Belakangan ini semua milis yang kuikuti, seluruhnya mengharu biru masalah Isra'el dan Palestina. Terus terang hatiku trenyuh dan sedih melihat darah yang tertumpah di tanah turunnya para nabi itu. Melihat anak-anak dan perempuan kesakitan meregang nyawa. Melihat adegan seperti itu aku seolah merasakan rasa sakit mereka itu bagaikan rasa sakit di tubuhku sendiri.
Rasa sakit yang mereka rasakan, aku rasakan sama seperti rasa sakit ketika aku membayangkan tubuh saudara-saudaraku mulai orang tua sampai anak-anak di di Waq, Jamur Atu atau Menderek meregang nyawa. Bedanya saat itu kematian saudara-saudaraku itu tidak ditanggapi dengan mengharu biru oleh dunia. Jangankan dunia, bahkan sesama saudara sesukunya sajapun kematian mereka dipersetankan asal bisa mendirikan ALA.
Pada acara penggalangan dana, sedikit uang berlebihpun dengan ikhlas aku sisihkan. Tapi apa yang membuatku merasa miris soal Palestina ini adalah reaksi kita umat Islam sedunia. Dari masa ketika pertama kalinya pesawat televisi ada di kota kelahiranku di Takengen di akhir tahun 70-an dulu. Yang kusaksikan di TV, melalui siaran Warta Berita waktu itu. Selalu masalah perang antara Isra'el dan Palestina melulu.
Kemudian ada jeda beberapa tahun, lalu perang kembali berulang. Setiap kali perang terjadi, yang menjadi korban paling banyak selalu orang Arab dan orang Palestina. Setiap perang terjadi, seluruh dunia kecuali Amerika mengutuki Israel. Umat Islam di seluruh dunia menangis, melaknati Israel dan berdo'a untuk keselamatan orang Palestina. Selanjutnya yang dilakukan umat Islam apa?...melakukan penggalangan dana, selanjutnya?...tidak ada...hanya itu saja!.
Dulu saat di akhir tujuh puluhan itu, aku masih belum bersekolah, orang tuaku mengutuki Isra'el dan mendo'akan keselamatan Palestina. Sampai hari ini ketika aku sudah menjadi bapak dengan anak yang umurnya sama denganku di akhir tahun 70-an dulu. Ketika konflik Israel-Palestina kembali berkecamuk. Yang dilakukan para orang tua Islam sekarangpun sama seperti yang dilakukan orang tuaku dulu. Melaknati Israel dan berdo'a untuk Palestina.
Pada masa itu, Korea Selatan masih setara dengan kita, Cina masih bangsa semenjana.
Tapi dalam kurun waktu yang hampir tiga puluh tahun itu. Korea Selatan sekarang telah bermetamorfosis, berubah menjadi negara yang memiliki kemampuan setara dengan bangsa maju di Eropa. Cina telah menjadi naga baru dunia yang dengan kekuatannya bahkan Amerikapun bergetar dibuatnya.
Dan kita?... Setelah hampir tiga puluh tahun kemudian. Kita jadi apa?...Ketika saya sudah menjadi bapak. Saat terjadi konflik antara Israel dan Palestina, saat melihat di TV Israel membantai anak-anak dan perempuan Palestina. Bantuan apa yang bisa kita lakukan pada saudara-saudara kita yang meregang nyawa nun jauh di sana?...sama seperti para orang tua kita dulu, sekarangpun hal terbaik yang mampu kita berikan masih tetap merintih dan berdo'a. Dengan tambahan variasi omong kosong perjuangan baru yang terlihat gaya, seksi dan heroik...Boikot Produk Israel dan Amerika.
Anehnya seruan boikot ini yang banyak diserukan oleh PKS Partai berbasis Islam yang kini cukup berkuasa hanya pada produk-produk semacam Mc Donald, Levi's, Chevrolet atau Coca Cola yang memang terbatas sekali orang Islam yang mengkonsumsinya. Dan lagi pula di perusahaan-perusahaan yang sudah Go Internasional semacam itu sahamnyapun sudah tidak murni milik orang Israel dan Amerika lagi, sudah bercampur-campur dengan milik orang dari bermacam negara termasuk orang Arab dan Indonesia.
Dalam hati aku kadang bertanya. Kalau memang mereka mau serius memboikot produk Amerika. Kenapa pula mereka perlu repot mengerahkan massa dan menganjurkan kita dan juga mereka yang memakai perangkat Windows, intel, IBM, Apple dan sejenisnya untuk membaca dan mempublikasikan seruan boikot mereka. Padahal PKS yang punya kekukatan signifikan di parlemen bahkan punya ketua MPR yang merupakan anggotanya sama sekali tidak perlu mengerahkan massa ke jalan. Mereka cukup mendesak pemerintahan SBY-Kalla untuk menghentikan impor Gandum dan Kedelai yang memang jelas PRODUK AMERIKA dan pasti!... Kalau itu kita lakukan, Amerika akan cukup terpukul karena kita, negara yang berpenduduk Islam terbesar di dunia ini adalah salah satu pasar terbesar produk pertanian mereka.
Kalau boikot yang dianjurkan PKS itu benar terjadi, dalam beberapa hari saja, tempe, tahu, kecap, mie instan sampai ongol-ongol dan bakwan akan menghilang dari semua pasar tradisional kita.
Dan setelah itu tinggal kita yang balik mendemo Hidayat Nurwahid, Tifatul Sembiring dan petinggi-petinggi PKS lainnya. Kita minta tanggung jawab mereka untuk memberi makan anak-anak Aa Asep penjual Tahu Sumedang, Uda Ali penjual Sate Padang, Cak Tolib penjual Soto Madura, Lik Warno Penjual Bakso Wonogiri, Bang Lah, Bang Amat dan Bang Razali, Penjual Martabak dan Mie Aceh di warung-warung pinggir jalan mulai dari Lam Teumen, Ulee Kareng sampai Darussalam.
Sering aku bayangkan, andai dulu kita seperti Cina membangun kekuatan dengan benar. Pemimpin dan pejabat kita tidak hanya bisa menghabiskan uang negara untuk kroni, kerabat dan handai tolan. Andai masa itu kita yang menjadi rakyat juga kritis dan tidak hanya manut apa kata tuan. Andaikan tiga puluh tahun yang lalu orang tuaku dan para orang tua lain dari anak-anak segenerasiku mau memacu diri. Menempuh segala upaya menaikkan taraf ekonomi agar kami anak-anaknya mendapatkan pendidikan yang mumpuni. Bukan cuma pendidikan sampah model menghapal dan menjejali kepala kami dengan sejarah palsu karangan penguasa negeri. Supaya dengan penduduk sebanyak ini negara kita bisa memiliki sumber daya manusia melimpah dengan orang-orang sekaliber Habibi.
Kalau itu benar terjadi, bukan hanya mungkin, tapi pasti hari ini kita negeri yang begitu kaya dengan sumber daya alam ini sekarang sudah melebihi Cina. Punya roket, punya program ruang angkasa dan juga nuklir yang pasti membuat jeri Amerika dan sekutu-sekutunya.
Kalaulah khayalanku itu nyata adanya. Aku tidak bisa membayangkan Israel akan seberani sekarang. Ketika mereka mengetahui kenyataan bahwa jauh di sini, ada sebuah negeri yang penduduknya 240 Juta yang lebih dari 200 Juta diantaranya adalah pemeluk Islam yang secara konsisten dari dulu mendukung perjuangan rakyat Palestina. Sebuah negara berpenduduk 240 Juta mayoritas Islam yang punya roket, punya program ruang angkasa dan yang juga nuklir dan yang terpenting memiliki kekuatan ekonomi yang mampu mengguncang dunia. Tidak akan mampu ditandingi oleh Yahudi yang bukan hanya di Israel bahkan di seluruh planet inipun populasi totalnya hanya 14 juta saja!
Tapi itu semua tentu hanya khayalanku saja, karena yang terjadi benar-benar sebaliknya. Kita adalah sekumpulan para pecundang yang setiap menghadapi masalah hanya bisa menemukan alasan. Bukan introspeksi apalagi solusi yang tepat sasaran. Sehingga dalam kurun waktu satu generasi itu bukannya kita makin disegani, malah dalam hubungan dan pergaulan Internasional kita makin terpinggirkan.
Seperti orang tua generasiku dulu. Ketika di TV anak-anak dan perempuan Palestina dibantai Israel, kesakitan meregang nyawa. Orang tua zaman sekarangpun hanya bisa melolong-lolong minta tolong kepada Tuhan. Meskipun mereka tahu persis kalau dalam kasus Israel-Palestina ini. Tuhan yang dimintai tolong tidak akan pernah memberikan bantuan secara instan. Seperti mengirimkan burung ababil yang menghancurkan tentara gajah atau seperti Nabi Musa yang membelah lautan. Tapi apa boleh buat memang hanya itu yang bisa mereka lakukan.
Seperti orang tua kami dulu, kami yang sekarang sudah menjadi orang tuapun sama. Tidak mau memacu diri. Menempuh segala upaya menaikkan taraf ekonomi agar anak-anaknya mendapatkan pendidikan yang mumpuni. Agar tiga puluh tahun ke depan nanti anak-anak yang tumbuh sekarang ini mampu bertarung satu lawan satu dengan orang yang berasal dari negeri manapun di planet ini. Agar suatu saat, ketika Presiden Amerika datang ke sini. Kita bisa bilang padanya dengan bahasa Melayu logat Simalungun, Hey mister...kami orang Islam, jangan macam-macam pulak kau sama kami!. Agar anak-anak kami tidak seperti generasi kami yang bermoral 'SELANGKANGAN' yang dimana-mana menjadi pecundang. Yang bahkan oleh sesama Melayupun dilecehkan dan dikatai 'Indon' saat kita berkunjung ke negara mereka.
Makanya sekarang darahku serasa mendidih, saat aku yang sedang berkonsentrasi mempersiapkan generasi penggantiku agar tidak menjadi pecundang seperti generasi bapaknya, tapi saat itupun aku masih bisa menyisihkan sedikit uang untuk saudara yang menderita di Palestina. Seorang saudara yang biasanya mempersetankan orang Gayo dibunuh di sebelah rumah kakeknya. Berani melarangku untuk berbahagia menyaksikan generasi penggantiku sedang dalam proses tumbuh yang nantinya akan jauh melebihi bapaknya.
Darahku semakin panas mendidih ketika aku, orang Gayo yang Islam yang dari semua garis keturununannya yang bisa ditelusuri dengan sejarah semuanya adalah pemeluk Islam yang muyang dan seluruh rakyatnya habis dibantai Van Daalen di Rema Blang Kejeren sana. Hanya karena belakangan ini dalam tulisan-tulisanku aku jarang menyinggung masalah Palestina, oleh Bagudung simpatisan PKS yang tidak tahu apa-apa aku dikatakan sebagai penyambung lidah Israel dan tidak punya simpati pada rakyat Palestina. Si Bagudung yang sama ini dengan yakinnya pula mengatakan seperti yakinnya 1+1 =2 bahwa aku dibayar agen-agen Israel untuk menulis di Blog, di Milis dan berbagai media online lainnya.
Kalaulah saja si anak PKS pengecut itu tidak memakai nama samaran dalam menulis postingannya, dan kalau saja dia berani secara jantan menunjukkan wajah di facebook. Akan kucari dia ke lobang tikus manapun bersembunyinya dan jangan sebut Win Wan Nur ini orang Gayo kalau belum kupisahkan bagian tubuh dan kepalanya.
Aku juga tidak tahu harus sedih atau tertawa ketika si saudara Gayo yang sama, yang biasanya dalam setiap tulisannya hanya menganggap orang Aceh yang juga Islam yang hidup di samping rumahnya yang karena suka memprotes ketidak adilan negaranya, nyawanya sah-sah saja dicabut oleh aparat negaranya. Kini malah menasehatiku tentang perlunya menangis dan berdo'a untuk Palestina.
Tapi meskipun sangat jengkel dan marah, sebagai orang Gayo yang beradab dan tidak menyukai berkonflik dengan orang Gayo lainnya. Aku membalas dengan lembut dan berterima kasih atas nasehatnya.
Padahal dalam hati sebenarnya aku ingin berkata dengan logat melayu terburuk yang aku bisa : KAU SUMBAT SAJALAH MULUT BAU KAU ITU LAE...BAGUSAN KAU SIKAT-SIKAT GIGI BABIMU DI KANDANGNYA SANA!.
Wassalam
Win Wan Nur
www.winwannur.blogspot.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
3 komentar:
hebat..kami butuh orang2 seperti anda bung win wan nur. teruskan ini adalah perjuangan.
ALLAHU AKBAR !!!!, muslim dan muslim lainnya adalah bersaudara, wat yg mw nyari uang tmbhan dari internet bisa klik disini http://klikajadeh.com/?r=ianzizou
tulisan yang sangat menggugah pikiran, meski sempat membuat merinding bulu kuduk saya. terus tetap menulis untuk membuka wawasan para anak bangsa. terima kasih atas tulisan ini.
Posting Komentar