Sabtu, 07 Februari 2009

Meninggalnya Aziz Angkat dan Surat Terbuka Buat Bang Wandi

Bang Wandi gubernur kami, kemarin aku nonton TV. Kulihat SBY bereaksi keras atas meninggalnya Aziz Angkat, Ketua DPRD Sumatera Utara di tangan para demonstran yang menuntut pembentukan Provinsi Tapanuli. Momen itu langsung membuat SBY menegaskan kalau tahun ini tidak ada lagi pemekaran, baik kabupaten maupun provinsi.

Bukan hanya SBY, tapi opini masyarakat secara nasionalpun sekarang sudah mengarah ke anti segala bentuk pemekaran wilayah. Seperti SBY bilang dan juga dulu selalu aku katakan bahwa ide-ide pemekaran wilayah ini lebih banyak hanya untuk kepentingan segelintir elite lokal.

Aku yakin, angin yang berubah ini sedikit membuat hilang pusing di kepala Bang Wandi yang diakibatkan oleh bermacam tuntutan pemekaran ini, baik itu oleh ALA maupun ABAS.

Tapi Bang Wandi, meski momen ini menguntungkan, jangan Bang Wandi pikir Bang Wandi dan kita semua yang menolak pemekaran sudah menang. Belum Bang Wandi ini masih awal dari pertarungan.

Perlu Bang Wandi tahu, aku juga seperti Bang Wandi, tidak setuju dengan ide-ide yang dikembangkan pra elit lokal di daerahku soal pembentukan Provinsi ALA. Tapi dalam memandang mereka, aku berbeda sudut pandang dengan Bang Wandi. Meski berseberangan ide denganku, tapi aku mengakui kalau mereka itu, orang-orang di balik Ide ALA itu di tingkat lokal adalah orang-orang lama yang merupakan para politikus jempolan yang sangat berpengalaman.

Mereka bukan orang-orang seperti Bang Wandi yang suka menyelesaikan masalah dengan cara pamer emosi. Mereka adalah orang-orang yang sangat mengerti kapasitas diri mereka sendiri. Misalnya untuk urusan ALA ini. Mereka tahu persis, Ide mereka ini akan mentah kalau dibawa ke ranah rasional, melalui perdebatan ilmiah yang mempertanyakan studi kelayakan yang mumpuni. Karena itulah sejak awal cara-cara seperti itu selalu mereka hindari.

Jadi kalau kemarin SBY bilang, ide-ide pemekaran ini bukan didasarkan atas suatu studi kelayakan yang teruji, bukan atas alasan-alasan rasional dan lebih kentara urusan kepentingan elit lokal. Dari dulu mereka tahu itu. Soal mereka tidak bisa mempertahankan ide mereka secara ilmiah, dari dulu mereka tahu itu. Buktinya bisa Bang Wandi lihat di milis ini, beberapa kali mereka mencoba dengan cara itu, berkali pula mereka terkaing-kaing dan kemudian bersembunyi. Mereka tahu persis soal ide-ide pemekaran ini mereka akan habis jika mereka mencoba menyelesaikannya dengan cara diskusi.

Jadi urusan SBY bilang pemekaran dihentikan dan opini yang berkembang secara nasional juga demikian, itu bukan hal baru bagi mereka. Karena itu sudah sangat mereka sadari. Dan sejak dulu merekapun tidak pernah berusaha untuk berjuang dengan strategi ini.

Perlu Bang Wandi tahu, dari dulu cara mereka menggoalkan ALA adalah dengan berusaha menciptakan KONFLIK TERBUKA. Isu-isu kesenjangan, ide ketidak adilan, diskriminasi terhadap minoritas, penindasan Aceh terhadap Gayo, peminggiran dalam segala bidang. Inilah ide-ide yang selama ini mereka kembangkan, tidak peduli apakah ide itu berdasarkan fakta atau bukan.

Mereka bermain di situ, dan setiap mereka melihat ada celah kecil yang memungkinkan buat mereka memainkan isu itu, celah itu akan mereka masuki dan mereka perlebar.

Aku tahu persis kalau Bang Wandi tidak benar-benar mengenal mereka, Bang Wandi sama sekali tidak tahu apa kelebihan dan apa kekurangan mereka. Tapi sebaliknya mereka sangat mengenal setiap detil kecil kelemahan dan kekurangan Bang Wandi yang dengan cermat mereka kantongi. Setiap ada kesempatan, setiap Bang Wandi membuat satu kesalahan kecil, kesalahan Bang Wandi itulah yang mereka eksploitasi.

Perlu Bang Wandi tahu, Selama di Gayo beberapa waktu yang lalu, aku berkeliling ke berbagai pelosok, menyaksikan dan merasakan sendiri bagaimana perasaan warga di tanahku sendiri.

Mungkin selama ini di koran, di TV atau dari bisikan pembantu Bang Wandi sendiri, informasi yang masuk mengatakan Masalah ALA ini masih dalam tataran elit dan itu Bang Wandi percayai. Tapi apa yang kusaksikan di Gayo sama sekali lain. Di beberapa tempat, soal ALA ini malah sudah menimbulkan sikap militansi, dan kenapa itu bisa muncul?...itulah yang kubilang tadi, lawan Bang Wandi soal ALA ini adalah para politikus jempolan. Untuk mempengaruhi emosi rakyat mereka turun sendiri, mengajari mereka tentang berbagai hal mengenai kelemahan dan ketidakadilan Bang Wandi.

Contohnya di sekitar Ramung Kengkang, jalan-jalan di pedesaan dan di kebun-kebun semuanya licin dan mulus sekali. Kontras dengan jalan besar yang penuh lobang di sana sini.

Waktu berada di sana aku mengobrol di sebuah warung yang didalamnya banyak penduduk setempat yang rata-rata petani. Ketika aku bertanya pada mereka soal ALA, mereka menjadi bersemangat dan antusias, semua orang di warung kopi itu mendukungnya. Meskipun beberapa mendukung dengan dalil yang tidak masuk akal, misalnya mengatakan kalau bergabung dengan Aceh, kita tidak akan bisa membangun rumah karena Irwandi tidak membolehkan menebang satu pohonpun kayu di hutan. Atau ada yang mengatakan, sekarang kita miskin karena oleh orang Aceh kita dipajaki, kopi yang kita panen diambil pajaknya di perbatasan, kalau ALA berdiri hal seperti itu tidak akan ada lagi.

Tapi di samping argumen-argumen yang tidak lucu seperti itu ada pula yang punya argumen tepat dan masuk akal, dan menurutku itu istimewa sebab belakangan ini kulihat pengetahuan mereka tentang politik cukup lumayan sekali. Aku berkesimpulan begini, ketika di antara kerumunan itu seorang petani yang saat kutanya mengatakan dia cuma tamat SMP menjeaskan dengan detail kepadaku, tentang apa yang dulu baru aku pelajari di bangku perguruan tinggi.

Si Petani ini menjelaskan kepadaku soal administrasi pengelolaan jalan di negara ini, dia menjelaskan kepadaku yang pernah kuliah di Teknik Sipil ini tentang klasifikasi jalan berdasarkan administrasi, ada jalan yang dikelola pusat, ada jalan yang dikelola provinsi dan ada jalan yang dikelola kabupaten. Padahal aku baru tahu soal ini, dulu di semester tiga dalam mata kuliah Jalan Raya.

Menurut si petani ini, jalan di kampung-kampung bagus dan mulus, karena jalan itu adalah jalan dibawah administrasi kabupaten, kebijakan memperbaiki atau tidak ada di tangan bupati. Itulah sebabnya jalan-jalan ini semuanya bagus. Berbeda dengan jalan Teritit Pondok Baru yang dikelola provinsi yang penuh lobang di sana sini, itu karena kebijakan pengelolaannya ada di Gubernur. Dan menurut mereka Gubernur yang GAM itu memang tidak senang orang di daerah ini maju dan karena itulah jalan itu tidak pernah diperbaiki.

Dan yang lebih mengagetkan lagi Bang Wandi, petani yang lain yang juga ikut mengobrol di warung kopi itu tahu soal dana OTDA segala, lengkap dengan angka-angkanya. Mereka mengatakan padaku kalau dana OTDA yang 53 milyar semua ditarik ke provinsi. Menurut mereka bagaimana Gayo mau maju kalau orang Aceh cara mainnya seperti ini.

Selayaknya orang Gayo manapun yang suka beranalogi, mereka mengatakan padaku, kenapa Gayo ini tertinggal itu karena ibarat sabung ayam, kita orang Gayo di pegang, orang Aceh dilepas bebas dan dengan leluasa mematuki.

Di sini, aku tidak berbicara soal benar salahnya informasi yang mereka terima, tapi yang aku bicarakan adalah soal kehebatan lawan Bang Wandi. Mereka berhasil menjadikan diri mereka pahlawan di masyarakat dan sebaliknya mereka berhasil menjadikan Bang Wandi sebagai musuh masyarakat. Dan dengan cara itulah mereka meyakinkan rakyat, bahwa orang Gayo memang butuh mendirikan Provinsi sendiri.

Apa yang kulihat di sana menunjukkan dengan jelas kalau lawan-lawan Bang Wandi ini begitu lihai memainkan strategi komunikasi ketika mereka berhadapan dengan rakyat bawah . Jujur aku katakan, kemampuan yang mereka miliki soal ini jauh di atas kemampuan Bang Wandi.

Sementara Bang Wandi merasa terlihat hebat dengan urusan-urusan besar, entah itu pertambangan, energi panas bumi, menghadiri konferensi gubernur yang katanya sedunia, meskipun setelah diteliti ternyata yang hadir cuma gubernur-gubernur dari negara-negara yang jadi dakocannya Amerika saja, bahkan gubernur yang dari Amerikapun yang hadir cuma ada tiga dan itupun satu sudah ditangkap karena tuduhan Korupsi. Bang Wandi tidak menyadari kalau lawan-lawan Bang Wandi di sini sudah sukses menghancurkan citra Bang Wandi.

Aku tahu Bang Wandi terlihat macho dan gagah nyetir mobil sendiri, merasa patriotis hanya menggunakan bahasa Aceh dalam berkomunikasi. Tapi satu yang Bang Wandi tidak sadari, gaya Bang Wandi yang Bang Wandi pikir hebat itulah yang dimanfaatkan lawan-lawan bang Wandi. Soal Bahasa Aceh misalnya, perlu Bang Wandi tahu, dengan gaya Bang Wandi itu banyak orang Gayo yang dulu simpati sekarang balik memusuhi Bang Wandi.

Perlu Bang Wandi ingat, penduduk asli negeri kita ini bukan hanya etnis Aceh semata dan Bang Wandi adalah gubernur dari semua etnis itu. Sejak dulu kita sudah begitu, bahasa yang kita gunakan dalam berkomunikasi antar etnis adalah bahasa Melayu. Tapi itu tidak Bang Wandi hargai, sebagai Gubernur dari warga yang plural ini Bang Wandi malah memamerkan kemachoan suku Bang Wandi sendiri. Inilah yang mengakibatkan banyak orang suku lain yang dulu simpati pada Bang Wandi, sekarang berubah jadi benci.

Contohnya beberapa waktu yang lalu, ketika Bang Wandi menghadiri konferensi UNFCC dan ditemui rombongan orang Aceh di Hotel Intercontinental, Jimbaran Bali. Bang Wandi dengan bangganya hanya berbicara dengan Bahasa Aceh, padahal Bang Wandi tahu persis karena Pak Bahtiar Ketua LAKA Bali sendiri yang mengungkapkannya bahwa di sana juga hadir sekelompok orang Aceh bersuku Gayo.

Saat akan bertemu Bang Wandi waktu itu, semua orang Gayo yang hadir itu menaruh respek dan hormat yang begitu tinggi pada Bang Wandi, tapi saat dalam pertemuan itu Bang wandi hanya mau berbahasa Aceh. Pulang dari sana mereka semua jadi memandang rendah dan memaki-maki Bang Wandi. Dengan sikap Bang Wandi, mereka merasa marah dan dilecehkan, mereka kesal karena dari semua orang Gayo yang hadir di sana, yang mengerti omongan Bang Wandi saat itu cuma saya sendiri.

Ada banyak lagi sebetulnya yang ingin kutuliskan, tapi untuk tahap ini aku pikir cukup segini, kalau terlalu banyak aku takut Bang Wandi bosan.

Cuma perlu Bang Wandi tahu, apa yang kusampaikan ini sebetulnya adalah keluhan banyak orang. Tapi ini tidak pernah Bang Wandi dengar karena orang yang merasakan yang kutulis ini cuma bisa diam. Bukan karena takut, tapi karena orang-orang yang merasakan ini, seperti teman-temanku yang pernah sama-sama turun ke jalan tahun 1998 dulu, sekarang mereka semua sudah terkotak dalam berbagai kelompok politik tertentu. Akibatnya mereka tidak lagi bebas seperti aku, kalau mereka ngomong, status mereka sebagai bagian kelompok ini dan itu tidak bisa mereka lepaskan. Mereka khawatir kalau mereka ngomong, nanti malah kelompoknya yang Bang Wandi maki, seperti anak-anak KAMMI yang underbownya PKS beberapa waktu yang lalu.

Kepada Bang Wandi aku minta maaf kalau Bang Wandi merasa gaya tulisanku ini sok akrab, tidak memanggil Bang Wandi dengan sebutan 'Pak' atau 'Teungku'.

Perlu Bang Wandi tahu, saat berbicara dengan pejabat, sebutan-sebutan semacam itu memang sengaja kuhindari karena bagiku sebutan seperti itu hanya melanggengkan budaya feodal hirarkis. Aku menghindarinya karena aku tahu persis, urusan feodal di Aceh sudah selesai dengan berkahirnya perang Cumbok dulu dan di Gayo malah sama sekali tidak pernah eksis dari zaman dulu.

Aku juga minta maaf kalau, penyampaianku yang melalui milis ini terlihat kurang sopan, karena milis ini bukan media yang tergistrasi secara resmi dan bukan pula di media cetak yang lebih membumi.

Sebenarnya itu bukan karena aku tidak mau menulis di media semacam itu Bang Wandi, masalahnya di Aceh ini media-media teregistrasi itu punya selera dan standar kebijakan sendiri. Sebagai contoh di koran serambi, untuk bisa meloloskan tulisan ke sana, semua harus melalui redaktur Opini. Masalahnya redaktur Opini di Serambi ini, alumni HMI yang bernama Ampuh Devayan lebih susah didekati daripada seorang menteri.

Dan terakhir, perlu juga Bang Wandi tahu, saat ini kami semua sudah cukup bangga dengan gaya Bang Wandi yang macho itu, apalagi sekarang dengan mobil baru pemberian Arnold si bintang Terminator. Jadi kalau soal gaya Bang Wandi sudah betul-betul Oke, jadi sekarang yang masih terus kami tunggu adalah kerja Abang, bukan penampilan.

Meskipun aku tahu suratku ini tak akan dibalas, tapi aku tahu Bang Wandi pasti akan membaca surat yang kutulis ini dan tanpa kuminta dipikirkanpun, aku tahu persis hari-hari ke depan apa-apa yang kutuliskan ini tak akan bisa Bang Wandi buang begitu saja dari kepala abang.

Karena itulah agar tidak menambah beban, aku merasa Bang Wandi perlu tahu, kalau aku menulis ini sama sekali bukan karena rasa benciku pada Bang Wandi. Tapi semata hanya sebagai masukan untuk tambahan informasi. Supaya Bang Wandi tetap ingat, kalau dulu Bang Wandi dipilih dengan harapan besar membawa perubahan. Masalahnya sejauh ini perubahan yang kami dapat baru sejauh gaya Bang Wandi yang blak-blakan, belum ke perubahan kebijakan yang memberi pengaruh signifikan pada kesejahteraan. Berkaitan dengan hal yang terakhir ini, justru yang kami lihat sekarang Bang Wandi sangat kedodoran.

Sebegitu dulu suratku ini Bang Wandi, kuharap suratku ini tidak menaikkan tensi Bang Wandi yang terkenal tinggi.

Wassalam
Adikmu

Win Wan Nur
Ketua Forum Pemuda Peduli Gayo

3 komentar:

winberg mengatakan...

asallamualaikum.. bang win Wan Nur. aku cuma tidak ingin terhanyut dgn pemikiran abang tapi satu hal yg bisa kita pahami bersama bahwa mereka tidak pernah menganggap kita ada karena ada suatu kebangaaan sendiri bagi bang wandi dgn identitas bahwa dia GAM dan itu adalah aceh bukan NAD,jadi saya kira tidak ada yg salah dengan orang di GAYO, ALAS dan SINGKIL berani menuntut mungkin sampai akhir hayat suatu daerah yang bebas dari Aceh dan suatu yang pasti NAD bukan ACEH dan itu tidak harus kita samakan.
ALA mungkin bukan solusi yg terbaik utuk masarakat yg mendiami ALA tp dengan itu semua kita bisa bebas terbang kemana kita mau.
ada satu hal yg mungkin bisa kita renungkan, ada sebuah kisah yg isinya kira2.
dahulu kala ada orang indian dan berburu binatang dihutan tanpa dia sadari dia mendapatkan sarang burung rajawali dan ada telornya, singkat cerita dia bawa pulang.
telor rajawali tadi tidak digoreng oleh si penemu tapi diengkramkan dengan induk ayam, dan 40 hari setelah itu telor rajawali bersama anak2 ayam menetas , beranjak menjadi anak2 dan disitu anak rajawali hidup dilingkungan ayam..suatu masa dia melihat rajawali terbang dan ia ingin juga terbang tapi induk semang dan saudara2 ayam dia juga mengatakan dia tdk akan pernah bisa terbang karena dia anak ayam sudah ditakdirkan dia tdk bisa terbang dan lebih celakanya lagi dari dalm diri dia juga udah terpengaruh dia tdk akan pernah bisa terbang, terbelenggu oleh keadaan yg membuat anak rajawali tidak bisa terbang.
dan yang harus kita sadari bang Win Wan Nur anak rajawali bisa terbang karena dia cuma tumbuh dan dibesarkan oleh keluargga ayam..
wassallam..
aku Hardy winberg.
Hijaoedaoen@yahoo.com

Anonim mengatakan...

Ssepucuk surat yang "berani" dan "bagus". Gayo, Alas, Singkil membutuhkan orang2 yang bukan sekedar menjadi politisi lokal, tapi juga outdorers yang siap menggoyang pemikiran, kebijakan, dan "ideologi Aceh" yang selama ini melingkupi benak pejabat2 di Provinsi NAD.

Banyak orang Gayo, Alas, Singkil yang cerdas, pintar, kritis, dan memiliki kemampuan dalam menulis dan "menduniakan" Aceh Pedalaman, namun pemikiran dan gagasannya tenggelam tak terpapar ke khalayak ramai. Indokrinisasi tentang "orang-orang non-Aceh di Nanggroe Aceh" telah berlangsung lama, termasuk di lembaga pendidikan dasar di Aceh pesisir. Akibatnya, kita akan menemukan sikap, pernyataan, dan kebijakan yang menempatkan orang Gayo, Alas, Singkil sebagai warga Aceh kelas dua...

Apakah telah ada forum komunikasi para pemikir, pakar, akademisi, politisi, seniman, dll dari kalangan orang Gayo, Alas, Singkil untuk tujuan mensejahterakan masyarakat pedalaman ini? Sejauh ini saya belum menemukan... Mohon dibantu.

Fazar mengatakan...

Win Wan Nur
Inget nasehat datuente,
"AKUR-AKUR SERINGKEL KAMPUNG,
LAPAHNI DENUNG SARA INE DIRI.
ENTI LAGU NI OJOM TURUS,
AKALNI PONG GERE SIET,
KEKIRE DIRI GERE TEMUS".
Ike kam kenaki murangkul orang aceh, dideisne keni datuente,
"ALAK MAMUR KINKEKUAH,
GERE SAWAH TENIETNI ATE"