet, HP dan Pesawat terbang).
Seperti yang saya jelaskan dalam tulisan ini, peradaban itu bisa maju ketika dia banyak berinteraksi dengan peradaban lain yang membuatnya mampu menyerap banyak informasi dan pengetahuan dari peradaban lain dan mensintesanya ke dalam peradabannya sendiri.
Situasi seperti inilah yang membuat saya begitu antusias mengetahui pemerintah Aceh saat ini mengirim sampai 1300 orang untuk ke luar negeri. Meski tidak semuanya, saya sangat yakin dari jumlah sebanyak itu pasti masih banyak tersisa manusia-manusia Aceh yang tercerahkan yang membawa pengetahuan dan pengalaman baru dari tempatnya belajar untuk kemudian saling didiskusikan, diperdebatkan dan dipertentangkan untuk membangun peradaban Aceh yang gemilang.
Alasan inilah yang membuat saya menolak keras ide membuat Gayo yang eksklusif dan mengisolasi diri dengan cara membuat provinsi sendiri, karena ide ini hanya akan membuat Gayo menjadi hebat dalam tempurung kecil buatan sendiri tapi langsung remuk begitu berhadapan dengan kekuatan luar. Gayo yang mengisolasi diri tidak akan memiliki cukup orang yang memiliki banyak ide semangat besar untuk mengembangkan sebuah budaya debat dan diskusi yang memunculkan iklim persaingan untuk menuju kemajuan sebuah peradaban.
Memang di Aceh sendiri sekarang berkembang populasi orang-orang TOLOL yang SOK JAGO yang karena sempit dan kerasnya batok kepala merasa mampu hidup sendiri dan mengharamkan perbedaan. Orang-orang yang karena mengalami korslet dalam otak ini kemudian merasa diri sebagai orang yang paling beriman, yang paling mengerti dan paling dekat dengan TUHAN. Mereka menyebut orang luar sebagai kafir yang harus dimusuhi dan menyebut orang sekaumnya sendiri yang berbeda pandangan sebagai kaum PENGACAU KEIMANAN ini mau menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya, termasuk dengan menyebar fitnah kemana-mana.
Keberadaan orang-orang ini adalah sebuah dinamika yang berfungsi untuk membuat orang-orang di sekelilingnya menjadi lebih tercerahkan, meskipun mereka sendiri jelas sampai kapanpun tidak akan pernah maju kemana-mana, sampai kapanpun mereka cuma bisa menghayal dan bersitegang urat leher sambil pamer bacot besar kemana-mana.
Kita bisa mengatakan nasib mereka akan tetap seperti ini sampai musnah sendiri ditelan kemajuan, karena sejarah selalu menunjukkan kalau manusia-manusia berbacot besar semacam ini selalu sama sekali tidak konsisten antara ucapan dan perbuatan.
Contohnya sekarang saja kita lihat, mulut mereka berbuih-buih menghujat orang kafir tapi mereka sendiri menggunakan komputer dan berbagai teknologi buatan kafir untuk menyebarkan gagasan. Contoh yang lebih telak lagi yang menunjukkan kemunafikan kelompok ini adalah ketika salah seorang dari kelompok ini, seorang mantan caleg dari PKS dari daerah pemilihan Aceh Utara ( Matangkuli, blang jruen, nibong, pirak timu) dalam pemilu 2009 kemarin kan. Cuma malangnya dia tidak dipercaya oleh masyarakat sana untuk duduk di dewan.
Orang yang sekarang berstatus mahasiswa S2 di IAIN ARRANIRY pernah memfitnah pemerintah Aceh dalam tulisan http://www.facebook.com/note.php?rfa9692d4¬e_id=477156225511&comments dengan mengatakan "Jumlah pendudukan miskin naik dengan angka yang sangat fantastis " dan "mutu pendidikan yang sangat terbelakang" sementara dia sendiri hidup dari uang 1,2 juta sebulan yang merupakan beasiswa dari pemerintah yang difitnahnya. Dia menjadi Kabid sosial di lembaga bernama CADS yang berfiliasi dengan IPSA (Ikatan Penulis Santri Aceh) sebelumnya beraudiensi dengan si Nazar, wakil gubernur yang dia FITNAH itu, untuk meminta komputer dan biaya operasi lembaga tersebut. Tapi karena FITNAH-nya saya telanjangi, dia menghapus tulisan tersebut dan menggantinya dengan tulisan senada http://www.facebook.com/notes/teuku-zulkhairi/menatap-aceh-pasca-irna-catatan-harian-tgkteuku-zulkhairi/482475450511 dengan memasukkan informasi baru yang saya sampaikan.
Karena itulah ketika semakin banyak orang Aceh yang tercerahkan, saya yakin orang-orang ini akan punah dengan sendirinya, meskipun untuk sekarang kita memang harus melawan mereka, agar pondasi untuk kegemilangan peradaban Aceh di masa depan tidak dihancurkan oleh orang-orang PANTENGONG ini.
Wassalam
Win Wan Nur
Orang Aceh, Suku GAYO beragama ISLAM
www.winwannur.blog.com
www.winwannur.blogspot.com
Notes : Lebih lanjut tentang sejarah evolusi peradaban silahkan dibaca di buku - Guns, Germs, and Steel - yang ditulis oleh Jared Diamond
Rabu, 17 Februari 2010
Flash Gordon dan Pegawai Negeri
Di awal tahun 80-an, siaran televisi baru masuk ke kota tempat tinggal saya. Di kota saya waktu itu juga belum semua orang memiliki pesawat televisi. Di antara yang tidak banyak itu pun rata-rata hanya memiliki TV hitam putih. Lalu saat itu satu-satunya stasiun televisi adalah TVRI.
Karena hanya ada satu stasiun TV kami pada zaman itu jadi hafal semua acara yang ditayangkan di televisi yang memulai siaran setiap jam 4.00 sore. Bagi kami yang masih anak-anak, acara yang paling kami tunggu-tunggu adalah film kartun yang ditayangkan tiap jam 4.30 sore.
Dari sekian banyak film kartun yang selalu kami tunggu-tunggu itu, film Flash Gordon adalah salah satu film favoritku. Film ini berkisah tentang kehidupan di masa depan ketika teknologi sudah sedemikian tingginya dan mampu melakukan perjalanan antar Galaksi. Yang tentu saja digambarkan dengan imajinasi pembuatnya.
Ada hal menarik jika sekarang saya mengingat kembali adegan-adegan dalam film kesukaan saya di masa kecil itu. Salah satu yang paling menarik bagi saya adalah bagaimana film ini menggambarkan bentuk komputer canggih di masa depan. Dalam film Flash Gordon yang saya sukai itu, komputer canggih digambarkan dengan bentuk yang besar dalam sebuah ruangan sebesar kamar dengan layar raksasa dan tombol-tombol yang luar biasa banyaknya.
Bukan hanya Flash Gordon, film-film lain yang berkisah tentang teknologi di masa depan yang dibuat pada masa-masa itu ya juga setali tiga uang dalam menggambarkan komputer canggih masa depan.
Pada masa itu, saya yakin pembuat film Flash Gordon ini tidak merasa ada yang salah dengan penggambaran komputer canggih berdasarkan imajinasinya tersebut. Pada masa film itu dibuat, pembuat film Flash Gordon ini juga sama dengan orang-orang lain yang hidup sezaman dengannya terbiasa dan hanya mengenal komputer biasa yang tingkat kecanggihannya berbanding lurus dengan besarnya ukuran. Karenanya berdasarkan keadaan pada saat itu, dengan data yang tersedia saat itu. Logika orang-orang pada masa itu adalah, untuk membuat sebuah komputer yang sangat canggih, yang mampu mengolah dan menyimpan data dengan kapasitas yang sangat besar, tentu dibutuhkan ukuran yang super besar pula. Berdasarkan logika seperti itu, Maka ketika pembuat film Flash Gordon membayangkan komputer canggih di masa depan, dia gambarkanlah komputer itu seukuran ruangan.
Tapi ketika imajinasi pembuat film Flash Gordon tentang penampilan komputer canggih waktu saya kecil dulu itu akan telihat sangat konyol dan lucu jika kita benturkan dengan realitas penampilan komputer canggih yang ada sekarang, yang ternyata berukuran mini.
Kenapa itu bisa terjadi, karena dalam dinamika ilmu pengetahuan, teknologi chips ditemukan dan berkembang, sehingga ukuran pun tidak lagi menjadi masalah. Orang yang hidup pada masa film Flash Gordon sama sekali tidak bisa membayangkan bahwa di masa depan ada sebuah telepon genggam bermerk blackberry dengan ukuran yang lebih kecil dari telapak tangan tapi mampu menyimpan dan mengolah data dengan kapasitas yang jauh lebih besar dari komputer rumahan paling canggih yang ada saat itu.
Kalau saja pada zaman itu, si pembuat film Flash Gordon ini menggambarkan komputer canggih yang cuma seukuran telapak tangan. Tentu dia akan menjadi bahan tertawaan orang-orang sezamannya karena dianggap tidak logis.
Kejadian ini persis seperti yang digambarkan dalam sebuah adegan di film "Back to Future" yang dibintangi Michael J. fox. Adegan itu adalah ketika karakter yang diperankan oleh Michael J. fox ditanyai oleh sekelompok orang dalam sebuah Bar. "Kalau kamu benar dari masa depan, siapa presiden Amerika di zamanmu di masa depan itu?", tanya salah seorang pengunjung Bar.
"Ronald Reagan", Jawab Michael J. Fox, dan tawa pun meledak di seantero ruangan.
Mereka tertawa, karena pada masa yang digambarkan dalam film itu, Ronald Reagan masih menjadi seorang bintang film terkenal dan berdasarkan atas realita zaman itu lah mereka merasa mengatakan Ronald Reagan sebagai presiden Amerika adalah sebuah lelucon. Bagi orang masa itu, kisah ini mungkin sama lucunya jika sekarang ada seseorang yang mengaku dari masa depan mengatakan kepada kita bahwa presiden Indonesia pada masa itu adalah Tukul Arwana dan Ruhut Sitompul sebagai wakilnya.
Kalau anda sempat menonton film-film futuristik lain pada masa tahun 80-an atau 90-an, anda pun bisa menyaksikan dengan jelas kalau meskipun film itu menceritakan tentang kisah di masa depan. Tapi karena informasi dan data yang tersedia pada zaman itu masih terbatas sampai yang ada pada saat itu saja, maka suasana masa depan dalam film-film itu pun kita lihat tidak bisa terlepas dari suasana kekinian saat film itu dibuat.
Keadaan ini persis sama dengan apa yang ada dalam bayangan para orang tua di saat saya masih kecil dulu. Pada masa itu, ketika menyekolahkan anak, para orang tua membayangkan anak-anak mereka akan meneruskan sekolah untuk kemudian menjadi Insinyur, Dokter, Guru dan jenis-jenis pekerjaan yang ada di masa itu.
Saat itu tidak seorang tua pun yang bisa membayangkan nanti anaknya akan menjadi teknisi komputer, Hacker, web designer, pemilik konter HP, konsultan politik, sutradara sinetron, komentator sepak bola atau motivator.
Waktu kecil, saya bersama orang tua saya hidup di Kota Kecil bernama Takengen yang tidak memiliki terlalu banyak dinamika.
Pekerjaan orang-orang di kota ini terbatas pada pegawai negeri, petani/nelayan, pedagang kelas eceran dan sedikit pedagang komoditas kopi. Usaha lain adalah usaha angkutan lengkap dengan profesi sopir dan kernet serta sedikit yang beruntung menjadi rekanan proyek pemerintah.
Di kota ini tidak ada industri skala besar, tidak ada bisnis trading dengan skala raksasa, tidak ada pasar saham yang penuh dinamika.
Realitas yang seperti ini membuat masyarakat di kota kelahiran saya ini memiliki pola pikir dan cara pandang yang khas terhadap yang namanya kesuksesan yang tentu saja berkaitan erat dengan kemapanan secara ekonomi.
Di kota kelahiran saya ini orang-orang yang paling terlihat mapan secara ekonomi adalah para pejabat pemerintahan, dan orang yang terlihat paling kaya di kota ini adalah bupati. Selanjutnya ada rekanan proyek pemerintah, dan agak ke pinggir ada pedagang komoditas kopi.
Orang-orang yang memiliki banyak uang seringkali adalah para rekanan proyek dan pedagang komoditas kopi, tapi orang Gayo di Takengen juga sering menyaksikan kebangkrutan yang dialami oleh orang yang menjalani profesi ini.
Para pedagang kelontong, pemilik warung nasi dan warung kopi serta penjual kain dan alat elektronik semuanya adalah etnis minang, Aceh dan Cina. Jadi seperti apa kehidupan keseharian mereka kurang begitu dekat dirasakan orang Gayo dan tidak begitu banyak menjadi bahan obrolan dalam percakapan sehari-hari.
Begitulah dalam realitas keseharian saya waktu kecil yang hidup dalam dinamika sosial masyarakat Gayo di Takengen dulu.
Di Takengen pada masa itu, meskipun menjadi rekanan proyek dan pedagang komoditas kopi pada kenyataannya memiliki potensi menghasilkan lebih banyak uang, tapi jenis pekerjaan ini juga dianggap beresiko membuat orang kehilangan uang. Karena itulah pekerjaan yang dianggap paling menjanjikan adalah PEGAWAI NEGERI. Status sebagai pegawai negeri adalah jalan tol untuk mendapatkan pasangan idaman dengan mudah. Salah satu daya tarik utama profesi ini adalah adanya uang PENSIUN.
Penggambaran teknologi canggih dalam film -film masa lalu dan tergila-gilanya orang-orang di Takengen pada profesi pegawai negeri pada saat saya masih kecil dulu adalah bukti kalau manusia memang cuma mampu berpikir dan berimajinasi dalam batas-batas pengalamannya sendiri saja.
Cuma bedanya jika film-film futuristik masa itu menampilkan khayalan yang kas masa itu karena memang manusia masa itu sama sekali tidak bisa membayangkan keadaan sekarang karena ada banyak hal yang tidak bisa diduga (perkembangan teknologi seperti berkembangnya HP dan Internet, keruntuhan Uni Sovyet, maraknya terorisme dsb) yang tidak bisa diperkirakan oleh ahli statistik dan penerawang masa depan manapun akan terjadi dalam rentang waktu itu, sehingga membuat masa sekarang sama sekali berbeda dengan yang bisa kita bayangkan di masa lalu, sementara di orang tua dan murid sekolah di Takengen sebenarnya waktu itu bisa lebih mengembangkan imajinasi yang akan mempengaruhi cita-citanya di masa depan dengan membekali dengan berbagai informasi tentang profesi-profesi menarik di luar pegawai negeri dengan cara MEMBACA.
Sayangnya budaya MEMBACA ini benar-benar absen dalam keseharian orang Gayo. Janganlah dulu kita berbicara tentang berbagai buku berkualitas karya penulis ternama, Koran Serambi Indonesia yang merupakan Koran dengan oplag terbesar di Aceh saja, konon oplag-nya kurang dari 100 eksemplar untuk tiga kabupaten di Tanoh Gayo.
Kurangnya budaya MEMBACA ini diperburuk lagi dengan maraknya kebiasaan menonton TV. Sebenarnya Televisi adalah sumber informasi yang sangat berguna, sayangnya acara yang menjadi tontonan favorit di tanoh Gayo adalah sinetron-sinetron yang menampilkan cerita-cerita yang tidak realistis alias menjual mimpi.
Karena itulah ini, ketika informasi tentang beragam jenis pekerjaan begitu melimpah ruah menyerbu ruang kesadaran kita dan meskipun faktanya saat ini setiap pekerjaan juga bisa mendapatkan uang pensiun dengan cara membeli polis asuransi, pandangan orang-orang di banyak tempat terhadap prestise sebuah profesi juga sudah berubah.
Tapi di kota kelahiran saya, sampai hari ini orang-orang di Takengen tetap memuja profesi pegawai negeri.
Bukan hanya orang tua. Di Takengen bahkan merupakan sesuatu yang wajar ketika seorang ABG yang masih duduk di kelas satu SMA pun mau meninggalkan pacar yang seumuran dengannya untuk menjalin hubungan serius dengan seorang dewasa yang berstatus pegawai negeri.
Ah...Takengen mungkin memang sebuah Anomali.
Wassalam
Win Wan Nur
www.winwannur.blog.com
www.winwannur.blogspot.com
Karena hanya ada satu stasiun TV kami pada zaman itu jadi hafal semua acara yang ditayangkan di televisi yang memulai siaran setiap jam 4.00 sore. Bagi kami yang masih anak-anak, acara yang paling kami tunggu-tunggu adalah film kartun yang ditayangkan tiap jam 4.30 sore.
Dari sekian banyak film kartun yang selalu kami tunggu-tunggu itu, film Flash Gordon adalah salah satu film favoritku. Film ini berkisah tentang kehidupan di masa depan ketika teknologi sudah sedemikian tingginya dan mampu melakukan perjalanan antar Galaksi. Yang tentu saja digambarkan dengan imajinasi pembuatnya.
Ada hal menarik jika sekarang saya mengingat kembali adegan-adegan dalam film kesukaan saya di masa kecil itu. Salah satu yang paling menarik bagi saya adalah bagaimana film ini menggambarkan bentuk komputer canggih di masa depan. Dalam film Flash Gordon yang saya sukai itu, komputer canggih digambarkan dengan bentuk yang besar dalam sebuah ruangan sebesar kamar dengan layar raksasa dan tombol-tombol yang luar biasa banyaknya.
Bukan hanya Flash Gordon, film-film lain yang berkisah tentang teknologi di masa depan yang dibuat pada masa-masa itu ya juga setali tiga uang dalam menggambarkan komputer canggih masa depan.
Pada masa itu, saya yakin pembuat film Flash Gordon ini tidak merasa ada yang salah dengan penggambaran komputer canggih berdasarkan imajinasinya tersebut. Pada masa film itu dibuat, pembuat film Flash Gordon ini juga sama dengan orang-orang lain yang hidup sezaman dengannya terbiasa dan hanya mengenal komputer biasa yang tingkat kecanggihannya berbanding lurus dengan besarnya ukuran. Karenanya berdasarkan keadaan pada saat itu, dengan data yang tersedia saat itu. Logika orang-orang pada masa itu adalah, untuk membuat sebuah komputer yang sangat canggih, yang mampu mengolah dan menyimpan data dengan kapasitas yang sangat besar, tentu dibutuhkan ukuran yang super besar pula. Berdasarkan logika seperti itu, Maka ketika pembuat film Flash Gordon membayangkan komputer canggih di masa depan, dia gambarkanlah komputer itu seukuran ruangan.
Tapi ketika imajinasi pembuat film Flash Gordon tentang penampilan komputer canggih waktu saya kecil dulu itu akan telihat sangat konyol dan lucu jika kita benturkan dengan realitas penampilan komputer canggih yang ada sekarang, yang ternyata berukuran mini.
Kenapa itu bisa terjadi, karena dalam dinamika ilmu pengetahuan, teknologi chips ditemukan dan berkembang, sehingga ukuran pun tidak lagi menjadi masalah. Orang yang hidup pada masa film Flash Gordon sama sekali tidak bisa membayangkan bahwa di masa depan ada sebuah telepon genggam bermerk blackberry dengan ukuran yang lebih kecil dari telapak tangan tapi mampu menyimpan dan mengolah data dengan kapasitas yang jauh lebih besar dari komputer rumahan paling canggih yang ada saat itu.
Kalau saja pada zaman itu, si pembuat film Flash Gordon ini menggambarkan komputer canggih yang cuma seukuran telapak tangan. Tentu dia akan menjadi bahan tertawaan orang-orang sezamannya karena dianggap tidak logis.
Kejadian ini persis seperti yang digambarkan dalam sebuah adegan di film "Back to Future" yang dibintangi Michael J. fox. Adegan itu adalah ketika karakter yang diperankan oleh Michael J. fox ditanyai oleh sekelompok orang dalam sebuah Bar. "Kalau kamu benar dari masa depan, siapa presiden Amerika di zamanmu di masa depan itu?", tanya salah seorang pengunjung Bar.
"Ronald Reagan", Jawab Michael J. Fox, dan tawa pun meledak di seantero ruangan.
Mereka tertawa, karena pada masa yang digambarkan dalam film itu, Ronald Reagan masih menjadi seorang bintang film terkenal dan berdasarkan atas realita zaman itu lah mereka merasa mengatakan Ronald Reagan sebagai presiden Amerika adalah sebuah lelucon. Bagi orang masa itu, kisah ini mungkin sama lucunya jika sekarang ada seseorang yang mengaku dari masa depan mengatakan kepada kita bahwa presiden Indonesia pada masa itu adalah Tukul Arwana dan Ruhut Sitompul sebagai wakilnya.
Kalau anda sempat menonton film-film futuristik lain pada masa tahun 80-an atau 90-an, anda pun bisa menyaksikan dengan jelas kalau meskipun film itu menceritakan tentang kisah di masa depan. Tapi karena informasi dan data yang tersedia pada zaman itu masih terbatas sampai yang ada pada saat itu saja, maka suasana masa depan dalam film-film itu pun kita lihat tidak bisa terlepas dari suasana kekinian saat film itu dibuat.
Keadaan ini persis sama dengan apa yang ada dalam bayangan para orang tua di saat saya masih kecil dulu. Pada masa itu, ketika menyekolahkan anak, para orang tua membayangkan anak-anak mereka akan meneruskan sekolah untuk kemudian menjadi Insinyur, Dokter, Guru dan jenis-jenis pekerjaan yang ada di masa itu.
Saat itu tidak seorang tua pun yang bisa membayangkan nanti anaknya akan menjadi teknisi komputer, Hacker, web designer, pemilik konter HP, konsultan politik, sutradara sinetron, komentator sepak bola atau motivator.
Waktu kecil, saya bersama orang tua saya hidup di Kota Kecil bernama Takengen yang tidak memiliki terlalu banyak dinamika.
Pekerjaan orang-orang di kota ini terbatas pada pegawai negeri, petani/nelayan, pedagang kelas eceran dan sedikit pedagang komoditas kopi. Usaha lain adalah usaha angkutan lengkap dengan profesi sopir dan kernet serta sedikit yang beruntung menjadi rekanan proyek pemerintah.
Di kota ini tidak ada industri skala besar, tidak ada bisnis trading dengan skala raksasa, tidak ada pasar saham yang penuh dinamika.
Realitas yang seperti ini membuat masyarakat di kota kelahiran saya ini memiliki pola pikir dan cara pandang yang khas terhadap yang namanya kesuksesan yang tentu saja berkaitan erat dengan kemapanan secara ekonomi.
Di kota kelahiran saya ini orang-orang yang paling terlihat mapan secara ekonomi adalah para pejabat pemerintahan, dan orang yang terlihat paling kaya di kota ini adalah bupati. Selanjutnya ada rekanan proyek pemerintah, dan agak ke pinggir ada pedagang komoditas kopi.
Orang-orang yang memiliki banyak uang seringkali adalah para rekanan proyek dan pedagang komoditas kopi, tapi orang Gayo di Takengen juga sering menyaksikan kebangkrutan yang dialami oleh orang yang menjalani profesi ini.
Para pedagang kelontong, pemilik warung nasi dan warung kopi serta penjual kain dan alat elektronik semuanya adalah etnis minang, Aceh dan Cina. Jadi seperti apa kehidupan keseharian mereka kurang begitu dekat dirasakan orang Gayo dan tidak begitu banyak menjadi bahan obrolan dalam percakapan sehari-hari.
Begitulah dalam realitas keseharian saya waktu kecil yang hidup dalam dinamika sosial masyarakat Gayo di Takengen dulu.
Di Takengen pada masa itu, meskipun menjadi rekanan proyek dan pedagang komoditas kopi pada kenyataannya memiliki potensi menghasilkan lebih banyak uang, tapi jenis pekerjaan ini juga dianggap beresiko membuat orang kehilangan uang. Karena itulah pekerjaan yang dianggap paling menjanjikan adalah PEGAWAI NEGERI. Status sebagai pegawai negeri adalah jalan tol untuk mendapatkan pasangan idaman dengan mudah. Salah satu daya tarik utama profesi ini adalah adanya uang PENSIUN.
Penggambaran teknologi canggih dalam film -film masa lalu dan tergila-gilanya orang-orang di Takengen pada profesi pegawai negeri pada saat saya masih kecil dulu adalah bukti kalau manusia memang cuma mampu berpikir dan berimajinasi dalam batas-batas pengalamannya sendiri saja.
Cuma bedanya jika film-film futuristik masa itu menampilkan khayalan yang kas masa itu karena memang manusia masa itu sama sekali tidak bisa membayangkan keadaan sekarang karena ada banyak hal yang tidak bisa diduga (perkembangan teknologi seperti berkembangnya HP dan Internet, keruntuhan Uni Sovyet, maraknya terorisme dsb) yang tidak bisa diperkirakan oleh ahli statistik dan penerawang masa depan manapun akan terjadi dalam rentang waktu itu, sehingga membuat masa sekarang sama sekali berbeda dengan yang bisa kita bayangkan di masa lalu, sementara di orang tua dan murid sekolah di Takengen sebenarnya waktu itu bisa lebih mengembangkan imajinasi yang akan mempengaruhi cita-citanya di masa depan dengan membekali dengan berbagai informasi tentang profesi-profesi menarik di luar pegawai negeri dengan cara MEMBACA.
Sayangnya budaya MEMBACA ini benar-benar absen dalam keseharian orang Gayo. Janganlah dulu kita berbicara tentang berbagai buku berkualitas karya penulis ternama, Koran Serambi Indonesia yang merupakan Koran dengan oplag terbesar di Aceh saja, konon oplag-nya kurang dari 100 eksemplar untuk tiga kabupaten di Tanoh Gayo.
Kurangnya budaya MEMBACA ini diperburuk lagi dengan maraknya kebiasaan menonton TV. Sebenarnya Televisi adalah sumber informasi yang sangat berguna, sayangnya acara yang menjadi tontonan favorit di tanoh Gayo adalah sinetron-sinetron yang menampilkan cerita-cerita yang tidak realistis alias menjual mimpi.
Karena itulah ini, ketika informasi tentang beragam jenis pekerjaan begitu melimpah ruah menyerbu ruang kesadaran kita dan meskipun faktanya saat ini setiap pekerjaan juga bisa mendapatkan uang pensiun dengan cara membeli polis asuransi, pandangan orang-orang di banyak tempat terhadap prestise sebuah profesi juga sudah berubah.
Tapi di kota kelahiran saya, sampai hari ini orang-orang di Takengen tetap memuja profesi pegawai negeri.
Bukan hanya orang tua. Di Takengen bahkan merupakan sesuatu yang wajar ketika seorang ABG yang masih duduk di kelas satu SMA pun mau meninggalkan pacar yang seumuran dengannya untuk menjalin hubungan serius dengan seorang dewasa yang berstatus pegawai negeri.
Ah...Takengen mungkin memang sebuah Anomali.
Wassalam
Win Wan Nur
www.winwannur.blog.com
www.winwannur.blogspot.com
Minggu, 14 Februari 2010
Demokrasi Aceh Yang Masih Muda
Ada sebuah fenomena menarik yang saya alami beberapa hari belakangan ini, yaitu munculnya seseorang yang mengaku bernama Teuku Zulkhairi dalam daftar teman Facebook saya.
Saya menyadari keberadaan orang ini saat dia memberi komentar di sebuah link facebook saya ini http://www.facebook.com/posted.php?id=1524941840 di link ini tanpa basa-basi orang yang bernama Teuku Zulkhairi ini langsung menuduh saya sebagai orang yang ragu terhadap keimanan Islam, agama yang saya peluk. Bagaimana cerita selaengkapnya boleh di klik di link tersebut.
Selanjutnya, orang yang belakangan saya ketahui ternyata adalah Alumnus DAYAH Babussalam Putra Matangkuli-Aceh Utarayang sekarang berstatus mahasiswa PASCA SARJANA IAIN dan menjabat Ketua Bidang Kajian Sosial pada Center For Aceh Development Strategy(CADS) ini terus mengejar setiap tulisan saya. Bukan mengajak berdiskusi, karena setiap kali saya mengajaknya berdiskusi dengan berdasarkan fakta orang ini selalu mengelak. Sebaliknya yang dia lakukan adalah melancarkan FITNAH dan CACI MAKI.
Beberapa waktu yang lalu dia bahkan secara khusus menulis sebuah tulisan yang menyarankan pembacanya untuk berhati-hati pada orang-orang yang berniat mengacaukan KEIMANANAN orang Aceh. Memang dia tidak secara eksplisit menyebut nama saya, tapi dalam komentarnya selanjutnya akhirnya dia mengakui kalau orang yang dia maksud adalah saya sendiri. Kalau dalam notes yang saya tulis saja dia begitu berani menebar FITNAH, HUJATAN dan CACI MAKI apatah lagi di notes yang dia tulis sendiri. Lebih seru lagi, di sini dia dibantu dengan gigih oleh para pendukungnya yang sama sepertinya adalah orang-orang yang merasa diri PALING ISLAM dan PALING BERIMAN. Lengkapnya silahkan baca di sini: http://www.facebook.com/note.php?note_id=445485980511&id=1829822252&ref=mf
Berbagai usaha yang saya dan beberapa teman lakukan untuk menggiring orang-orang ini ke sebuah diskusi yang mendasarkan argumen pada fakta, tidak pernah berhasil. Yang mereka lakukan terus mengelak sambil senantiasa menebar FITNAH.
Perilaku Ketua Bidang Kajian Sosial pada Center For Aceh Development Strategy (CADS) seperti yang dia tunjukkan melalui komentar-komentarnya di notes saya ini membuat saya jadi curiga jangan-jangan CADS lembaga dengan nama yang dibuat berbau Inggris yang sepertinya supaya terlihat profesional ini sebenarnya cuma sebuah lembaga ondel-ondel yang tidak berkualitas yang hanya bisa memproduksi FITNAH.
Dan dugaan saya tersebut terbukti di tulisan berikut ini : http://www.facebook.com/note.php?rfa9692d4¬e_id=477156225511&comments
Dalam tulisan ini yang menjadi sasaran FITNAH lembaga ini adalah pemerintahan Irwandi-Nazar, pemerintah yang berkuasa di Aceh sekarang yang tampaknya tidak disukai oleh lembaga ini.
Saya sendiri pun sebenarnya sama seperti mereka, kecewa dengan pemerintahan Irwandi-Nazar buktinya anda bisa lihat di tulisan yang saya tulis ini http://winwannur.blogspot.com/search?q=bukan+off+roader
Tapi meskipun kecewa dan saya pun terus mengkritisi pemerintahan ini, tapi tentu saja kritik saya tersebut saya sampaikan hanya berdasarkan fakta yang ada, bukan MEMFITNAH Pemerintahan yang membuat saya kecewa ini dengan FAKTA yang TIDAK ADA. Karena memang itulah inti DEMOKRASI.
Dalam masyarakat demokratis, melontarkan KRITIK adalah HAK, sementara menyebar FITNAH adalah perbuatan KRIMINAL jelas sekali beda antara keduanya. Garis pembatas antara KRITIK dan FITNAH adalah FAKTA.
Tapi cara pandang seperti ini tentu tidak berlaku bagi Teuku Zulkhairi penulis artikel ini yang menyandang jabatan sebagai Ketua Bidang Kajian Sosial pada Center For Aceh Development Strategy (CADS).
Orang ini berani bertindak seperti ini karena sebelumnya secara sepihak dia sudah mengklaim diri sebagai ORANG BERIMAN, maka dengan asumsi ini orang ini otomatis beranggapan apapun yang dia katakan adalah KEBENARAN MUTLAK dan siapapun yang berseberangan dengannya adalah PENGACAU KEIMANAN.
Maka sebagaimana yang dia lakukan dalam menanggapi tulisan-tulisan saya yang dia kritisi berdasarkan atas PRASANGKA dan IMAJINASINYA sendiri.
Dalam artikelnya 'ORANG BERIMAN' ini mengatakan selama pemerintahan Irwandi Nazar Jumlah pendudukan miskin naik dengan angka yang sangat fantastis (dia tidak menyebutkan berapa angka fantastis itu), mutu pendidikan yang sangat terbelakang (dia juga sama sekali tidak menunjukkan indikator penilainya).
Ini jelas FITNAH sebagaimana yang biasa ditunjukkan oleh 'ORANG BERIMAN' ini dalam komentar-komentarnya atas tulisan saya.
Karena faktanya :
Menurut data BPS terakhir kemiskinan Aceh tinggal 20.8% dari 32,6% tahun 2005. Tahun lalu angka itu masih 23,5%, jadi pasca BRR, pemerintah masih mampu menurunkan angka kemiskinan.
Soal pendidkan juga demikian adalah FITNAH kalau mengatakan dalam pemerintahan Irwandi-NAzar (IRNA) mutu pendidikan sangat terbelakang. Karena faktanya, selama pemerintahan mereka IRNA melakukan investasi SDM lebih 1,300 putra-putri Aceh untuk belajar S2 dan S3 di luar negeri. Salah satu dari yang 1300 ini termasuk seorang adik saya sendiri yang dibiayai kuliah ke Jerman. Dan dari adik saya ini saya tahu bagaimana seriusnya IRNA soal investasi pendidikan ini. Setiap pelajar yang dikirim keluar negeri ini tidak diberi biaya tambahan bagi penerima Beasiswa untuk mengajak keluarga, sangat berbeda dengan beasiswa lain yang ada di Indonesia. Maksud dari tujuan ini jelas untuk mengoptimalkan jumlah penerima beasiswa, alias dengan maksud agar sebanyak mungkin putra-putri Aceh yang kualitasnya tertingkatkan.
Selain itu FAKTA lain adalah, sudah lebih 100,000 anak yatim disantuni dalam 3 tahun terakhir, dengan jumlah santunan 1,8 juta/ tahun untuk setiap orang.
Data-data ini saya dapatkan dari sebuah diskusi di milis dari seorang yang bernama Muchtar,karena melihat latar belakang peserta diskusi milis ini yang demikian beragam serta mempertimbangkan kapasitas diri para peserta milis ini, yang sama sekali tidak ada bantahan terhadap informasi ini, maka data ini saya anggap valid. Lengkapnya tulisan tersebut bisa dibaca di sini http://us.mg4.mail.yahoo.com/dc/launch?.gx=1&.rand=1cnmgmnm8c5jl
Aceh belakangan ini telah menikmati kebebasan luar biasa, sekarang orang bisa bicara apa saja, jauh berbeda dengan masa Aceh masih menyandang status DOM dulu, ketika rakyat yang menuntuk hak atas tanahnya yang diserobot pengusaha pun harus berhadapan dengan aparat militer, lalu siapapun yang menunjukkan rasa simpati atas ketidak adilan itu akan serta merta dituduh SUBVERSIF dan dimasukkan ke penjara militer.
Sayangnya kebebasan ini sering tidak diikuti dengan tanggung jawab, banyak orang Aceh (terutama yang merasa diri sebagai 'ORANG BERIMAN'), masih belum mampu memahami yang namanya KEBEBASAN, oleh orang-orang ini KEBEBASAN dipahami sebagai boleh BEBAS berbuat semaunya termasuk melempar FITNAH kemana-mana.
Yang sangat lucu sekaligus ironis dari kenyataan ini adalah kenyataan bahwa 'ORANG-ORANG BERIMAN' ini selalu mengatakan mereka mendasarkan tindakan yang mereka lakukan kepada hadits dan Al QUr'an (yang dipahami secara literer), padahal tindakan yang mereka pertontonkan secara terbuka ini sendiri kontardiktif alias bertentangan dengan Al Qur'an (yang dipahami secara literer) seperti yang bisa kita baca dalam Al Qur'an Surat Al Hujuraat Ayat 12 yang berbunyi : Hai ORANG-ORANG BERIMAN, JAUHILAH KEBANYAKAN PRA SANGKA (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu DOSA dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dst.
Tanpa perlu meminta pendapat seorang ahli, cukup dengan logika sehat saja kita sudah paham kalau Aceh tentu akan jatuh ke dalam keterpurukan kalau orang dan lembaga-lembaga seperti ini terus dibiarkan menebar FITNAH seenak perutnya.
Tapi bagaimanapun inilah dinamika sebuah masyarakat yang baru mengenal demokrasi, semoga perilaku sebagian orang yang mencederai demokrasi di Aceh ini tidak dijadikan oleh aparat berwenang untuk memberangus mereka dengan kekerasan sebagaimana yang pernah dilakukan oleh rezim Orde Baru dulu.
Jadi kalau Aceh ingin menuju ke perubahan yang lebih baik, bukan menuju ke terpurukan maka bukan aparat keamanan, tapi KITA, orang ACEH sendirilah yang harus melawan kelompok-kelompok penyebar FITNAH dan KETAKUTAN seperti ini.
Memang ketika berhadapan kelompok seperti ini telinga kita akan panas mendengar segala FITNAH, CACI MAKI dan HUJATAN dan mereka juga akan menakut-nakuti kita dengan Ancaman. Tapi semua itu harus kita lawan, karena ini adalah bagian dari tanggung jawab generasi kita untuk menyediakan ACEH YANG LEBIH BAIK bagi generasi mendatang.
Wassalam
Win Wan Nur
Orang Aceh suku GAYO
www.winwannur.blog.com
www.winwannur.blogspot.com
Saya menyadari keberadaan orang ini saat dia memberi komentar di sebuah link facebook saya ini http://www.facebook.com/posted.php?id=1524941840 di link ini tanpa basa-basi orang yang bernama Teuku Zulkhairi ini langsung menuduh saya sebagai orang yang ragu terhadap keimanan Islam, agama yang saya peluk. Bagaimana cerita selaengkapnya boleh di klik di link tersebut.
Selanjutnya, orang yang belakangan saya ketahui ternyata adalah Alumnus DAYAH Babussalam Putra Matangkuli-Aceh Utarayang sekarang berstatus mahasiswa PASCA SARJANA IAIN dan menjabat Ketua Bidang Kajian Sosial pada Center For Aceh Development Strategy(CADS) ini terus mengejar setiap tulisan saya. Bukan mengajak berdiskusi, karena setiap kali saya mengajaknya berdiskusi dengan berdasarkan fakta orang ini selalu mengelak. Sebaliknya yang dia lakukan adalah melancarkan FITNAH dan CACI MAKI.
Beberapa waktu yang lalu dia bahkan secara khusus menulis sebuah tulisan yang menyarankan pembacanya untuk berhati-hati pada orang-orang yang berniat mengacaukan KEIMANANAN orang Aceh. Memang dia tidak secara eksplisit menyebut nama saya, tapi dalam komentarnya selanjutnya akhirnya dia mengakui kalau orang yang dia maksud adalah saya sendiri. Kalau dalam notes yang saya tulis saja dia begitu berani menebar FITNAH, HUJATAN dan CACI MAKI apatah lagi di notes yang dia tulis sendiri. Lebih seru lagi, di sini dia dibantu dengan gigih oleh para pendukungnya yang sama sepertinya adalah orang-orang yang merasa diri PALING ISLAM dan PALING BERIMAN. Lengkapnya silahkan baca di sini: http://www.facebook.com/note.php?note_id=445485980511&id=1829822252&ref=mf
Berbagai usaha yang saya dan beberapa teman lakukan untuk menggiring orang-orang ini ke sebuah diskusi yang mendasarkan argumen pada fakta, tidak pernah berhasil. Yang mereka lakukan terus mengelak sambil senantiasa menebar FITNAH.
Perilaku Ketua Bidang Kajian Sosial pada Center For Aceh Development Strategy (CADS) seperti yang dia tunjukkan melalui komentar-komentarnya di notes saya ini membuat saya jadi curiga jangan-jangan CADS lembaga dengan nama yang dibuat berbau Inggris yang sepertinya supaya terlihat profesional ini sebenarnya cuma sebuah lembaga ondel-ondel yang tidak berkualitas yang hanya bisa memproduksi FITNAH.
Dan dugaan saya tersebut terbukti di tulisan berikut ini : http://www.facebook.com/note.php?rfa9692d4¬e_id=477156225511&comments
Dalam tulisan ini yang menjadi sasaran FITNAH lembaga ini adalah pemerintahan Irwandi-Nazar, pemerintah yang berkuasa di Aceh sekarang yang tampaknya tidak disukai oleh lembaga ini.
Saya sendiri pun sebenarnya sama seperti mereka, kecewa dengan pemerintahan Irwandi-Nazar buktinya anda bisa lihat di tulisan yang saya tulis ini http://winwannur.blogspot.com/search?q=bukan+off+roader
Tapi meskipun kecewa dan saya pun terus mengkritisi pemerintahan ini, tapi tentu saja kritik saya tersebut saya sampaikan hanya berdasarkan fakta yang ada, bukan MEMFITNAH Pemerintahan yang membuat saya kecewa ini dengan FAKTA yang TIDAK ADA. Karena memang itulah inti DEMOKRASI.
Dalam masyarakat demokratis, melontarkan KRITIK adalah HAK, sementara menyebar FITNAH adalah perbuatan KRIMINAL jelas sekali beda antara keduanya. Garis pembatas antara KRITIK dan FITNAH adalah FAKTA.
Tapi cara pandang seperti ini tentu tidak berlaku bagi Teuku Zulkhairi penulis artikel ini yang menyandang jabatan sebagai Ketua Bidang Kajian Sosial pada Center For Aceh Development Strategy (CADS).
Orang ini berani bertindak seperti ini karena sebelumnya secara sepihak dia sudah mengklaim diri sebagai ORANG BERIMAN, maka dengan asumsi ini orang ini otomatis beranggapan apapun yang dia katakan adalah KEBENARAN MUTLAK dan siapapun yang berseberangan dengannya adalah PENGACAU KEIMANAN.
Maka sebagaimana yang dia lakukan dalam menanggapi tulisan-tulisan saya yang dia kritisi berdasarkan atas PRASANGKA dan IMAJINASINYA sendiri.
Dalam artikelnya 'ORANG BERIMAN' ini mengatakan selama pemerintahan Irwandi Nazar Jumlah pendudukan miskin naik dengan angka yang sangat fantastis (dia tidak menyebutkan berapa angka fantastis itu), mutu pendidikan yang sangat terbelakang (dia juga sama sekali tidak menunjukkan indikator penilainya).
Ini jelas FITNAH sebagaimana yang biasa ditunjukkan oleh 'ORANG BERIMAN' ini dalam komentar-komentarnya atas tulisan saya.
Karena faktanya :
Menurut data BPS terakhir kemiskinan Aceh tinggal 20.8% dari 32,6% tahun 2005. Tahun lalu angka itu masih 23,5%, jadi pasca BRR, pemerintah masih mampu menurunkan angka kemiskinan.
Soal pendidkan juga demikian adalah FITNAH kalau mengatakan dalam pemerintahan Irwandi-NAzar (IRNA) mutu pendidikan sangat terbelakang. Karena faktanya, selama pemerintahan mereka IRNA melakukan investasi SDM lebih 1,300 putra-putri Aceh untuk belajar S2 dan S3 di luar negeri. Salah satu dari yang 1300 ini termasuk seorang adik saya sendiri yang dibiayai kuliah ke Jerman. Dan dari adik saya ini saya tahu bagaimana seriusnya IRNA soal investasi pendidikan ini. Setiap pelajar yang dikirim keluar negeri ini tidak diberi biaya tambahan bagi penerima Beasiswa untuk mengajak keluarga, sangat berbeda dengan beasiswa lain yang ada di Indonesia. Maksud dari tujuan ini jelas untuk mengoptimalkan jumlah penerima beasiswa, alias dengan maksud agar sebanyak mungkin putra-putri Aceh yang kualitasnya tertingkatkan.
Selain itu FAKTA lain adalah, sudah lebih 100,000 anak yatim disantuni dalam 3 tahun terakhir, dengan jumlah santunan 1,8 juta/ tahun untuk setiap orang.
Data-data ini saya dapatkan dari sebuah diskusi di milis dari seorang yang bernama Muchtar,karena melihat latar belakang peserta diskusi milis ini yang demikian beragam serta mempertimbangkan kapasitas diri para peserta milis ini, yang sama sekali tidak ada bantahan terhadap informasi ini, maka data ini saya anggap valid. Lengkapnya tulisan tersebut bisa dibaca di sini http://us.mg4.mail.yahoo.com/dc/launch?.gx=1&.rand=1cnmgmnm8c5jl
Aceh belakangan ini telah menikmati kebebasan luar biasa, sekarang orang bisa bicara apa saja, jauh berbeda dengan masa Aceh masih menyandang status DOM dulu, ketika rakyat yang menuntuk hak atas tanahnya yang diserobot pengusaha pun harus berhadapan dengan aparat militer, lalu siapapun yang menunjukkan rasa simpati atas ketidak adilan itu akan serta merta dituduh SUBVERSIF dan dimasukkan ke penjara militer.
Sayangnya kebebasan ini sering tidak diikuti dengan tanggung jawab, banyak orang Aceh (terutama yang merasa diri sebagai 'ORANG BERIMAN'), masih belum mampu memahami yang namanya KEBEBASAN, oleh orang-orang ini KEBEBASAN dipahami sebagai boleh BEBAS berbuat semaunya termasuk melempar FITNAH kemana-mana.
Yang sangat lucu sekaligus ironis dari kenyataan ini adalah kenyataan bahwa 'ORANG-ORANG BERIMAN' ini selalu mengatakan mereka mendasarkan tindakan yang mereka lakukan kepada hadits dan Al QUr'an (yang dipahami secara literer), padahal tindakan yang mereka pertontonkan secara terbuka ini sendiri kontardiktif alias bertentangan dengan Al Qur'an (yang dipahami secara literer) seperti yang bisa kita baca dalam Al Qur'an Surat Al Hujuraat Ayat 12 yang berbunyi : Hai ORANG-ORANG BERIMAN, JAUHILAH KEBANYAKAN PRA SANGKA (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu DOSA dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dst.
Tanpa perlu meminta pendapat seorang ahli, cukup dengan logika sehat saja kita sudah paham kalau Aceh tentu akan jatuh ke dalam keterpurukan kalau orang dan lembaga-lembaga seperti ini terus dibiarkan menebar FITNAH seenak perutnya.
Tapi bagaimanapun inilah dinamika sebuah masyarakat yang baru mengenal demokrasi, semoga perilaku sebagian orang yang mencederai demokrasi di Aceh ini tidak dijadikan oleh aparat berwenang untuk memberangus mereka dengan kekerasan sebagaimana yang pernah dilakukan oleh rezim Orde Baru dulu.
Jadi kalau Aceh ingin menuju ke perubahan yang lebih baik, bukan menuju ke terpurukan maka bukan aparat keamanan, tapi KITA, orang ACEH sendirilah yang harus melawan kelompok-kelompok penyebar FITNAH dan KETAKUTAN seperti ini.
Memang ketika berhadapan kelompok seperti ini telinga kita akan panas mendengar segala FITNAH, CACI MAKI dan HUJATAN dan mereka juga akan menakut-nakuti kita dengan Ancaman. Tapi semua itu harus kita lawan, karena ini adalah bagian dari tanggung jawab generasi kita untuk menyediakan ACEH YANG LEBIH BAIK bagi generasi mendatang.
Wassalam
Win Wan Nur
Orang Aceh suku GAYO
www.winwannur.blog.com
www.winwannur.blogspot.com
Tao te Ching dan Pelajaran dari Prof Banyu Perwita
Tao Te Ching adalah sebuah buku kecil yang memuat 5000 aksara Cina berisi pemikiran-pemikiran Lao Tzu, seorang filsuf besar Cina yang diperkirakan hidup di sekitar tahun 640 SM.
Dalam buku yang bisa diterjemahkan sebagai "Jalan dan Kekuatannya" ini, Lao Tzu (kadang disebut Laozi atau Lao Cu) banyak sekali menyampaikan kata-kata nasehat yang tetap aktual sampai sekarang.
Karena begitu mengagumkannya pemikiran Lao Tzu ini, dengan menggabungkannya dengan ajaran Kaisar Huang Di (Raja pada zaman purba Cina yang juga digelari Kaisar Kuning atau Yellow Emperor), sebagian orang Cina menjadikan ajarannya ini sebagai AGAMA dan menjadikan Lao Tzu sebagai Dewa yang diberi nama "Tai Shang Lao Chun".
Sementara sebagian orang Cina lainnya tetap mempertahankan ajaran Lao Tzu ini sebagai sebuah aliran filsafat.
Di Barat, ajaran Lao Tzu ini dikenal dengan nama Taoisme. Nama ini diberikan oleh para intelektual Barat pada abad ke 19. Saat itu para intelektual barat memberikan nama Taoisme ini tanpa sama sekali membedakan apakah yang mereka maksud itu adalah Taoisme sebagai agama atau Taoisme sebagai filsafat. Oleh para intelektual barat itu, Taoisme dipandang sebagai aliran mistik timur (eastern mystic).
Padahal sebenarnya, Taoisme sebagai sebuah aliran filsafat sangat berbeda dengan Taoisme sebagai agama.
Soal Taoisme sebagai sebuah aliran filsafat dan Taoisme sebagai agama ini terdapat anomali.
Taoisme sebagai agama justru lebih banyak menekankan pada olah fisik ketimbang spiritual. Sebagai agama Tao menganjurkan penganutnya untuk melakukan meditasi, menyepi di pegunungan atau dalam hutan sambil berlatih pernafasan (Qi Gong) dan latihan oleh tubuh Gerakan Lima Bintang yang dikenal sebagai Tai Chi.
Sebaliknya Tao sebagai aliran filsafat, mengajak orang untuk hidup secara apa adanya dan memandang dunia dan segala fenomena alam secara apa adanya pula. Tidak perlu ngoyo dan tidak perlu neko-neko. Seperti yang terangkum dalam Tao Te Ching, Lao Tzu ( lebih lanjut baca hal. 4 : The Wisdom of Lao zi, karangan Andri Wang)
Salah satu ucapan Lao Tzu yang sangat mengesankan bagi saya ada di Bab 71, bukunya ini. Di Bab ini Lao Tzu mengatakan, "Mengaku TIDAK TAHU saat TIDAK TAHU adalah yang paling baik, mengaku TAHU saat TIDAK TAHU adalah CARI PENYAKIT".
Ucapan Lao Tzu ini menjadi sangat menarik bagi saya, karena belakangan ini disekitar saya, saya menemui banyak sekali orang yang CARI PENYAKIT.
Sejak reformasi bergulir, di Indonesia ini banyak sekali bermunculan orang-orang yang sebelumnya bukan siapa-siapa tiba-tiba menjadi orang penting secara instant. Dari kelompok inilah biasanya orang-orang yang CARI PENYAKIT itu berasal.
Beberapa hari terakhir, dunia akademis indonesia seolah dikagetkan dengan "suara petir di siang bolong", ketika Profesor Anak Agung Banyu Perwita, seorang Guru Besar di Jurusan Hubungan Internasional di Universitas Katolik Parahyangan, yang disebut-sebut sebagai jurusan HI terbaik di Indonesia tertangkap basah melakukan Plagiarisme.
Kasus ini kemudian menjadi melebar kemana-mana karena ternyata profesor lain yang bernama Yahya Muhaimin yang pernah menjadi Menteri pendidikan juga pernah berbuat sama. Dan pasti akan semakin melebar lagi seandainya kasus ini dijadikan pintu masuk untuk meneliti karya tulis, termasuk skripsi, tesis dan disertasi para dosen, pejabat dan politisi negeri ini yang sekarang telah menjadi sosok-sosok terhormat.
Saya sendiri tidak mengenal sosok Banyu Perwita secara pribadi, tapi istri saya yang pernah menjadi mahasiswinya sangat mengagumi sosok ini. Istri saya sering menceritakan kepada saya betapa hebatnya sosok Banyu Perwita sebagai seorang dosen, caranya mengajar dan penguasaannya terhadap materi yang dia ajarkan menurut istri saya sangat luar biasa.
Begitulah ketika mengetahui kasus plagiarisme yang dilakukan oleh Profesor Banyu Perwita melalui sebuah tulisannya di Jakarta Post, istri saya tampak begitu terpukul. Ketika saya membaca wall sang terdakwa, saya juga mendapati begitu banyak mahasiswa dan alumni Unpar yang merasa terpukul dan kecewa, tapi tetap memberi dukungan semangat kepada dosennya ini.
Dari luar Unpar sendiri, kecaman kepada Profesor Banyu Perwita datang bertubi-tubi, bahkan dari rektorat Unpar sendiri mengancam akan menjatuhkan hukuman berat kepada Banyu Perwita seandainya tudingan ini terbukti benar.
Semua tudingan dan tekanan itu jelas membuat Profesor Banyu Perwita terpojok.
Tapi yang menarik dari kasus ini adalah reaksi dari Profesor Banyu Perwita sendiri.
Dalam banyak kejadian sebelumnya, entah itu kasus Cicak Versus Buaya, kasus Prita, Antasari sampai Bank Century, kita dapat menyaksikan dengan jelas bagaimana fihak-fihak yang kesalahannya telah jelas-jelas ditelanjangi masih berusaha 'ngeles', bersilat lidah mengaburkan fakta dan masih merasa diri terhormat, sementara masyarakat sudah sama sekali tidak percaya apa pun yang mereka katakan.
Di antara para pengkritik Profesor Banyu Perwita yang benar-benar mengharapkan kejujuran ditegakkan di negeri ini, sebenarnya juga banyak terselip pengkritik yang terdiri dari para oportunis sok bermoral. Dengan memanfaatkan momentum kesialan yang dialami profesor Perwita ini, para oportunis sok bermoral ini dengan licik mengintip celah untuk menjadi pahlawan kesiangan.
Terhadap kesalahan yang dilakukan oleh Profesor Banyu Perwita, para oportunis ini tampaknya sudah demikian siap dengan segudang hujatan dan makian untuk menjadikan sang profesor sebagai sansak hidup alias bulan-bulanan.
Karena itulah banyak pengkritik Banyu Perwita dan sepertinya Pihak UNPAR sendiri pun demikian, mengharapkan Banyu Perwita bersikap seperti para pecundang yang bak pencuri yang tertangkap tangan, yang sudah jelas-jelas terbukti bersalah tapi masih berkelit ke sana kemari. Sikap yang justru memmicu aksi 'amuk massa' yang menjadikan orang bersalah ini bulan-bulanan bersama, sebagaimana yang bersama-sama kita saksikan telah dialami oleh RS Omni Internasional atau institusi Hukum negeri ini (salah satunya dengan aksi "sejuta facebooker..." yang diikuti lebih dari sejuta orang) dalam kasus Bibit-Chandra.
Tapi para pengkritik model kedua ini terpaksa harus kecewa dan gigit jari, karena Profesor A.A Banyu Perwita ternyata mengambil sikap berbeda dengan yang mereka bayangkan, sebagaimana layaknya sikap yang diambil oleh para pecundang. Profesor ini dengan jantan mengaku bersalah dan sebelum diminta, langsung mengajukan surat pengunduran diri kepada UNPAR.
Apa yang dilakukan oleh Profesor Banyu Perwita ini sejalan dengan anjuran filsafat esoterik Lao Tzu yang dia tuliskan di Bab 71 buku Tao Te Cing, sebagaimana yang saya sebutkan di atas. Dengan mengganti kata 'TIDAK TAHU' menjadi kata 'SALAH', redaksi ucapan Lao Tzu yang diprkatekkan oleh profesor A.A Banyu Perwita ini akan berbunyi "Mengaku SALAH saat berbuat SALAH adalah yang paling baik, mengaku TIDAK SALAH saat berbuat SALAH adalah CARI PENYAKIT".
Sikap Mengaku SALAH seperti ini malah membuat pengkritiknya jadi serba salah. Dengan pilihan sikap seperti ini, Profesor A.A Banyu Perwita membuat para pengkritiknya kehilangan energi.
Terus menerus menghujat dan mencaci maki orang yang sudah mengaku salah seperti ini hanya akan membuat si penghujat tampak seperti orang yang mengidap DIARE KATA-KATA (Istilah ini saya pinjam dari Dewi Lestari, Penulis Supernova yang juga merupakan mantan mahasiswi Profesor Banyu Perwita).
Karena itulah, terlepas dari perilaku memalukan yang telah dia tunjukkan, terlepas dari teladan sangat buruk yang telah dia pertontonkan yang sangat tidak layak ditiru oleh akdemisi lain (ini sekaligus menjadi cermin bagi saya [meskipun saya sendiri jelas bukan seorang akedemisi], karena terus terang berkat Google, yang membuat mendapatkan informasi apapun yang kita inginkan jadi demikian mudahnya, saya sendiripun secara sadar atau tidak sering mengutip pendapat dan pemikiran orang lain dalam tulisan-tulisan di blog saya tanpa menyebutkan sumber resminya), saya tetap memberi kredit positif kepada Profesor Anak Agung Banyu Perwita berkaitan dengan statusnya sebagai seorang pengajar.
Saya memberinya kredit positif (dalam kapasitasnya sebagai seorang pengajar) karena di saat sudah salah dan terpojok pun, Profesor Anak Agung Banyu Perwita masih bisa memberi pelajaran.
Wassalam
Win Wan Nur
Dalam buku yang bisa diterjemahkan sebagai "Jalan dan Kekuatannya" ini, Lao Tzu (kadang disebut Laozi atau Lao Cu) banyak sekali menyampaikan kata-kata nasehat yang tetap aktual sampai sekarang.
Karena begitu mengagumkannya pemikiran Lao Tzu ini, dengan menggabungkannya dengan ajaran Kaisar Huang Di (Raja pada zaman purba Cina yang juga digelari Kaisar Kuning atau Yellow Emperor), sebagian orang Cina menjadikan ajarannya ini sebagai AGAMA dan menjadikan Lao Tzu sebagai Dewa yang diberi nama "Tai Shang Lao Chun".
Sementara sebagian orang Cina lainnya tetap mempertahankan ajaran Lao Tzu ini sebagai sebuah aliran filsafat.
Di Barat, ajaran Lao Tzu ini dikenal dengan nama Taoisme. Nama ini diberikan oleh para intelektual Barat pada abad ke 19. Saat itu para intelektual barat memberikan nama Taoisme ini tanpa sama sekali membedakan apakah yang mereka maksud itu adalah Taoisme sebagai agama atau Taoisme sebagai filsafat. Oleh para intelektual barat itu, Taoisme dipandang sebagai aliran mistik timur (eastern mystic).
Padahal sebenarnya, Taoisme sebagai sebuah aliran filsafat sangat berbeda dengan Taoisme sebagai agama.
Soal Taoisme sebagai sebuah aliran filsafat dan Taoisme sebagai agama ini terdapat anomali.
Taoisme sebagai agama justru lebih banyak menekankan pada olah fisik ketimbang spiritual. Sebagai agama Tao menganjurkan penganutnya untuk melakukan meditasi, menyepi di pegunungan atau dalam hutan sambil berlatih pernafasan (Qi Gong) dan latihan oleh tubuh Gerakan Lima Bintang yang dikenal sebagai Tai Chi.
Sebaliknya Tao sebagai aliran filsafat, mengajak orang untuk hidup secara apa adanya dan memandang dunia dan segala fenomena alam secara apa adanya pula. Tidak perlu ngoyo dan tidak perlu neko-neko. Seperti yang terangkum dalam Tao Te Ching, Lao Tzu ( lebih lanjut baca hal. 4 : The Wisdom of Lao zi, karangan Andri Wang)
Salah satu ucapan Lao Tzu yang sangat mengesankan bagi saya ada di Bab 71, bukunya ini. Di Bab ini Lao Tzu mengatakan, "Mengaku TIDAK TAHU saat TIDAK TAHU adalah yang paling baik, mengaku TAHU saat TIDAK TAHU adalah CARI PENYAKIT".
Ucapan Lao Tzu ini menjadi sangat menarik bagi saya, karena belakangan ini disekitar saya, saya menemui banyak sekali orang yang CARI PENYAKIT.
Sejak reformasi bergulir, di Indonesia ini banyak sekali bermunculan orang-orang yang sebelumnya bukan siapa-siapa tiba-tiba menjadi orang penting secara instant. Dari kelompok inilah biasanya orang-orang yang CARI PENYAKIT itu berasal.
Beberapa hari terakhir, dunia akademis indonesia seolah dikagetkan dengan "suara petir di siang bolong", ketika Profesor Anak Agung Banyu Perwita, seorang Guru Besar di Jurusan Hubungan Internasional di Universitas Katolik Parahyangan, yang disebut-sebut sebagai jurusan HI terbaik di Indonesia tertangkap basah melakukan Plagiarisme.
Kasus ini kemudian menjadi melebar kemana-mana karena ternyata profesor lain yang bernama Yahya Muhaimin yang pernah menjadi Menteri pendidikan juga pernah berbuat sama. Dan pasti akan semakin melebar lagi seandainya kasus ini dijadikan pintu masuk untuk meneliti karya tulis, termasuk skripsi, tesis dan disertasi para dosen, pejabat dan politisi negeri ini yang sekarang telah menjadi sosok-sosok terhormat.
Saya sendiri tidak mengenal sosok Banyu Perwita secara pribadi, tapi istri saya yang pernah menjadi mahasiswinya sangat mengagumi sosok ini. Istri saya sering menceritakan kepada saya betapa hebatnya sosok Banyu Perwita sebagai seorang dosen, caranya mengajar dan penguasaannya terhadap materi yang dia ajarkan menurut istri saya sangat luar biasa.
Begitulah ketika mengetahui kasus plagiarisme yang dilakukan oleh Profesor Banyu Perwita melalui sebuah tulisannya di Jakarta Post, istri saya tampak begitu terpukul. Ketika saya membaca wall sang terdakwa, saya juga mendapati begitu banyak mahasiswa dan alumni Unpar yang merasa terpukul dan kecewa, tapi tetap memberi dukungan semangat kepada dosennya ini.
Dari luar Unpar sendiri, kecaman kepada Profesor Banyu Perwita datang bertubi-tubi, bahkan dari rektorat Unpar sendiri mengancam akan menjatuhkan hukuman berat kepada Banyu Perwita seandainya tudingan ini terbukti benar.
Semua tudingan dan tekanan itu jelas membuat Profesor Banyu Perwita terpojok.
Tapi yang menarik dari kasus ini adalah reaksi dari Profesor Banyu Perwita sendiri.
Dalam banyak kejadian sebelumnya, entah itu kasus Cicak Versus Buaya, kasus Prita, Antasari sampai Bank Century, kita dapat menyaksikan dengan jelas bagaimana fihak-fihak yang kesalahannya telah jelas-jelas ditelanjangi masih berusaha 'ngeles', bersilat lidah mengaburkan fakta dan masih merasa diri terhormat, sementara masyarakat sudah sama sekali tidak percaya apa pun yang mereka katakan.
Di antara para pengkritik Profesor Banyu Perwita yang benar-benar mengharapkan kejujuran ditegakkan di negeri ini, sebenarnya juga banyak terselip pengkritik yang terdiri dari para oportunis sok bermoral. Dengan memanfaatkan momentum kesialan yang dialami profesor Perwita ini, para oportunis sok bermoral ini dengan licik mengintip celah untuk menjadi pahlawan kesiangan.
Terhadap kesalahan yang dilakukan oleh Profesor Banyu Perwita, para oportunis ini tampaknya sudah demikian siap dengan segudang hujatan dan makian untuk menjadikan sang profesor sebagai sansak hidup alias bulan-bulanan.
Karena itulah banyak pengkritik Banyu Perwita dan sepertinya Pihak UNPAR sendiri pun demikian, mengharapkan Banyu Perwita bersikap seperti para pecundang yang bak pencuri yang tertangkap tangan, yang sudah jelas-jelas terbukti bersalah tapi masih berkelit ke sana kemari. Sikap yang justru memmicu aksi 'amuk massa' yang menjadikan orang bersalah ini bulan-bulanan bersama, sebagaimana yang bersama-sama kita saksikan telah dialami oleh RS Omni Internasional atau institusi Hukum negeri ini (salah satunya dengan aksi "sejuta facebooker..." yang diikuti lebih dari sejuta orang) dalam kasus Bibit-Chandra.
Tapi para pengkritik model kedua ini terpaksa harus kecewa dan gigit jari, karena Profesor A.A Banyu Perwita ternyata mengambil sikap berbeda dengan yang mereka bayangkan, sebagaimana layaknya sikap yang diambil oleh para pecundang. Profesor ini dengan jantan mengaku bersalah dan sebelum diminta, langsung mengajukan surat pengunduran diri kepada UNPAR.
Apa yang dilakukan oleh Profesor Banyu Perwita ini sejalan dengan anjuran filsafat esoterik Lao Tzu yang dia tuliskan di Bab 71 buku Tao Te Cing, sebagaimana yang saya sebutkan di atas. Dengan mengganti kata 'TIDAK TAHU' menjadi kata 'SALAH', redaksi ucapan Lao Tzu yang diprkatekkan oleh profesor A.A Banyu Perwita ini akan berbunyi "Mengaku SALAH saat berbuat SALAH adalah yang paling baik, mengaku TIDAK SALAH saat berbuat SALAH adalah CARI PENYAKIT".
Sikap Mengaku SALAH seperti ini malah membuat pengkritiknya jadi serba salah. Dengan pilihan sikap seperti ini, Profesor A.A Banyu Perwita membuat para pengkritiknya kehilangan energi.
Terus menerus menghujat dan mencaci maki orang yang sudah mengaku salah seperti ini hanya akan membuat si penghujat tampak seperti orang yang mengidap DIARE KATA-KATA (Istilah ini saya pinjam dari Dewi Lestari, Penulis Supernova yang juga merupakan mantan mahasiswi Profesor Banyu Perwita).
Karena itulah, terlepas dari perilaku memalukan yang telah dia tunjukkan, terlepas dari teladan sangat buruk yang telah dia pertontonkan yang sangat tidak layak ditiru oleh akdemisi lain (ini sekaligus menjadi cermin bagi saya [meskipun saya sendiri jelas bukan seorang akedemisi], karena terus terang berkat Google, yang membuat mendapatkan informasi apapun yang kita inginkan jadi demikian mudahnya, saya sendiripun secara sadar atau tidak sering mengutip pendapat dan pemikiran orang lain dalam tulisan-tulisan di blog saya tanpa menyebutkan sumber resminya), saya tetap memberi kredit positif kepada Profesor Anak Agung Banyu Perwita berkaitan dengan statusnya sebagai seorang pengajar.
Saya memberinya kredit positif (dalam kapasitasnya sebagai seorang pengajar) karena di saat sudah salah dan terpojok pun, Profesor Anak Agung Banyu Perwita masih bisa memberi pelajaran.
Wassalam
Win Wan Nur
Rabu, 10 Februari 2010
AKAL dan IPTEK Dalam Pandangan Para Fundies
Sebagai orang Islam kita diajarkan bahwa Islam itu adalah ajaran yang sempurna. Islam bisa menjelaskan sekaligus persoalan dunia dan akhirat.
Kalau pemahaman seperti ini kita hayati apa adanya tentu pemahaman seperti ini akan menimbulkan semangat bagi kita penganut agama ini untuk memahami segala persoalan dunia dan akhirat.
Bagi banyak orang Islam hari ini, Alqur'an dipercaya sebagai sumber segala ilmu pengetahuan. Sama seperti pandangan di atas, sebenarnya juga tidak ada masalah dengan keyakinan seperti ini, selama kita menyadari bahwa Al Qur'an yang suci itu hanyalah teks dan antara teks dengan manusia itu selalu ada jarak yang memisahkan, sebab sesuci apapun teks, dia tidak dapat menginterpretasikan dirinya sendiri.
Untuk bisa memahami teks, manusia perlu jembatan, dan yang dimaksud dengan jembatan itu adalah INTERPRETASI.
Tapi masalah besar yang dihadapi oleh umat islam hari ini (terutama para fundies) adalah, banyak sekali orang Islam yang percaya tidak ada jarak antara teks dan interpretasi itu.
Oleh orang-orang ini, pendapat dari para ulama tertentu dianggap paling benar, origin, salafi, fresh from Allah. Dan ketika pendapat yang sebenarnya tidak lain adalah interpretasi alias jembatan itu kemudian didukung oleh jutaan ulama yang mereka anggap sangat dekat dengan Allah dan menjadi wakil Allah di muka bumi ini. Mereka pun meyakini dan memperlakukan pendapat itu layaknya teks suci itu sendiri.
Lalu apa hubungannya cara pandang seperti ini terhadap penguasaan IPTEK?
Cara pandang seperti ini membuat umat Islam PUAS, merasa dengan memahami Al Qur'an dan hadits berarti sudah mengetahui semua rahasia alam dan sudah memahami seluruh ilmu pengetahuan.
Banyak orang islam yang dengan taat mengkaji setiap dalil lupa (atau sengaja pura-pura tidak tahu) kalau manusia membutuhkan sebuah aksi nyata agar segala informasi tentang Ilmu pengetahuan yang ada dalam Al Qur'an ini bisa bermanfaat dan menghasilkan produk yang bisa digunakan secara nyata.
Apakah penafsiran dari para Ulama pengkaji dalil-dalil itu bisa membuat informasi tentang Ilmu pengetahuan yang ada dalam Al Qur'an ini bisa bermanfaat dan menghasilkan produk yang bisa digunakan secara nyata?....sampai saat ini kita belum menemukan buktinya.
Hari ini banyak orang Islam yang beragama secara lebay. Karena Islam dikatakan bisa menjelaskan sekaligus persoalan dunia dan akhirat. Oleh banyak orang Islam hari ini memaksakan diri untuk memahami semua hal sepele yang sebenarnya bisa dipahami dengan perangkat AKAL dan PANCA INDERA pun harus meminta pendapat ulama yang kemudian mengkajinya berdasarkan dalil-dalil dari hadits dan kitab suci yang ditafsirkan oleh mereka sendiri atau para ulama terdahulu yang pendapatnya mereka percayai.
Kalau permasalahan yang ingin kita pahami itu berkaitan dengan sesuatu yang ada di luar kemampuan AKAL dan tanggapan PANCA INDERA, seperti hal-hal gaib semacam kiamat, padang mahsyar, shirat, surga, neraka, alam kubur dan lain-lain, yang memang hanya bisa dipahami dengan IMAN, tentu saja kita harus mendengarkan pendapat ulama tersebut yang penafsirannya bisa berbeda-beda dalam skala kecil sampai besar antara satu dengan lainnya.
Tapi kalau hanya untuk sekedar mengetahui 'Pisau tajam bisa dipakai untuk mengiris tomat' pun kita harus menanyakan pendapat Ulama berdasarkan atas kajian terhadap hadits dan kitab suci bukankah ini LEBAY namanya?.
Konsep untuk memahami dan mengembangkan IPTEK pun sebenarnya sama sederhananya dengan konsep memahami 'Pisau tajam bisa dipakai untuk mengiris tomat'. Untuk memahami IPTEK cukup dengan menggunakan RASIO (AKAL) dan tanggapan PANCA INDERA. Makanya adalah hal yang LEBAY pula jika untuk memahami sebuah fenomena alam yang menjadi dasar IPTEK pun kita harus berpatokan pada pendapat Ulama berdasarkan atas kajian terhadap hadits dan kitab suci.
Berbeda dengan Ilmu Agama yang memiliki banyak sekali dalil untuk menjelaskan setiap permasalahan, Ilmu Pengetahuan/sains mengenal sedikit sekali dalil, dan dalil yang sedikit ini pun seluruhnya terdiri dari RASIO. Dalil-dalil ini antara lain adalah prinsip kausalitas dan aksioma-aksioma matematika, yang secara ringkas dapat disebut sebagai kategori-kategori akal.
*Kebenaran* yang dipahami oleh imu pengetahuan tidaklah sama dengan *Kebenaran* yang dipahami oleh agama atau iman, sebab kebenaran agama dan iman itu bisa berbeda-beda antara satu manusia dengan manusia yang lain (tergantung penafsiran dari seorang ulama terhadap dalil). Sementara RASIO yang mendasari Ilmu pengetahuan modern itu SAMA bagi setiap manusia. Orang yang tidak sanggup menggunakan rasio disebut IRRASIONAL, dan konsekwensinya, mereka yang irrasional itu tidak akan mampu mengerti, dan apalagi menguasai ilmu pengetahuan (iptek) yang menjadi dasar untuk menguasai peradaban modern.
Contoh kebenaran Ilmu Pengetahuan yang sama bagi setiap manusia adalah dalil yang mengatakan Aksi = Reaksi. Jika ini diaplikasikan pada sebuah balok yang berfungsi sebagai jembatan, dengan dasar dalil yang mengatakan Aksi = Reaksi diketahui bahwa jika sebuah balok diberi beban, maka balok ini pun akan memberi reaksi sebesar beban yang diterimanya, maka BALOK yang dibuat untuk jembatan harus dibuat dengan kekuatan yang mampu menahan beban yang lebih besar dari beban yang diterimanya.
Pada hakikatnya ilmu pengetahuan itu adalah saling hubungan antara berbagai pengalaman pancaindera satu dengan lain, baik dalam hubungan sebab-akibat, maupun dalam skala waktu dan hubungan antara berbagai pengalaman-pengalaman pancaindera. Karena pangalaman pancaindera itu selalu SAMA bagi setiap manusia, dan ALAT untuk memahaminya juga sama, yaitu LOGIKA dan RASIO. Yang seperti halnya panca Indera juga terbukti SAMA untuk setiap manusia.
Kembali kepada contoh di atas karena dalil yang mengatakan Aksi = Reaksi adalah (a) sesuai dengan logika dan/atau matematika dan (b) sesuai dengan pengamatan pancaindera. Maka kita tidak perlu tahu siapa yang membuat dalil itu, yang jelas dalil tersebut kebenarannya TERBUKTI SAMA bagi semua manusia sehingga kebenaran yang satu itu bisa menjadi dasar untuk terciptanya berbagai ilmu lain, katakanlah misalnya ilmu bahan bangunan. Dengan berpatokan pada dalil tersebut, manusia akan bereksplorasi mengolah berbagai materi di alam untuk dibuat mampu menahan BEBAN yang direncanakan melewati balok tersebut. entah itu bahan itu berupa beton bertulang, baja, kayu atau serat karbon. Yang untuk membuatnya juga membutuhkan saling berhubungan dengan *kebenaran-kebenaran* lain yang juga TERBUKTI SAMA bagi semua manusia.
Cara pandang seperti inilah yang membuat kita sekarang mengenal beragam produk teknologi, termasuk facebook yang hanya mungkin bisa hadir dan kita petik manfaatnya sekarang karena adanya teknologi yang dikembangkan oleh orang-orang yang berpikir atas dasar sains ini.
Ilmu Pengetahuan alias sains sama sekali tidak mengenal kebenaran mutlak, kebenaran yang dikenal dalam Ilmu Pengetahuan/ Sains adalah kebenaran yang selalu berubah menuju kesempurnaan secara asimptotis, artinya semakin lama semakin benar.
Tapi tentu saja ada hal-hal yang dengan sekejap mata bisa ditetapkan oleh Sains sebagai KESALAHAN, yaitu bila;
(a) suatu teori TIDAK LOGIS atau menyalahi prinsip logika, misalnya jika matematikanya salah-salah; dan
(b) tidak sesuai dengan persepsi pancaindera.
Untuk bisa dianggap benar dalam sains (sekalipun cuma sementara), suatu gagasan, pendapat, atau teori itu harus memenuhi sekaligus kedua-duanya (a) dan (b).
Contoh kebenaran yang selalu berubah menuju kesempurnaan secara asimptotis misalnya katakanlah ada seseorang mengatakan "AIR BISA DIGUNAKAN SEBAGAI BAHAN BAKAR".
Orang yang percaya Al Qur'an adalah sumber segala ilmu, bertanya pada ulama, mengkaji makna di balik setiap ayat dan hadits dan berdasar berbagai kajian bahasa dan sejarah turunnya ayat tersebut kemudian menyimpulkan bahwa pernyataan di atas adalah benar, tanpa memerlukan proses pengujian yang terus menerus untuk membuktikan bahwa pernyataan di atas adalah BENAR bagi semua manusia.
Orang yang berpikir dengan landasan IPTEK yang benar-benar ingin membuktikan pernyataan itu dan berniat membuat alat yang bisa menjadikan air sebagai bahan bakar akan memilih jalan berbeda. Dia akan menganalisa fakta-fakta ilmiah yang telah pernah diungkapkan oleh orang-orang sebelumnya.
Katakanlah misalnya pemahaman atas pernyataan itu akan dia mulai dengan pemahaman kimia dasar bahwa AIR itu sendiri adalah molekul yang terdiri dari 2 atom Hidrogen dan satu atom Oksigen.
Hidrogen adalah unsur yang sangat mudah terbakar dan pembakaran sendiri membutuhkan Oksigen. Jadi pernyataan ini logis dan masuk akal dan berarti BENAR.
Hanya masalahnya ketika 2 atom Hidrogen dan satu atom Oksigen itu membentuk senyawa, molekul inipun menjadi air dan malah dipakai untuk memadamkan api. Jadi untuk membuat Air bisa terbakar bagaimana?...RASIO alias AKAL SEHAT di sini berkata, atom Oksigen dan Hidrogen itu harus dipisahkan. Bagaimana caranya?...dengan Elektrolisa. Bagaimana prinsip elektrolisa ini?...orang inipun akan mencari pengetahuan yang telah diungkapkan oleh orang sebelumnya, ditemukanlan HUKUM FARADAY.
Maka diketahui untuk mengelektrolisa air dibutuhkan logam, elektrolit dan arus listrik.
Saat melakukan pembuktian melalui proses seperti ini dia akan menemukan berbagai fakta yang sebelumnya tidak pernah dia ketahui, bagaimana kalau ternyata kalau logam yang dipakai tidak tepat yang keluar dalam proses elektrolisa itu bukan hanya hidrogen dan oksigen, tapi juga hexavalent Chromiun yang berbahaya, atau juga ternyata gas yang keluar itu lebih banyak uap airnya, juga dalam proses ini juga ternyata bisa menciptakan efek elektrostatis yang bisa menyebabkan ledakan sebagaimana yang terjadi pada proses terjadinya petir.
Setelah melalui semua proses itu barulah pada akhirnya dia bisa menciptakan sebuah alat yang aman yang bisa membuat Air menjadi bahan bakar. Tapi yang dia buat itupun bukanlah sebuah hasil yang MUTLAK, karena nantinya akan ada lagi orang yang menyadari kelemahan alat buatannya dan akan menyempurnakan alat buatannya tersebut.
Seperti yang kita lihat dalam proses yang dilalui orang ini. Semakin jauh dia berusaha membuktikan "AIR BISA DIGUNAKAN SEBAGAI BAHAN BAKAR", semakin banyak dia 'terpaksa' bersentuhan dengan hasil olah pikir orang lain dan semakin tahu juga dia betapa luasnya ilmu pengetahuan dan orang yang membuktikan "AIR BISA DIGUNAKAN SEBAGAI BAHAN BAKAR" ini pun segera menyadari kalau yang tidak diketahui Manusia itu jauh lebih banyak ketimbang yang diketahui.
Kalau orang yang menjalani proses seperti ini adalah jenis manusia yang percaya TUHAN, Maka semakin banyak yang dia tahu, semakin dia merasa kecil dihadapan TUHAN YANG MAHA SEGALANYA. Saat manusia yang memiliki pola pikir seperti ini telah mencapai tahap yang sangat jauh, dia pun semakin merasa sangat-sangat kecil. Karena itulah seorang Einstein yang telah mengetahui sedemikian banyak rahasia alam semesta dengan takjub mengatakan "Tuhan tidak sedang bermain dadu".
Bandingkan pola ini dengan orang yang memahami kebenaran melalui dalil-dalil agama hasil penafsiran para Ulama.
Contohnya bisa anda lihat pada artikel di bawah ini :
1. http://rumaysho.com/belajar-islam/aqidah/2865-mendudukkan-akal-pada-tempatnya.html
2. http://rumaysho.com/belajar-islam/aqidah/2866-ketika-akal-bertentangan-dengan-dalil-syari.html
Artikel dalam website yang ditulis oleh seseorang yang bernama Muhammad Abduh Tuasikal tersebut diberikan kepada saya oleh seorang teman yang bernama Abu Kharis. Artikel ini dia berikan kepada saya dengan maksud untuk meyakinkan saya bahwa KEBENARAN ILMIAH juga bisa didapatkan dengan cara mengkaji dalil-dalil agama, tanpa perlu melalui proses-proses rumit dan melelahkan seperti yang dilakukan oleh sains. Malah keunggulan dari mengetahui KEBENARAN ILMIAH melalui dalil-dalil ini adalah kebenarannya bersifat MUTLAK, tidak seperti kebenaran sains yang berubah-ubah.
Salah satu cara pembuktian KEBENARAN ILMIAH melalui dalil-dalil ini yang diulas oleh Muhammad Abduh Tuasikal adalah pembuktian terhadap dalil dalam suatu hadits yang menyebutkan bahwa pada hari kiamat nanti posisi matahari akan begitu dekat dengan manusia :
Terhadap masalah ini, Muhammad Abduh Tuasikal menulis
*** “Matahari akan didekatkan pada makhluk pada hari kiamat nanti hingga mencapai jarak sekitar satu mil.” Sulaiman bin ‘Amir, salah seorang perowi hadits ini mengatakan bahwa dia belum jelas mengenai apa yang dimaksud dengan satu mil di sini. Boleh jadi satu mil tersebut adalah seperti jarak satu mil di dunia dan boleh jadi jaraknya adalah satu celak mata.
"Jika kita memperhatikan, hadits ini terasa bertentangan dengan logika kita. Namun sebenarnya dapat kita katakan, “Kekuatan manusia ketika hari kiamat berbeda dengan kekuatannya ketika sekarang di dunia. Namun manusia ketika hari kiamat memiliki kekuatann yang luar biasa. Mungkin saja jika manusia saat ini berdiam selama 50 hari di bawah terik matahari, tanpa adanya naungan, tanpa makan dan minum, pasti dia akan mati. Akan tetapi, sangat jauh berbeda dengan keadaan di dunia. Bahkan di hari kiamat, mereka akan berdiam selama 50 ribu tahun, tanpa ada naungan, tanpa makan dan minuman.” (Syarh Al ‘Aqidah Al Wasithiyah, hal. 370)" ***
Dengan membaca penjelasan seperti ini, keingintahuan kita jadi terpuaskan dan masalahpun selesai dan imanpun jadi semakin tebal. Tapi kepuasan ini sama sekali tidak menghasilkan produk apa pun yang bisa dimanfaatkan oleh manusia lainnya.
Cara yang berbeda dalam memahami KEBENARAN ILMIAH ini pun membentuk dua pola sikap yang bertolak belakang. Dalam sains alias IPTEK, orang MENGERTI, bukan PERCAYA. Sebagaimana telah saya gambarkan di atas, orang yang memahami KEBENARAN ILMIAH melalui proses yang panjang dan melelahkan, dalam proses itu tahu bahwa semakin banyak yang dia ketahui semakin MENGERTI pula dia semakin jauh lebih banyak lagi pula yang tidak dia ketahui, semakin MENGERTI pula dia kalau tidak mungkin dia mengetahui sebuah KEBENARAN secara MUTLAK. Semakin banyak yang dia tahu, semakin dia MENGERTI seberapa maha kecilnya dia dihadapan TUHAN.
Sementara orang yang mencari pemahaman KEBENARAN ILMIAH melalui dalil dasarnya adalah PERCAYA bukan MENGERTI, semakin mendapat penjelasan dari orang yang dia PERCAYA semakin dia merasa TAHU dan diapun semakin PERCAYA kalau dirinya mampu memahami kebenaran secara MUTLAK.
Karena dia PERCAYA kalau dirinya mampu memahami kebenaran secara MUTLAK maka dia pun merasa dirinya lebih besar dibanding manusia lainnya, karena dia PERCAYA bahwa dia lebih mengerti APA maksud TUHAN dibandingkan oleh manusia lainnya. Karena itu mereka pun jadi merasa punya OTORITAS untuk mencap, mengancam, menuduh, memfitnah bahkan membunuh orang yang memiliki pemahaman yang berbeda dengan mereka. Sebab mereka PERCAYA bahwa orang-orang yang berbeda pandangan dengan mereka itu adalah KAUM PENGACAU KEIMANAN yang tentu saja adalah MUSUH ISLAM.
Itulah sebabnya kenapa orang yang mencari pemahaman KEBENARAN ILMIAH melalui pengkajian terhadap dalil-dalil agama cenderung menjadi MEGALOMANIAK!
Wassalam
Win Wan Nur
Orang ACEH suku Gayo, Beragama ISLAM
www.winwannur.blog.com
www.winwannur.blogspot.com
Kalau pemahaman seperti ini kita hayati apa adanya tentu pemahaman seperti ini akan menimbulkan semangat bagi kita penganut agama ini untuk memahami segala persoalan dunia dan akhirat.
Bagi banyak orang Islam hari ini, Alqur'an dipercaya sebagai sumber segala ilmu pengetahuan. Sama seperti pandangan di atas, sebenarnya juga tidak ada masalah dengan keyakinan seperti ini, selama kita menyadari bahwa Al Qur'an yang suci itu hanyalah teks dan antara teks dengan manusia itu selalu ada jarak yang memisahkan, sebab sesuci apapun teks, dia tidak dapat menginterpretasikan dirinya sendiri.
Untuk bisa memahami teks, manusia perlu jembatan, dan yang dimaksud dengan jembatan itu adalah INTERPRETASI.
Tapi masalah besar yang dihadapi oleh umat islam hari ini (terutama para fundies) adalah, banyak sekali orang Islam yang percaya tidak ada jarak antara teks dan interpretasi itu.
Oleh orang-orang ini, pendapat dari para ulama tertentu dianggap paling benar, origin, salafi, fresh from Allah. Dan ketika pendapat yang sebenarnya tidak lain adalah interpretasi alias jembatan itu kemudian didukung oleh jutaan ulama yang mereka anggap sangat dekat dengan Allah dan menjadi wakil Allah di muka bumi ini. Mereka pun meyakini dan memperlakukan pendapat itu layaknya teks suci itu sendiri.
Lalu apa hubungannya cara pandang seperti ini terhadap penguasaan IPTEK?
Cara pandang seperti ini membuat umat Islam PUAS, merasa dengan memahami Al Qur'an dan hadits berarti sudah mengetahui semua rahasia alam dan sudah memahami seluruh ilmu pengetahuan.
Banyak orang islam yang dengan taat mengkaji setiap dalil lupa (atau sengaja pura-pura tidak tahu) kalau manusia membutuhkan sebuah aksi nyata agar segala informasi tentang Ilmu pengetahuan yang ada dalam Al Qur'an ini bisa bermanfaat dan menghasilkan produk yang bisa digunakan secara nyata.
Apakah penafsiran dari para Ulama pengkaji dalil-dalil itu bisa membuat informasi tentang Ilmu pengetahuan yang ada dalam Al Qur'an ini bisa bermanfaat dan menghasilkan produk yang bisa digunakan secara nyata?....sampai saat ini kita belum menemukan buktinya.
Hari ini banyak orang Islam yang beragama secara lebay. Karena Islam dikatakan bisa menjelaskan sekaligus persoalan dunia dan akhirat. Oleh banyak orang Islam hari ini memaksakan diri untuk memahami semua hal sepele yang sebenarnya bisa dipahami dengan perangkat AKAL dan PANCA INDERA pun harus meminta pendapat ulama yang kemudian mengkajinya berdasarkan dalil-dalil dari hadits dan kitab suci yang ditafsirkan oleh mereka sendiri atau para ulama terdahulu yang pendapatnya mereka percayai.
Kalau permasalahan yang ingin kita pahami itu berkaitan dengan sesuatu yang ada di luar kemampuan AKAL dan tanggapan PANCA INDERA, seperti hal-hal gaib semacam kiamat, padang mahsyar, shirat, surga, neraka, alam kubur dan lain-lain, yang memang hanya bisa dipahami dengan IMAN, tentu saja kita harus mendengarkan pendapat ulama tersebut yang penafsirannya bisa berbeda-beda dalam skala kecil sampai besar antara satu dengan lainnya.
Tapi kalau hanya untuk sekedar mengetahui 'Pisau tajam bisa dipakai untuk mengiris tomat' pun kita harus menanyakan pendapat Ulama berdasarkan atas kajian terhadap hadits dan kitab suci bukankah ini LEBAY namanya?.
Konsep untuk memahami dan mengembangkan IPTEK pun sebenarnya sama sederhananya dengan konsep memahami 'Pisau tajam bisa dipakai untuk mengiris tomat'. Untuk memahami IPTEK cukup dengan menggunakan RASIO (AKAL) dan tanggapan PANCA INDERA. Makanya adalah hal yang LEBAY pula jika untuk memahami sebuah fenomena alam yang menjadi dasar IPTEK pun kita harus berpatokan pada pendapat Ulama berdasarkan atas kajian terhadap hadits dan kitab suci.
Berbeda dengan Ilmu Agama yang memiliki banyak sekali dalil untuk menjelaskan setiap permasalahan, Ilmu Pengetahuan/sains mengenal sedikit sekali dalil, dan dalil yang sedikit ini pun seluruhnya terdiri dari RASIO. Dalil-dalil ini antara lain adalah prinsip kausalitas dan aksioma-aksioma matematika, yang secara ringkas dapat disebut sebagai kategori-kategori akal.
*Kebenaran* yang dipahami oleh imu pengetahuan tidaklah sama dengan *Kebenaran* yang dipahami oleh agama atau iman, sebab kebenaran agama dan iman itu bisa berbeda-beda antara satu manusia dengan manusia yang lain (tergantung penafsiran dari seorang ulama terhadap dalil). Sementara RASIO yang mendasari Ilmu pengetahuan modern itu SAMA bagi setiap manusia. Orang yang tidak sanggup menggunakan rasio disebut IRRASIONAL, dan konsekwensinya, mereka yang irrasional itu tidak akan mampu mengerti, dan apalagi menguasai ilmu pengetahuan (iptek) yang menjadi dasar untuk menguasai peradaban modern.
Contoh kebenaran Ilmu Pengetahuan yang sama bagi setiap manusia adalah dalil yang mengatakan Aksi = Reaksi. Jika ini diaplikasikan pada sebuah balok yang berfungsi sebagai jembatan, dengan dasar dalil yang mengatakan Aksi = Reaksi diketahui bahwa jika sebuah balok diberi beban, maka balok ini pun akan memberi reaksi sebesar beban yang diterimanya, maka BALOK yang dibuat untuk jembatan harus dibuat dengan kekuatan yang mampu menahan beban yang lebih besar dari beban yang diterimanya.
Pada hakikatnya ilmu pengetahuan itu adalah saling hubungan antara berbagai pengalaman pancaindera satu dengan lain, baik dalam hubungan sebab-akibat, maupun dalam skala waktu dan hubungan antara berbagai pengalaman-pengalaman pancaindera. Karena pangalaman pancaindera itu selalu SAMA bagi setiap manusia, dan ALAT untuk memahaminya juga sama, yaitu LOGIKA dan RASIO. Yang seperti halnya panca Indera juga terbukti SAMA untuk setiap manusia.
Kembali kepada contoh di atas karena dalil yang mengatakan Aksi = Reaksi adalah (a) sesuai dengan logika dan/atau matematika dan (b) sesuai dengan pengamatan pancaindera. Maka kita tidak perlu tahu siapa yang membuat dalil itu, yang jelas dalil tersebut kebenarannya TERBUKTI SAMA bagi semua manusia sehingga kebenaran yang satu itu bisa menjadi dasar untuk terciptanya berbagai ilmu lain, katakanlah misalnya ilmu bahan bangunan. Dengan berpatokan pada dalil tersebut, manusia akan bereksplorasi mengolah berbagai materi di alam untuk dibuat mampu menahan BEBAN yang direncanakan melewati balok tersebut. entah itu bahan itu berupa beton bertulang, baja, kayu atau serat karbon. Yang untuk membuatnya juga membutuhkan saling berhubungan dengan *kebenaran-kebenaran* lain yang juga TERBUKTI SAMA bagi semua manusia.
Cara pandang seperti inilah yang membuat kita sekarang mengenal beragam produk teknologi, termasuk facebook yang hanya mungkin bisa hadir dan kita petik manfaatnya sekarang karena adanya teknologi yang dikembangkan oleh orang-orang yang berpikir atas dasar sains ini.
Ilmu Pengetahuan alias sains sama sekali tidak mengenal kebenaran mutlak, kebenaran yang dikenal dalam Ilmu Pengetahuan/ Sains adalah kebenaran yang selalu berubah menuju kesempurnaan secara asimptotis, artinya semakin lama semakin benar.
Tapi tentu saja ada hal-hal yang dengan sekejap mata bisa ditetapkan oleh Sains sebagai KESALAHAN, yaitu bila;
(a) suatu teori TIDAK LOGIS atau menyalahi prinsip logika, misalnya jika matematikanya salah-salah; dan
(b) tidak sesuai dengan persepsi pancaindera.
Untuk bisa dianggap benar dalam sains (sekalipun cuma sementara), suatu gagasan, pendapat, atau teori itu harus memenuhi sekaligus kedua-duanya (a) dan (b).
Contoh kebenaran yang selalu berubah menuju kesempurnaan secara asimptotis misalnya katakanlah ada seseorang mengatakan "AIR BISA DIGUNAKAN SEBAGAI BAHAN BAKAR".
Orang yang percaya Al Qur'an adalah sumber segala ilmu, bertanya pada ulama, mengkaji makna di balik setiap ayat dan hadits dan berdasar berbagai kajian bahasa dan sejarah turunnya ayat tersebut kemudian menyimpulkan bahwa pernyataan di atas adalah benar, tanpa memerlukan proses pengujian yang terus menerus untuk membuktikan bahwa pernyataan di atas adalah BENAR bagi semua manusia.
Orang yang berpikir dengan landasan IPTEK yang benar-benar ingin membuktikan pernyataan itu dan berniat membuat alat yang bisa menjadikan air sebagai bahan bakar akan memilih jalan berbeda. Dia akan menganalisa fakta-fakta ilmiah yang telah pernah diungkapkan oleh orang-orang sebelumnya.
Katakanlah misalnya pemahaman atas pernyataan itu akan dia mulai dengan pemahaman kimia dasar bahwa AIR itu sendiri adalah molekul yang terdiri dari 2 atom Hidrogen dan satu atom Oksigen.
Hidrogen adalah unsur yang sangat mudah terbakar dan pembakaran sendiri membutuhkan Oksigen. Jadi pernyataan ini logis dan masuk akal dan berarti BENAR.
Hanya masalahnya ketika 2 atom Hidrogen dan satu atom Oksigen itu membentuk senyawa, molekul inipun menjadi air dan malah dipakai untuk memadamkan api. Jadi untuk membuat Air bisa terbakar bagaimana?...RASIO alias AKAL SEHAT di sini berkata, atom Oksigen dan Hidrogen itu harus dipisahkan. Bagaimana caranya?...dengan Elektrolisa. Bagaimana prinsip elektrolisa ini?...orang inipun akan mencari pengetahuan yang telah diungkapkan oleh orang sebelumnya, ditemukanlan HUKUM FARADAY.
Maka diketahui untuk mengelektrolisa air dibutuhkan logam, elektrolit dan arus listrik.
Saat melakukan pembuktian melalui proses seperti ini dia akan menemukan berbagai fakta yang sebelumnya tidak pernah dia ketahui, bagaimana kalau ternyata kalau logam yang dipakai tidak tepat yang keluar dalam proses elektrolisa itu bukan hanya hidrogen dan oksigen, tapi juga hexavalent Chromiun yang berbahaya, atau juga ternyata gas yang keluar itu lebih banyak uap airnya, juga dalam proses ini juga ternyata bisa menciptakan efek elektrostatis yang bisa menyebabkan ledakan sebagaimana yang terjadi pada proses terjadinya petir.
Setelah melalui semua proses itu barulah pada akhirnya dia bisa menciptakan sebuah alat yang aman yang bisa membuat Air menjadi bahan bakar. Tapi yang dia buat itupun bukanlah sebuah hasil yang MUTLAK, karena nantinya akan ada lagi orang yang menyadari kelemahan alat buatannya dan akan menyempurnakan alat buatannya tersebut.
Seperti yang kita lihat dalam proses yang dilalui orang ini. Semakin jauh dia berusaha membuktikan "AIR BISA DIGUNAKAN SEBAGAI BAHAN BAKAR", semakin banyak dia 'terpaksa' bersentuhan dengan hasil olah pikir orang lain dan semakin tahu juga dia betapa luasnya ilmu pengetahuan dan orang yang membuktikan "AIR BISA DIGUNAKAN SEBAGAI BAHAN BAKAR" ini pun segera menyadari kalau yang tidak diketahui Manusia itu jauh lebih banyak ketimbang yang diketahui.
Kalau orang yang menjalani proses seperti ini adalah jenis manusia yang percaya TUHAN, Maka semakin banyak yang dia tahu, semakin dia merasa kecil dihadapan TUHAN YANG MAHA SEGALANYA. Saat manusia yang memiliki pola pikir seperti ini telah mencapai tahap yang sangat jauh, dia pun semakin merasa sangat-sangat kecil. Karena itulah seorang Einstein yang telah mengetahui sedemikian banyak rahasia alam semesta dengan takjub mengatakan "Tuhan tidak sedang bermain dadu".
Bandingkan pola ini dengan orang yang memahami kebenaran melalui dalil-dalil agama hasil penafsiran para Ulama.
Contohnya bisa anda lihat pada artikel di bawah ini :
1. http://rumaysho.com/belajar-islam/aqidah/2865-mendudukkan-akal-pada-tempatnya.html
2. http://rumaysho.com/belajar-islam/aqidah/2866-ketika-akal-bertentangan-dengan-dalil-syari.html
Artikel dalam website yang ditulis oleh seseorang yang bernama Muhammad Abduh Tuasikal tersebut diberikan kepada saya oleh seorang teman yang bernama Abu Kharis. Artikel ini dia berikan kepada saya dengan maksud untuk meyakinkan saya bahwa KEBENARAN ILMIAH juga bisa didapatkan dengan cara mengkaji dalil-dalil agama, tanpa perlu melalui proses-proses rumit dan melelahkan seperti yang dilakukan oleh sains. Malah keunggulan dari mengetahui KEBENARAN ILMIAH melalui dalil-dalil ini adalah kebenarannya bersifat MUTLAK, tidak seperti kebenaran sains yang berubah-ubah.
Salah satu cara pembuktian KEBENARAN ILMIAH melalui dalil-dalil ini yang diulas oleh Muhammad Abduh Tuasikal adalah pembuktian terhadap dalil dalam suatu hadits yang menyebutkan bahwa pada hari kiamat nanti posisi matahari akan begitu dekat dengan manusia :
Terhadap masalah ini, Muhammad Abduh Tuasikal menulis
*** “Matahari akan didekatkan pada makhluk pada hari kiamat nanti hingga mencapai jarak sekitar satu mil.” Sulaiman bin ‘Amir, salah seorang perowi hadits ini mengatakan bahwa dia belum jelas mengenai apa yang dimaksud dengan satu mil di sini. Boleh jadi satu mil tersebut adalah seperti jarak satu mil di dunia dan boleh jadi jaraknya adalah satu celak mata.
"Jika kita memperhatikan, hadits ini terasa bertentangan dengan logika kita. Namun sebenarnya dapat kita katakan, “Kekuatan manusia ketika hari kiamat berbeda dengan kekuatannya ketika sekarang di dunia. Namun manusia ketika hari kiamat memiliki kekuatann yang luar biasa. Mungkin saja jika manusia saat ini berdiam selama 50 hari di bawah terik matahari, tanpa adanya naungan, tanpa makan dan minum, pasti dia akan mati. Akan tetapi, sangat jauh berbeda dengan keadaan di dunia. Bahkan di hari kiamat, mereka akan berdiam selama 50 ribu tahun, tanpa ada naungan, tanpa makan dan minuman.” (Syarh Al ‘Aqidah Al Wasithiyah, hal. 370)" ***
Dengan membaca penjelasan seperti ini, keingintahuan kita jadi terpuaskan dan masalahpun selesai dan imanpun jadi semakin tebal. Tapi kepuasan ini sama sekali tidak menghasilkan produk apa pun yang bisa dimanfaatkan oleh manusia lainnya.
Cara yang berbeda dalam memahami KEBENARAN ILMIAH ini pun membentuk dua pola sikap yang bertolak belakang. Dalam sains alias IPTEK, orang MENGERTI, bukan PERCAYA. Sebagaimana telah saya gambarkan di atas, orang yang memahami KEBENARAN ILMIAH melalui proses yang panjang dan melelahkan, dalam proses itu tahu bahwa semakin banyak yang dia ketahui semakin MENGERTI pula dia semakin jauh lebih banyak lagi pula yang tidak dia ketahui, semakin MENGERTI pula dia kalau tidak mungkin dia mengetahui sebuah KEBENARAN secara MUTLAK. Semakin banyak yang dia tahu, semakin dia MENGERTI seberapa maha kecilnya dia dihadapan TUHAN.
Sementara orang yang mencari pemahaman KEBENARAN ILMIAH melalui dalil dasarnya adalah PERCAYA bukan MENGERTI, semakin mendapat penjelasan dari orang yang dia PERCAYA semakin dia merasa TAHU dan diapun semakin PERCAYA kalau dirinya mampu memahami kebenaran secara MUTLAK.
Karena dia PERCAYA kalau dirinya mampu memahami kebenaran secara MUTLAK maka dia pun merasa dirinya lebih besar dibanding manusia lainnya, karena dia PERCAYA bahwa dia lebih mengerti APA maksud TUHAN dibandingkan oleh manusia lainnya. Karena itu mereka pun jadi merasa punya OTORITAS untuk mencap, mengancam, menuduh, memfitnah bahkan membunuh orang yang memiliki pemahaman yang berbeda dengan mereka. Sebab mereka PERCAYA bahwa orang-orang yang berbeda pandangan dengan mereka itu adalah KAUM PENGACAU KEIMANAN yang tentu saja adalah MUSUH ISLAM.
Itulah sebabnya kenapa orang yang mencari pemahaman KEBENARAN ILMIAH melalui pengkajian terhadap dalil-dalil agama cenderung menjadi MEGALOMANIAK!
Wassalam
Win Wan Nur
Orang ACEH suku Gayo, Beragama ISLAM
www.winwannur.blog.com
www.winwannur.blogspot.com
Senin, 08 Februari 2010
Dulu Dituduh PKI, Sekarang Dicap YAHUDI
Dicap dengan berbagai ungkapan buruk, ini dan itu, adalah resiko yang harus dihadapi oleh siapa saja yang bermaksud menentang kesewenang-wenangan dari sebuah kelompok yang merasa diri paling benar.
Di zaman Orde Baru, ketika Soeharto yang didukung militer berkuasa, kalau kita mengkritik kesewenang-wenangan, kita bakal dicap ANTI-PANCASILA dan secara lebih spesifik dituduh PKI. Di zaman sekarang ketika orang-orang yang merasa diri PALING ISLAM dan PALING BERIMAN diberi sedikit kuasa, kalau kita mengkritik kesewenang-wenangan mereka, kita bakal dicap ANTI-ISLAM dan secara lebih spesifik YAHUDI.
Kalau kita perhatikan dengan seksama, ada satu kesamaan diantara keduanya (Soeharto dan Orang-orang yang merasa diri PALING ISLAM dan PALING BERIMAN). Mereka sama-sama anti kritik, mereka sama-sama hanya memperbolehkan SATU TAFSIR terhadap apa (ideologi atau agama) yang mereka percayai.
Kalau Soeharto dulu, merasa cuma dia dan kelompoknya sendiri yang PALING BENAR menafsirkan Pancasila. Sehingga ketika dia melakukan pembantaian terhadap orang yang dituduh PKI, membantai orang-orang Aceh yang dituduh bersimpati pada GAM, membantai orang-orang Papua yang dituduh mendukung OPM dan membantai orang-orang Timtim yang dituduh pendukung fretilin, yang secara kasat mata jelas bertentangan dengan Pancasila terutama pada Sila Kedua. Maka mereka pun dengan mudah bisa memberikan alasannya. Menurut mereka hal yang sedemikian nyata itu tidak boleh ditafsirkan secara apa adanya, kejadian yang bertentangan dengan HAM secara universal itu harus ditafsirkan sebagai usaha untuk mempertahankan PANCASILA.
Ini sama persis dengan orang-orang yang merasa diri BERIMAN di Aceh sekarang ini yang gemar sekali mencap ini dan itu terhadap orang-orang yang mengkritisi dan menentang HUKUM buatan mereka yang sewenang-wenang.
Atas kejadian di Langsa beberapa waktu yang lalu, seorang teman, perempuan berjilbab, menuliskan keprihatinannya di Koran Nasional. Kepadanya saya menanyakan, kenapa tidak menuliskan pendapat seperti ini di Koran Lokal supaya orang-orang Aceh sadar apa yang terjadi?. Teman ini mengatakan; "Nggak bisa bang, kalau kita menuliskan kritik seperti ini di koran lokal, maka besoknya akan berhamburanlah opini tandingan yang menghujat dan mencaci maki yang bahkan menghalalkan darah kita"
Ucapan teman ini saya buktikan sendiri, ketika melalui facebook saya menyatakan penentangan terang-terangan kepada pandangan mereka yang sewenang-wenang. Ketika saya menanggapi sekaligus membela diri atas fitnahan seorang Mahasiswa pasca Sarjana yang menulis WASPADAILAH KAUM PENGACAU KEIMANAN, MEREKA MENUDUH ORANG MUKMIN ITU SEBAGAI FUNDAMENTALIS. Maka tanpa ampun saya pun dikatai dengan berbagai variasi makian, mulai dari yang tradisional sampai modern,yang smuanya murni bersumber dari prasangka dalam kepala mereka sendiri.
Oleh orang-orang yang mengaku MUKMIN ini saya dikatakan Musuh Islam, KAUM PENGACAU KEIMANAN, penerus Abu Lahab dan Abu Jahal sampai anjing yang menyerupai manusia.
Begitulah, persis seperti Soeharto dan orang-orangnya dulu yang dulunya begitu mengagungkan Pancasila layaknya sebuah berhala yang MENDOMINASI penafsiran PANCASILA dalam sebuah penafsiran tunggal, tapi pada kenyataannya sebenarnya mereka sendirilah yang paling sering bertindak bertentangan dengan ideologi yang mereka puja. Orang-orang di Aceh yang merasa diri paling Islam dan paling beriman ini pun sama.
Mereka yang merasa diri paling BERIMAN dengan santai mencap orang Islam yang berbeda pandangan dengan mereka sebagai ANTI-ISLAM, Pro Barat dan bahkan YAHUDI semata hanya berdasarkan PRASANGKA yang tidak berdasar. Padahal sikap yang mereka tunjukkan ini jelas-jelas bertentangan dengan apa yang tertulis dalam Al Qur'an yang menjadi dasar tindakan dari orang-orang yang mengaku diri beriman ini.
Contohnya perilaku orang Aceh yang merasa diri PALING ISLAM dan PALING BERIMAN yang suka menghujat dan mencap orang Islam lain dengan berbagai cap buruk entah itu KAFIR, ANTI-ISLAM, sampai YAHUDI ini jelas bertentangan dengan apa yang tertulis dalam Al Qur'an dalam Surat Al Hujuraat ayat 12 yang berbunyi : Hai orang-orang yang beriman, JAUHILAH KEBANYAKAN PRA SANGKA (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu DOSA dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain...dst.
Tapi kalau bukti yang nyata tentang perilaku mereka yang jelas bertentangan dengan Al Qur'an yang kata mereka merupakan sumber tuntunan mereka. Seperti Soeharto dan orang-orangnya dulu yang selalu punya pembenaran ketika perilaku yang mereka tunjukkan bertentangan dengan apa yang selalu mereka katakan. Orang ini pun sama saja.
Fakta yang ada, demikian nyata menunjukkan kalau perilaku mereka bertentangan dengan Al Qur'an. Tapi, karena seperti Soeharto yang merasa hanya dia dan orang-orangnya lah yang merupakan penafsir SAH atas Pancasila, orang-orang ini pun merasa hanya merekalah pemegang MONOPOLI atas TAFSIR Al Qur'an, maka merekapun dengan lihai dan santai membuat segala macam TAFSIR dan berjuta alasan untuk membenarkan tingkah laku mereka yang jelas-jelas sangat bertentangan dengan Al Qur'an itu.
Perilaku seperti ini dapat kita temukan di masyarakat manapun yang hidup dalam sistem totaliter dan sewenang-wenang. Di Burma, di Cina, di Korea Utara, Kuba dan di belahan dunia manapun dimana TAFSIR terhadap sebuah ideologi atau Agama hanya diberikan kepada satu kelompok orang saja. Kesewenang-wenangan akan menjadi keseharian.
Tapi di manapun juga di muka bumi ini, sistem seperti itu hanya bisa berjalan dengan PAKSAAN. Untuk bisa memaksa tentu dibutuhkan dukungan kekuatan militer yang kuat pula, yang bisa memaksa semua orang menelan bulat-bulat segala kontradiksi yang diperlihatkan oleh penguasa.
Kekuatan seperti ini belum dimiliki oleh orang-orang di Aceh yang merasa diri PALING ISLAM dan PALING BERIMAN yang memaksakan PENAFSIRAN mereka atas TEKS sebagai satu-satunya kebenaran yang harus dianut oleh semua orang. Sekarang mereka belum punya LAKSUS yang akan siap menjemput kita, ketika mereka mendapati ada orang yang menyampaikan pendapat atau pemikiran yang bertentangan dengan DOKTRIN yang mereka percaya. Saat ini kalaupun kita menentang penafsiran mereka, yang bisa mereka lakukan baru sebatas memaki-maki dan pamer BACOT BESAR saja.
Karena itu, mumpung sekarang belum ada LAKSUS yang akan menjemput kita saat kita mengungkapkan pendapat yang bertentangan dengan keyakinan mereka, maka sekaranglah kesempatan kita untuk terus melawan segala kesewenang-wenangan yang mereka bungkus dengan dalil-dalil AGAMA.
Seperti juga orang keras kepala di segala zaman yang memang tidak suka dan tidak menerima jika perilaku dan kesenangan mereka diingatkan, orang-orang ini pun sama saja. Jadi sekeras apapun kita berteriak, senyata apapun bukti yang kita paparkan, mereka tidak akan bergeming dengan keyakinan yang mereka peluk.
Karena itu janganlah niatkan melakukan perlawanan ini untuk mengubah atau melunakkan kepala orang-orang ini. Niatkanlah perlawanan ini sebagai tanggung jawab generasi kita terhadap generasi Aceh mendatang. Sebab apa yang akan mereka dapatkan di masa depan adalah buah dari apa yang kita lakukan hari ini.
Wassalam
Win Wan Nur
Orang ACEH suku GAYO beragama ISLAM
www.winwannur.blog.com
www.winwannur.blogspot.com
Di zaman Orde Baru, ketika Soeharto yang didukung militer berkuasa, kalau kita mengkritik kesewenang-wenangan, kita bakal dicap ANTI-PANCASILA dan secara lebih spesifik dituduh PKI. Di zaman sekarang ketika orang-orang yang merasa diri PALING ISLAM dan PALING BERIMAN diberi sedikit kuasa, kalau kita mengkritik kesewenang-wenangan mereka, kita bakal dicap ANTI-ISLAM dan secara lebih spesifik YAHUDI.
Kalau kita perhatikan dengan seksama, ada satu kesamaan diantara keduanya (Soeharto dan Orang-orang yang merasa diri PALING ISLAM dan PALING BERIMAN). Mereka sama-sama anti kritik, mereka sama-sama hanya memperbolehkan SATU TAFSIR terhadap apa (ideologi atau agama) yang mereka percayai.
Kalau Soeharto dulu, merasa cuma dia dan kelompoknya sendiri yang PALING BENAR menafsirkan Pancasila. Sehingga ketika dia melakukan pembantaian terhadap orang yang dituduh PKI, membantai orang-orang Aceh yang dituduh bersimpati pada GAM, membantai orang-orang Papua yang dituduh mendukung OPM dan membantai orang-orang Timtim yang dituduh pendukung fretilin, yang secara kasat mata jelas bertentangan dengan Pancasila terutama pada Sila Kedua. Maka mereka pun dengan mudah bisa memberikan alasannya. Menurut mereka hal yang sedemikian nyata itu tidak boleh ditafsirkan secara apa adanya, kejadian yang bertentangan dengan HAM secara universal itu harus ditafsirkan sebagai usaha untuk mempertahankan PANCASILA.
Ini sama persis dengan orang-orang yang merasa diri BERIMAN di Aceh sekarang ini yang gemar sekali mencap ini dan itu terhadap orang-orang yang mengkritisi dan menentang HUKUM buatan mereka yang sewenang-wenang.
Atas kejadian di Langsa beberapa waktu yang lalu, seorang teman, perempuan berjilbab, menuliskan keprihatinannya di Koran Nasional. Kepadanya saya menanyakan, kenapa tidak menuliskan pendapat seperti ini di Koran Lokal supaya orang-orang Aceh sadar apa yang terjadi?. Teman ini mengatakan; "Nggak bisa bang, kalau kita menuliskan kritik seperti ini di koran lokal, maka besoknya akan berhamburanlah opini tandingan yang menghujat dan mencaci maki yang bahkan menghalalkan darah kita"
Ucapan teman ini saya buktikan sendiri, ketika melalui facebook saya menyatakan penentangan terang-terangan kepada pandangan mereka yang sewenang-wenang. Ketika saya menanggapi sekaligus membela diri atas fitnahan seorang Mahasiswa pasca Sarjana yang menulis WASPADAILAH KAUM PENGACAU KEIMANAN, MEREKA MENUDUH ORANG MUKMIN ITU SEBAGAI FUNDAMENTALIS. Maka tanpa ampun saya pun dikatai dengan berbagai variasi makian, mulai dari yang tradisional sampai modern,yang smuanya murni bersumber dari prasangka dalam kepala mereka sendiri.
Oleh orang-orang yang mengaku MUKMIN ini saya dikatakan Musuh Islam, KAUM PENGACAU KEIMANAN, penerus Abu Lahab dan Abu Jahal sampai anjing yang menyerupai manusia.
Begitulah, persis seperti Soeharto dan orang-orangnya dulu yang dulunya begitu mengagungkan Pancasila layaknya sebuah berhala yang MENDOMINASI penafsiran PANCASILA dalam sebuah penafsiran tunggal, tapi pada kenyataannya sebenarnya mereka sendirilah yang paling sering bertindak bertentangan dengan ideologi yang mereka puja. Orang-orang di Aceh yang merasa diri paling Islam dan paling beriman ini pun sama.
Mereka yang merasa diri paling BERIMAN dengan santai mencap orang Islam yang berbeda pandangan dengan mereka sebagai ANTI-ISLAM, Pro Barat dan bahkan YAHUDI semata hanya berdasarkan PRASANGKA yang tidak berdasar. Padahal sikap yang mereka tunjukkan ini jelas-jelas bertentangan dengan apa yang tertulis dalam Al Qur'an yang menjadi dasar tindakan dari orang-orang yang mengaku diri beriman ini.
Contohnya perilaku orang Aceh yang merasa diri PALING ISLAM dan PALING BERIMAN yang suka menghujat dan mencap orang Islam lain dengan berbagai cap buruk entah itu KAFIR, ANTI-ISLAM, sampai YAHUDI ini jelas bertentangan dengan apa yang tertulis dalam Al Qur'an dalam Surat Al Hujuraat ayat 12 yang berbunyi : Hai orang-orang yang beriman, JAUHILAH KEBANYAKAN PRA SANGKA (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu DOSA dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain...dst.
Tapi kalau bukti yang nyata tentang perilaku mereka yang jelas bertentangan dengan Al Qur'an yang kata mereka merupakan sumber tuntunan mereka. Seperti Soeharto dan orang-orangnya dulu yang selalu punya pembenaran ketika perilaku yang mereka tunjukkan bertentangan dengan apa yang selalu mereka katakan. Orang ini pun sama saja.
Fakta yang ada, demikian nyata menunjukkan kalau perilaku mereka bertentangan dengan Al Qur'an. Tapi, karena seperti Soeharto yang merasa hanya dia dan orang-orangnya lah yang merupakan penafsir SAH atas Pancasila, orang-orang ini pun merasa hanya merekalah pemegang MONOPOLI atas TAFSIR Al Qur'an, maka merekapun dengan lihai dan santai membuat segala macam TAFSIR dan berjuta alasan untuk membenarkan tingkah laku mereka yang jelas-jelas sangat bertentangan dengan Al Qur'an itu.
Perilaku seperti ini dapat kita temukan di masyarakat manapun yang hidup dalam sistem totaliter dan sewenang-wenang. Di Burma, di Cina, di Korea Utara, Kuba dan di belahan dunia manapun dimana TAFSIR terhadap sebuah ideologi atau Agama hanya diberikan kepada satu kelompok orang saja. Kesewenang-wenangan akan menjadi keseharian.
Tapi di manapun juga di muka bumi ini, sistem seperti itu hanya bisa berjalan dengan PAKSAAN. Untuk bisa memaksa tentu dibutuhkan dukungan kekuatan militer yang kuat pula, yang bisa memaksa semua orang menelan bulat-bulat segala kontradiksi yang diperlihatkan oleh penguasa.
Kekuatan seperti ini belum dimiliki oleh orang-orang di Aceh yang merasa diri PALING ISLAM dan PALING BERIMAN yang memaksakan PENAFSIRAN mereka atas TEKS sebagai satu-satunya kebenaran yang harus dianut oleh semua orang. Sekarang mereka belum punya LAKSUS yang akan siap menjemput kita, ketika mereka mendapati ada orang yang menyampaikan pendapat atau pemikiran yang bertentangan dengan DOKTRIN yang mereka percaya. Saat ini kalaupun kita menentang penafsiran mereka, yang bisa mereka lakukan baru sebatas memaki-maki dan pamer BACOT BESAR saja.
Karena itu, mumpung sekarang belum ada LAKSUS yang akan menjemput kita saat kita mengungkapkan pendapat yang bertentangan dengan keyakinan mereka, maka sekaranglah kesempatan kita untuk terus melawan segala kesewenang-wenangan yang mereka bungkus dengan dalil-dalil AGAMA.
Seperti juga orang keras kepala di segala zaman yang memang tidak suka dan tidak menerima jika perilaku dan kesenangan mereka diingatkan, orang-orang ini pun sama saja. Jadi sekeras apapun kita berteriak, senyata apapun bukti yang kita paparkan, mereka tidak akan bergeming dengan keyakinan yang mereka peluk.
Karena itu janganlah niatkan melakukan perlawanan ini untuk mengubah atau melunakkan kepala orang-orang ini. Niatkanlah perlawanan ini sebagai tanggung jawab generasi kita terhadap generasi Aceh mendatang. Sebab apa yang akan mereka dapatkan di masa depan adalah buah dari apa yang kita lakukan hari ini.
Wassalam
Win Wan Nur
Orang ACEH suku GAYO beragama ISLAM
www.winwannur.blog.com
www.winwannur.blogspot.com
Jumat, 05 Februari 2010
Aceh dan Ruang Pikir Publik Yang Dikuasai Para MEGALOMANIAK
Tadi saya membuka facebook dan mendapati begitu banyak hujatan yang ditujukan kepada saya karena saya telah dengan jujur menilai sebuah tulisan yang menyoroti Syari'at Islam di Aceh yang di-tag kepada saya.
Tulisan yang saya nilai dengan jujur ini ditulisa oleh seseorang yang bernamag bernama Zahrul Bawady M. Daud yang namanya saya kenal di facebook, tapi sama sekali tidak pernah saya kenal di dunia nyata.
Saya sendiri merasa heran dengan berbagai hujatan yang disampaikan kepada saya saat saya menganggapi tulisan dari Zahrul Bawady M. Daud ini. Karena dalam pandangan saya, ketika Zahrul mem-post tulisan ini di facebook, maka status tulisan ini pun telah menjadi sebuah publikasi yang statusnya menjadi sah untuk dinilai oleh siapapun dari berbagai sisi.
Maka ketika beliau mempublikasikan tulisan ini dan men-tag nama saya dalam tulisan itu, jelas saya berpikir kalau beliau tentu mengharapkan tanggapan dari berbagai sudut pandang, bukan cuma sekedar puja-puji.
Dan apa yang saya sampaikan dalam tanggapan saya terhadap tulisannya ini adalah penilaian berdasarkan sudut pandang saya, dan menurut saya kalau ada yang tidak sepakat dengan pandangan saya tersebut silahkan dikritisi dan mari kita BERDISKUSI.
Inti kemarahan orang yang menghujat saya ini adalah karena saya menilai tulisan-tulisan semacam ini cuma sekedar omong kosong dari orang yang pamer ilmu, yang sama sekali tidak menyentuh inti persoalan. Orang-orang yang tidak senang dengan komentar saya ini, marah karena menurut mereka saya tidak menghargai usaha mereka untuk menyelesaikan carut-marut permasalahan Syari'at Islam di Aceh ini setidaknya dengan pena.
Padahal sebenarnya yang terjadi tidaklah demikian, sebenarnya sayapun mengakui kalau mereka (para penulis ini) memang sudah berusaha, ya cuma seperti yang saya katakan dengan jujur dari hati nurani saya yang terdalam " Ketika membaca kebanyakan tulisan mereka ini, saya seperti sedang menyaksikan orang yang kebakaran rumah tapi sibuk mengomentari bukan memadamkan api".
Kalau anda ikut membaca tulisan-tulisan mereka, melalui tulisan-tulisan ini, anda dan saya jadi tahu ilmu mereka tinggi, penguasaan mereka terhadap dalil-dalil hebat...cuma ya karena mereka tidak menyentuh ESENSI masalahnya, yang terjadi cuma pamer ILMU, kita jadi seperti pertandingan Karate di nomor KATA.
Orang yang terlalu banyak belajar, merasa banyak ilmu tapi tidak pernah berpraktek di dunia nyata memang cenderung menjadikan orang memiliki sikap MEGALOMANIAK, dengan ciri merasa diri paling hebat, merasa diri paling tahu segalanya, merasa diri paling Islam, merasa diri paling mukmin, bahkan merasa dapat mengetahui niat terdalam seorang Muslim hanya dengan berdasarkan prasangka dan fanatasi di kepala.
Para megalomaniak ini menuntut orang lain untuk bersikap santun penuh petita-petiti tapi mereka sendiri boleh mencap orang yang berbeda pandangan dengan mereka sebagai Kafir, pembenci Islam, SIPILIS dan berbagai sebutan buruk lainnya.
Mereka inilah para orang berilmu yang kalau diibaratkan pertandingan Karate, mereka ini sangat mahir di nomor kata yang mempertandingkan pameran jurus, tapi tidak pernah bertarung.
Masalah di Aceh ini adalah terlalu berkuasanya dan terlalu bebasnya megalomaniak ini, yang sebenarnya tidak lain adalah orang-orang berotak kecil dan berbacot besar. Para megalomaniak ini dengan bebas menghina dan merendahkan orang-orang yang berbeda pandangan dengan mereka. Para megalomaniak ini merasa mampu membantu memperbaiki nasib orang Islam di Perancis bahkan Palestina dengan mengumbar bacot-bacot besar jauh dari seberang lautan, dan dengan serta merta merendahkan orang Islam lain yang mencoba menyelesaikan persolan dengan cara mengurai masalah untuk mengurai kusut masai yang terlihat di permukaan.
Aceh yang sebenarnya keadaannya sudah jauh lebih baik, tapi oleh orang-orang yang ingin Aceh tampak indah di permukaan dan kebetulan punya kuasa, Aceh dihadiahi sebuah hukum prematur yang sangat mentah yang dilabeli SYARI'AT ISLAM yang kemudian disembah para megalomaniak berilmu tinggi ini layaknya berhala. Berbagai kejadian memilukan terjadi di Aceh akibat keberadaan hukum prematur ini yang menunjukkan bahwa HUKUM ini bermasalah, tapi karena labelnya SYARI'AT ISLAM, para megalomaniak ini resistant terhadap siapapun yang mengkritisi apalagi mengutak-atik berhala mereka.
Masalah ini semakin menjadi-jadi, karena orang-orang Aceh yang masih memiliki akal sehat terlarut dalam langgam permainan para megalomaniak ini yang menuntut orang lain untuk berdiskusi dengan mereka dengan penuh sopan santun dan petita-petiti sementara mereka boleh mencap dan menghakimi orang lain seenak perut dengan berdasarkan fantasi megalomaniak mereka. Tidak sedikit pula orang Aceh yang takut dengan ancaman orang-orang ini, karena memang harus kita akui memang memiliki banyak pendukung Irasional yang merasa dengan menghancurkan bahkan membunuh orang Islam yang berbeda pandangan mereka akan diganjar pahala dan diberi sebuah kapling di Surga Jainatunn'im.
Sikap orang-orang rasional yang seperti inilah yang membuat orang-orang zalim ini semakin meraja lela di Aceh negeri yang kita cintai.
Saya sendiri terus terang sangat mennyayangkan hal ini, sepertinya orang-orang rasional di Aceh lupa, kalau dalam agama kita itu diperintahkan untuk melawan segala kemungkaran dengan kekuatan terbaik yang kita punya, tidak mampu dengan kekuatan lakukanlah dengan ucapan alias OPINI. Kalau tidak mampu baru lawan dalam hati. Entah apa nanti yang akan dijawab oleh orang-orang rasional ini kepada anak cucu mereka ketika pada masa itu nanti Aceh sudah jatuh ke dalam jurang kehancuran yang dalam.
Sikap takut orang-orang rasional inilah yang membuat di Aceh banyak berjatuhan korban yang tidak perlu akibat kebveradaan hukum yang prenmatur ini.
Seorang kakak kelas saya waku kuliah dulu memaparkan fakta tersebut diantaranya : Bulan puasa lalu 4 laki-laki memperkosa 1 perempuan karena di duga khalwat, tidak ada yang berani membela yang perempuan.. .. (Leupung, A Besar).
Seorang anak perempuan umur 9 tahun yang mentalnya terganggu di perkosa sampai rahimnya rusak dan mengalami pendarahan terus dan membutuhkan operasi besar, tidak ada yang berani mengejar pelakunya (Krueng raya, A, Besar).
Ketika seorang perempuan bisu dan gagu diperkosa dan ditinggalkan tanpa pakaian di Blangpadang, juga tidak ada yang berani menyejar pelaku dan mengusut tuntas kasusnya.
Terakhir, di Langsa seorang perempuan menjadi korban yang diakui oleh ketua MPU terjadi akibat tidak matangnya proses perekrutan dan kurangnya pengawasan terhadap ujung tombak pelaksana hukum ini.
Di Aceh pasca kejadian Langsa itu saya melihat begitu semakin kentalnya orang yang MEMBERHALAKAN Qanun Syari'at Islam, mereka memperlakukan Qanun bermasalah itu layaknya kitab suci Al Qur'an yang tak bisa diubah redaksinya sama sekali dan mereka juga memperlakukan perancang Qanun ini layaknya Rasul yang tak bisa salah.
Mereka begitu mengkultuskan Qanun dan Perancangnya, contohnya ucapan konyol si Muslim Ibrahim yang ketua MPU itupun tidak bisa mereka kritisi. Yaitu ketika si Muslim Ibrahim mengatakan "bahwa rektrutmen personel WH harus diperketat "... Harusnya kalau mereka memandang si Muslim itu sebagai manusia biasa yang cuma makhluk yang fana, bukan Allah SWT yang bebas dari sifat salah. Terus terang saya jadi penasaran apa isi Syahadat orang-orang ini.
Kalau mau adil dan terbebas dari mengkultuskan MAKHLUK terlalu berlebihan, kita akan melihat KONYOL-nya ucapan Muslim Ibrahim yang dikutip di tulisan ini.
Kalau kita memandang si Muslim Ibrahim ini hanya selayaknya manusia biasa yang tidak terlepas dari salah dan dosa, kita tentu akan terus mengejar dan mencecar si Muslim itu dengan pertanyaan, "jadi selama ini rekrutmen WH itu nggak ketat alias main-main?", lalu dilanjutkan, karena rekrutmennya nggak serius jadi makan korban...mana tanggung jawab orang yang merekrut?
Atau bisa dilanjutkan dengan pertanyaan...apakah dalam persoalan WH ini pola rekrutmennya yang salah atau memang, SDA yang tersedia memang cuma sebegitu yang kalau sistem rekrutmennya dibuat sebaik apapun, hasilnya ya nggak akan lebih baik dari itu.
Ini yang terjadi sama sekali sebaliknya, orang-orang ini terlalu ewuh pakeweuh dan banyak petita-petiti....dan akibatnya apa, yang terjadi mereka cuma pamer HAFALAN, ayat yang dikutip hadits yang disodorkan sama sekali tidak mampu menyentuh inti persoalan.
Karena masalah ini dipikir bisa selesai dengan PAMER ILMU seperti ini, lihat saja ke depannya, nanti pelaksanaan Syari'at Islam ini akan bermasalah lagi.
Setelah riuh-rendah kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh aparat WH ini selesai, ke depannya marilah kita bersiap-siap menerima kabar pelanggaran yang dilakukan oleh WH lagi.
Dan mulai sekarang, para megalomaniak yang suka OMONG BESAR yang merasa diri setara Tuhan itu, silahkan menyiapkan berbagai alasan pembenar untuk pelanggaran yang akan dilakukan WH yang kata si Muslim Ibrahim itu rekrutmennya akan diperketat.
Kalau tidak percaya apa yang saya katakan, silahkan simpan tulisan ini dan sekaligus ini akan saya simpan di Blog saya, untuk nanti saya keluarkan lagi saat WH kembali berulah. Sebagaimana halnya yang saya lakukan ketika dulu orang begitu bersemangat menanggapi terpilihnya OBAMA menjadi Presiden Amerika.
Dan kalau apa yang saya perkirakan ini terjadi, saya harap siapapun manusia BERBACOT BESAR yang menuduh saya anti ISLAM itu mau memprint tulisan ini dan menempelkannya di jidat mereka yang keras seperti batu itu.
Wassalam
Win Wan Nur
Orang ACEH suku GAYO, beragama ISLAM
www.winwannur.blog.com
www.winwannur.blogspot.com
Tulisan yang saya nilai dengan jujur ini ditulisa oleh seseorang yang bernamag bernama Zahrul Bawady M. Daud yang namanya saya kenal di facebook, tapi sama sekali tidak pernah saya kenal di dunia nyata.
Saya sendiri merasa heran dengan berbagai hujatan yang disampaikan kepada saya saat saya menganggapi tulisan dari Zahrul Bawady M. Daud ini. Karena dalam pandangan saya, ketika Zahrul mem-post tulisan ini di facebook, maka status tulisan ini pun telah menjadi sebuah publikasi yang statusnya menjadi sah untuk dinilai oleh siapapun dari berbagai sisi.
Maka ketika beliau mempublikasikan tulisan ini dan men-tag nama saya dalam tulisan itu, jelas saya berpikir kalau beliau tentu mengharapkan tanggapan dari berbagai sudut pandang, bukan cuma sekedar puja-puji.
Dan apa yang saya sampaikan dalam tanggapan saya terhadap tulisannya ini adalah penilaian berdasarkan sudut pandang saya, dan menurut saya kalau ada yang tidak sepakat dengan pandangan saya tersebut silahkan dikritisi dan mari kita BERDISKUSI.
Inti kemarahan orang yang menghujat saya ini adalah karena saya menilai tulisan-tulisan semacam ini cuma sekedar omong kosong dari orang yang pamer ilmu, yang sama sekali tidak menyentuh inti persoalan. Orang-orang yang tidak senang dengan komentar saya ini, marah karena menurut mereka saya tidak menghargai usaha mereka untuk menyelesaikan carut-marut permasalahan Syari'at Islam di Aceh ini setidaknya dengan pena.
Padahal sebenarnya yang terjadi tidaklah demikian, sebenarnya sayapun mengakui kalau mereka (para penulis ini) memang sudah berusaha, ya cuma seperti yang saya katakan dengan jujur dari hati nurani saya yang terdalam " Ketika membaca kebanyakan tulisan mereka ini, saya seperti sedang menyaksikan orang yang kebakaran rumah tapi sibuk mengomentari bukan memadamkan api".
Kalau anda ikut membaca tulisan-tulisan mereka, melalui tulisan-tulisan ini, anda dan saya jadi tahu ilmu mereka tinggi, penguasaan mereka terhadap dalil-dalil hebat...cuma ya karena mereka tidak menyentuh ESENSI masalahnya, yang terjadi cuma pamer ILMU, kita jadi seperti pertandingan Karate di nomor KATA.
Orang yang terlalu banyak belajar, merasa banyak ilmu tapi tidak pernah berpraktek di dunia nyata memang cenderung menjadikan orang memiliki sikap MEGALOMANIAK, dengan ciri merasa diri paling hebat, merasa diri paling tahu segalanya, merasa diri paling Islam, merasa diri paling mukmin, bahkan merasa dapat mengetahui niat terdalam seorang Muslim hanya dengan berdasarkan prasangka dan fanatasi di kepala.
Para megalomaniak ini menuntut orang lain untuk bersikap santun penuh petita-petiti tapi mereka sendiri boleh mencap orang yang berbeda pandangan dengan mereka sebagai Kafir, pembenci Islam, SIPILIS dan berbagai sebutan buruk lainnya.
Mereka inilah para orang berilmu yang kalau diibaratkan pertandingan Karate, mereka ini sangat mahir di nomor kata yang mempertandingkan pameran jurus, tapi tidak pernah bertarung.
Masalah di Aceh ini adalah terlalu berkuasanya dan terlalu bebasnya megalomaniak ini, yang sebenarnya tidak lain adalah orang-orang berotak kecil dan berbacot besar. Para megalomaniak ini dengan bebas menghina dan merendahkan orang-orang yang berbeda pandangan dengan mereka. Para megalomaniak ini merasa mampu membantu memperbaiki nasib orang Islam di Perancis bahkan Palestina dengan mengumbar bacot-bacot besar jauh dari seberang lautan, dan dengan serta merta merendahkan orang Islam lain yang mencoba menyelesaikan persolan dengan cara mengurai masalah untuk mengurai kusut masai yang terlihat di permukaan.
Aceh yang sebenarnya keadaannya sudah jauh lebih baik, tapi oleh orang-orang yang ingin Aceh tampak indah di permukaan dan kebetulan punya kuasa, Aceh dihadiahi sebuah hukum prematur yang sangat mentah yang dilabeli SYARI'AT ISLAM yang kemudian disembah para megalomaniak berilmu tinggi ini layaknya berhala. Berbagai kejadian memilukan terjadi di Aceh akibat keberadaan hukum prematur ini yang menunjukkan bahwa HUKUM ini bermasalah, tapi karena labelnya SYARI'AT ISLAM, para megalomaniak ini resistant terhadap siapapun yang mengkritisi apalagi mengutak-atik berhala mereka.
Masalah ini semakin menjadi-jadi, karena orang-orang Aceh yang masih memiliki akal sehat terlarut dalam langgam permainan para megalomaniak ini yang menuntut orang lain untuk berdiskusi dengan mereka dengan penuh sopan santun dan petita-petiti sementara mereka boleh mencap dan menghakimi orang lain seenak perut dengan berdasarkan fantasi megalomaniak mereka. Tidak sedikit pula orang Aceh yang takut dengan ancaman orang-orang ini, karena memang harus kita akui memang memiliki banyak pendukung Irasional yang merasa dengan menghancurkan bahkan membunuh orang Islam yang berbeda pandangan mereka akan diganjar pahala dan diberi sebuah kapling di Surga Jainatunn'im.
Sikap orang-orang rasional yang seperti inilah yang membuat orang-orang zalim ini semakin meraja lela di Aceh negeri yang kita cintai.
Saya sendiri terus terang sangat mennyayangkan hal ini, sepertinya orang-orang rasional di Aceh lupa, kalau dalam agama kita itu diperintahkan untuk melawan segala kemungkaran dengan kekuatan terbaik yang kita punya, tidak mampu dengan kekuatan lakukanlah dengan ucapan alias OPINI. Kalau tidak mampu baru lawan dalam hati. Entah apa nanti yang akan dijawab oleh orang-orang rasional ini kepada anak cucu mereka ketika pada masa itu nanti Aceh sudah jatuh ke dalam jurang kehancuran yang dalam.
Sikap takut orang-orang rasional inilah yang membuat di Aceh banyak berjatuhan korban yang tidak perlu akibat kebveradaan hukum yang prenmatur ini.
Seorang kakak kelas saya waku kuliah dulu memaparkan fakta tersebut diantaranya : Bulan puasa lalu 4 laki-laki memperkosa 1 perempuan karena di duga khalwat, tidak ada yang berani membela yang perempuan.. .. (Leupung, A Besar).
Seorang anak perempuan umur 9 tahun yang mentalnya terganggu di perkosa sampai rahimnya rusak dan mengalami pendarahan terus dan membutuhkan operasi besar, tidak ada yang berani mengejar pelakunya (Krueng raya, A, Besar).
Ketika seorang perempuan bisu dan gagu diperkosa dan ditinggalkan tanpa pakaian di Blangpadang, juga tidak ada yang berani menyejar pelaku dan mengusut tuntas kasusnya.
Terakhir, di Langsa seorang perempuan menjadi korban yang diakui oleh ketua MPU terjadi akibat tidak matangnya proses perekrutan dan kurangnya pengawasan terhadap ujung tombak pelaksana hukum ini.
Di Aceh pasca kejadian Langsa itu saya melihat begitu semakin kentalnya orang yang MEMBERHALAKAN Qanun Syari'at Islam, mereka memperlakukan Qanun bermasalah itu layaknya kitab suci Al Qur'an yang tak bisa diubah redaksinya sama sekali dan mereka juga memperlakukan perancang Qanun ini layaknya Rasul yang tak bisa salah.
Mereka begitu mengkultuskan Qanun dan Perancangnya, contohnya ucapan konyol si Muslim Ibrahim yang ketua MPU itupun tidak bisa mereka kritisi. Yaitu ketika si Muslim Ibrahim mengatakan "bahwa rektrutmen personel WH harus diperketat "... Harusnya kalau mereka memandang si Muslim itu sebagai manusia biasa yang cuma makhluk yang fana, bukan Allah SWT yang bebas dari sifat salah. Terus terang saya jadi penasaran apa isi Syahadat orang-orang ini.
Kalau mau adil dan terbebas dari mengkultuskan MAKHLUK terlalu berlebihan, kita akan melihat KONYOL-nya ucapan Muslim Ibrahim yang dikutip di tulisan ini.
Kalau kita memandang si Muslim Ibrahim ini hanya selayaknya manusia biasa yang tidak terlepas dari salah dan dosa, kita tentu akan terus mengejar dan mencecar si Muslim itu dengan pertanyaan, "jadi selama ini rekrutmen WH itu nggak ketat alias main-main?", lalu dilanjutkan, karena rekrutmennya nggak serius jadi makan korban...mana tanggung jawab orang yang merekrut?
Atau bisa dilanjutkan dengan pertanyaan...apakah dalam persoalan WH ini pola rekrutmennya yang salah atau memang, SDA yang tersedia memang cuma sebegitu yang kalau sistem rekrutmennya dibuat sebaik apapun, hasilnya ya nggak akan lebih baik dari itu.
Ini yang terjadi sama sekali sebaliknya, orang-orang ini terlalu ewuh pakeweuh dan banyak petita-petiti....dan akibatnya apa, yang terjadi mereka cuma pamer HAFALAN, ayat yang dikutip hadits yang disodorkan sama sekali tidak mampu menyentuh inti persoalan.
Karena masalah ini dipikir bisa selesai dengan PAMER ILMU seperti ini, lihat saja ke depannya, nanti pelaksanaan Syari'at Islam ini akan bermasalah lagi.
Setelah riuh-rendah kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh aparat WH ini selesai, ke depannya marilah kita bersiap-siap menerima kabar pelanggaran yang dilakukan oleh WH lagi.
Dan mulai sekarang, para megalomaniak yang suka OMONG BESAR yang merasa diri setara Tuhan itu, silahkan menyiapkan berbagai alasan pembenar untuk pelanggaran yang akan dilakukan WH yang kata si Muslim Ibrahim itu rekrutmennya akan diperketat.
Kalau tidak percaya apa yang saya katakan, silahkan simpan tulisan ini dan sekaligus ini akan saya simpan di Blog saya, untuk nanti saya keluarkan lagi saat WH kembali berulah. Sebagaimana halnya yang saya lakukan ketika dulu orang begitu bersemangat menanggapi terpilihnya OBAMA menjadi Presiden Amerika.
Dan kalau apa yang saya perkirakan ini terjadi, saya harap siapapun manusia BERBACOT BESAR yang menuduh saya anti ISLAM itu mau memprint tulisan ini dan menempelkannya di jidat mereka yang keras seperti batu itu.
Wassalam
Win Wan Nur
Orang ACEH suku GAYO, beragama ISLAM
www.winwannur.blog.com
www.winwannur.blogspot.com
Langganan:
Postingan (Atom)